Hukum jual-beli secara borongan hasil pertanian

Pertanyaan dari akh Faturahman
Ust bagaimana hukumnya sistem memborong sawah yang sudah siap panen padi dengan harga tertentu misalnya 10 juta (istilah nya ngebas). Begitu di panen kadang terjual lebih kadang rugi.
Apakah termasuk jual beli ghoror.

Dan halal kah jika kita ikut kerja panen padi (derep) dengan keadaan yang demikian 

Jawabannya :

Pertanyaan ini mengandung dua sisi permasalahan :
• Hukum jual-beli secara borongan.
• Dan hukum jual-beli padi yang sudah nyata tuanya (siap panen) secara borongan.
*Pertama* : _Hukum jual-beli secara borongan._
Para ulama sepakat atas bolehnya jual-beli secara borongan atau taksiran. Hal ini berdasarkan hadits :
عَنِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنَّا نَشْتَرِي الطَّعَامَ مِنَ الرُّكْبَانِ جِزَافًا فَنَهَانَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ نَبِيْعَهُ حَتَّى نَنْقُلَهُ مِنْ مَكَانِهِ
Dari *Abdullah bin Umar* rodhiyallohu anhuma, dia berkata :
_“Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan secara taksiran (borongan), kemudian Rasulullah melarang kami menjual lagi, sampai kami memindahkannya dari tempat membelinya.”_ (HR. *Muslim* no. 1526)
Makna dari جِزَافًا adalah : *jual-beli makanan tanpa ditakar, tanpa ditimbang, dan tanpa ukuran tertentu. Akan tetapi menggunakan sistem taksiran*, dan inilah makna jual-beli borongan !
Sisi pengambilan hukum dari hadits ini, adalah : *bahwa jual beli sistem borongan itu merupakan salah satu sistem jual-beli yang dilakukan oleh para Sahabat pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak melarangnya.* Hanya saja, beliau melarang untuk menjualnya kembali, sampai memindahkannya dari tempat semula (tempat membelinya). Ini merupakan taqriri (persetujuan) beliau atas bolehnya jual-beli sistem tersebut !
Seandainya terlarang, pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarangnya dan tidak hanya menyatakan hal di atas !
*Al-Hafizh Ibnu Hajar* rohimahulloh berkata :
_“Hadits ini menunjukkan bahwa jual-beli makanan dengan sistem taksiran (borongan) itu hukumnya boleh !”_ ( *Fathul Bari*, no.4351)
*Imam Ibnu Qudamah* rohimahulloh juga berkata :
_”Kami tidak mengetahui adanya perselisihan/perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini.”_
(Lihat pula *Mausu’ah al-Manahi Syar’iyyah*(2/233) oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafidzohulloh)
*Kedua* : _Jual beli padi yang sudah nyata tuanya (siap panen) secara borongan._
Untuk masalah ini, ada dua kemungkinan, yaitu:
a. Jika jual beli itu dilakukan saat padi (atau tanaman yang sejenisnya, misalnya kacang tanah, singkong, wortel, kentang dan lainnya) sudah dipanen dan sudah berada di atas tanah, maka hukumnya sebagaimana di atas (yakni boleh).
b. Jika masih berada dalam tanah, maka dalam masalah ini ada perselisihan di kalangan para ulama.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyatakan : *tidak memperbolehkan jual beli tersebut !*
Namun Imam Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat *bahwa hal itu boleh !*
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh *Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah* dan murid beliau, *Ibnul Qayyim* rohimahumalloh.
Letak permasalahannya adalah :
_"Apakah jual-beli padi dan yang semisalnya yang masih berada dalam tanah, termasuk jual -beli yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dari Abu Hurairah, dia berkata : _“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli ghoror.”_ (HR. *Muslim* no. 1513)
Ghoror adalah jual beli yang terdapat unsur penipuan atau sesuatu yang tidak jelas di dalamnya. (Lihat *al-Manahi Syariyyah*, 2/205)
Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini, insya Allah adalah *yang membolehkan,* berdasarkan beberapa sebab, diantaranya adalah sebagai berikut :
• Jual-beli tersebut tidak termasuk dalam jual beli ghoror, karena *orang yang sudah berpengalaman*, akan mampu untuk mengetahui isi dan kadar tanaman tersebut, meskipun belum dicabut dari dalam tanah (dengan catatan, tanaman sdh siap panen/sdh menguning).
Misalnya, dengan melihat batang dan daunnya, maka bisa diprediksikan apakah biji-bijian tersebut bagus ataukah tidak. Juga dengan mencabut satu atau dua tanaman, akan bisa diprediksikan berapa jumlah yang akan dihasilkan dalam, sawah, kebun atau ladang tersebut.
• Jual-beli dengan cara tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia, terutama yang mempunyai lahan yang luas, yang akan sangat menyulitkan sekali kalau diharuskan kita memanennya sendiri lebih dulu.
Oleh karena itu, kalau diharamkan, maka akan sangat memberatkan.
Padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mencabut sesuatu yang berat dari syariat agama ini. Allah berfirman :
… وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ ….
_“…Dan tidaklah Allah menjadikan dalam agama Islam ini kesulitan bagi kalian…”_ (QS Al-Hajj : 78)
(Lihat : *Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah* (29/33), dan hal. 227, 487, dan *Zsadul Ma’aad* (5/920), oleh Imam Ibnul Qayyim rohimahulloh)
_Wallohu a'lamu bis showwab....._
Demikianlah pembahasan ini. Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
Allohu yubaarik fiikum.

Abu Abdirrohman Yoyok WN Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar