Orang Yang Meninggalkan Sholat Itu Tidak Bersyukur Kepada Alloh

Orang Yang Meninggalkan Sholat Itu Tidak Bersyukur Kepada Alloh

Ditulis Oleh :
Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy حفظه الله
------------------------------------

🍃Telah lewat penjelasan bahwasanya seluruh syariat Alloh itu faidahnya dan manfaatnya kembali kepada kemaslahatan para hamba sendiri, dan bukan demi keperluan Robb عز وجل . bersamaan dengan itu Alloh telah meringankannya untuk umat Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam yang dirohmati ini, sehingga Alloh menjadikan agama ini mudah. Alloh ta’ala berfirman:

﴿يُرِيدُ الله بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ﴾ [البقرة/185]

“Alloh menginginkan untuk kalian kemudahan, dan tidak ingin kesulitan untuk kalian.”

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang bersabda:

«إن الدين يسر، ولن يشادّ الدين أحد إلا غلبه. فسددوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة».(أخرجه البخاري (39)).

“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah ada orang beradu keras dengan agama ini kecuali agama ini akan mengalahkannya. Maka bersikap luruslah, mendekatlah pada kelurusan, bergembiralah, dan manfaatkanlah waktu pagi, sore, dan sedikit dari awal malam.” 

(HR. Al Bukhoriy (39)).

Demikian pula penyariatan sholat lima waktu, telah diringankan dari lima puluh hingga menjadi lima saja. Dari Anas rodhiyallohu ‘anh dalam kisah Mi’roj, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang bersabda:

«ففرض الله علي خمسين صلاة، فرجعت بذلك حتى أمرّ بموسى، فقال موسى: ما الذي فرض على أمتك؟ قلت: فرض عليهم خمسين صلاة. قال: فراجع ربك فإن أمتك لا تطيق ذلك. فرجعت فراجعت ربي، فوضع شطرها. فرجعت إلى موسى، فقال: راجع ربك. فذكر مثله فوضع شطرها، فرجعت إلى موسى فأخبرته، فقال: راجع ربك فإن أمتك لا تطيق ذلك. فرجعت فراجعت ربي فقال: هي خمس وهي خمسون، لا يبدل القول لدي فرجعت إلى موسى، فقال: راجع ربك. فقلت: قد استحييت من رب». (أخرجه البخاري (3342) ومسلم (433)).

“Maka Alloh mewajibkan kepadaku lima puluh sholat. Maka aku kembali dengan membawa itu hingga aku melewati Musa. Maka Musa bertanya: “Apa yang diwajibkan kepada umatmu?” aku menjawab: “Diwajibkan pada mereka lima puluh sholat.” Maka beliau berkata: “Mohonlah penawaran kepada Robbmu, karena umatmu tak akan sanggup mengerjakannya.” Maka aku kembali dan melakukan penawaran pada Robbku, maka Dia mengurangi separuhnya. Lalu aku kembali kepada Musa. Dia berkata: “Mohonlah penawaran kepada Robbmu” lalu beliau menyebutkan yang seperti itu, maka Alloh mengurangi separuhnya. Lalu aku kembali kepada Musa dan mengabarinya. Dia berkata: “Mohonlah penawaran kepada Robbmu, karena umatmu tak akan sanggup mengerjakannya.” Maka aku kembali dan melakukan penawaran pada Robbku, maka Dia berfirman: “Lima sholat saja. Dan dia itu bernilai lima puluh. Ketetapan di sisi-Ku tak akan dirubah lagi. Lalu aku kembali kepada Musa. Dia berkata: “Mohonlah penawaran kepada Robbmu.” Maka aku menjawab: “Aku telah malu kepada Robbku.” 

(HR. Al Bukhoriy (3342) dan Muslim (433)).

Lihatlah: dulu sholat wajib pada umat Musa عليه السلام lima puluh sholat sebagaimana telah dikenal bersama, lalu diperingan untuk umat ini sebagai rohmat untuk mereka, sehingga menjadi lima sholat saja. Dan pahalanya adalah lima puluh sholat di sisi Alloh sebagai karunia dan kedermawanan dari-Nya.

Perkara ini mendatangkan syukur bagi orang-orang yang berakal dan pandai bersyukur. Adapun menurut orang yang meninggalkan sholat, maka tidak demikian. Barangkali jika mereka ada di posisi yang agung itu pada malam Mi’roj, mereka tidak malu untuk berkata: “Wahai Robb, kurangilah dari lima sholat menjadi nol sama sekali!”

Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhuma berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إن الله عز وجل لو عذب أهل السماء والأرض عذبهم وهو غير ظالم ولو رحمهم كانت رحمته إياهم خيرا لهم من أعمالهم ولو أن لامرئ مثل أحد ذهبا ينفقه في سبيل الله حتى ينفده لا يؤمن بالقدر خيره وشره دخل النار».

“Sesungguhnya Alloh عز وجل jika menyiksa penduduk langit dan bumi, Dia akan menyiksa dalam keadaan Dia tidak menzholimi mereka. dan seandainya Dia merohmati mereka, pastilah rohmat-Nya itu lebih baik untuk mereka daripada harta-harta mereka. seandainya ada orang punya emas sebesar gunung Uhud, lalu dia menginfaqkannya di jalan Alloh hingga menghabiskannya, tapi dia tidak beriman pada taqdir baiknya dan buruknya, dia akan masuk Neraka.” 

(HR. Ahmad (5/hal. 185) dan Ath Thobroniy dalam “Musnadusy Syamiyyin” (1962), dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy rohimahulloh dalam “Al Jami’ush Shohih” no. (416)).

Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: 

“Dan penjelasannya sebagai berikut: bahwasanya bersyukur pada Alloh Yang Mahasuci adalah kewajiban mereka, dikarenakan Dia adalah yang mengatur dan memberi mereka seluruh keperluan mereka, dan juga karena mereka adalah hamba-Nya dan budak-Nya. Dan yang demikian itu mengharuskan mereka untuk mengenal-Nya, mengagungkan-Nya, mentauhidkan-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya, dengan pendekatan seorang hamba yang mencintai, yang berbolak-balik dalam kenikmatan-Nya, dan dia tidak mungkin untuk tidak perlu pada-Nya sekejap matapun. Hamba ini senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dengan kerja kerasnya, mencurahkan segenap kemampuannya untuk itu, dan tidak menyekutukan dengan-Nya sesuatu apapun, lebih mengutamakan ridho Tuannya di atas keinginannya dan hawa nafsunya. Bahkan dia tak punya hawa nafsu ataupun keinginan kecuali dalam perkara yang diinginkan dan dicintai oleh Tuannya. Dan ini menuntut adanya ilmu, amal, keinginan, dan keperluan yang tidak ditentang oleh yang lain, dan tidak tersisa untuknya bersama dengan itu keberpalingan kepada yang selain-Nya dari satu sisipun.

Dan telah diketahui bahwasanya tabiat manusia itu tidak mencukupi untuk itu (untuk memurnikan pengabdian pada Alloh) dan hak-hak Robb ta’ala secara mutlak, dan bahwasanya Alloh itu berhak untuk disembah lebih besar daripada hak-Nya, karena kebaikan-Nya. Dialah Alloh yang berhak mendapatkan puncak ibadah, ketundukan, dan kehinaan karena Dzat-Nya, karena kebaikan-Nya dan karena kenikmatan-Nya. –sampai pada ucapan beliau:- dan termasuk dari kedermawanan-Nya dan rohmat-Nya adalah: Dia rela mendapatkan dari para hamba-Nya ibadah yang lebih ringan daripada yang seharusnya untuk Dia diibadahi, dan hak-Nya secara dzat-Nya dan kebaikan-Nya. Maka kenyataan ibadah mereka tak bisa dibandingkan kepada apa yang menjadi hak Alloh dari satu sisipun. Maka tidak mencukupi mereka selain maaf Alloh untuk mereka. Dan Dia Yang Mahasuci lebih tahu tentang diri mereka daripada mereka sendiri. Maka seandainya Alloh menyiksa mereka, dia pasti menyiksa mereka dengan apa yang diketahui-Nya dari mereka, sekalipun mereka tidak mengetahuinya. Seandainya Alloh menyiksa mereka sebelum Dia mengutus para Rosul-Nya kepada mereka berdasarkan amalan mereka, tidaklah Dia itu menzholimi mereka, sebagaimana Dia tidak menzholimi mereka dengan kemurkaannya kepada mereka sebelum Dia mengutus Rosul-Nya kepada mereka, disebabkan oleh kekufuran, kesyirikan dan keburukan mereka, karena Dia Yang Mahasuci melihat kepada penduduk bumi, maka dia memurkai mereka, yang arobnya ataupun yang ajamnya, kecuali sisa-sisa Ahli Kitab. Akan tetapi Alloh mewajibkan terhadap dirinya sendiri karena telah menetapkan terhadap dirinya untuk memberikan rohmah, bahwasanya diri-Nya tidak menyiksa seorangpun kecuali setelah tegaknya hujjah terhadapnya dengan risalah-Nya.
Rahasia masalah ini adalah: manakala kewajiban mensyukuri Dzat yang memberi nikmat itu adalah sesuai dengan kadar Sang Pemberi dan kadar kenikmatan-Nya, dan tiada seorangpun yang sanggup melakukan itu, maka Alloh punya hak terhadap setiap orang, dan Dia berhak untuk menuntutnya. Jika Dia tidak mengampuni dan merohmatinya, Dia berhak menyiksanya. Maka keperluan mereka kepada ampunan, rohmat dan maaf-Nya itu seperti keperluan mereka kepada penjagaan-Nya, pemeliharaan-Nya dan rizqi-Nya. Seandainya Dia tidak menjaga mereka pastilah mereka binasa. Jika Dia tidak memberi mereka rizqi pastilah mereka binasa. Jika Dia tidak mengampuni dan merohmati mereka pastilah mereka binasa dan rugi. Oleh karena itu ayah mereka Adam dan ibu mereka Hawwa berkata:

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِينَ﴾.

“Wahai Robb kami, kami telah menzholimi diri kami. Jika engkau tidak mengampuni dan merohmati kami, pastilah kami menjadi termasuk orang-orang yang merugi.”

(“Syifaul ‘Alil”/bab enam belas/hal. 18).

Penjelasan ini cukup untuk menggerakkan manusia untuk bersyukur kepada Alloh. Akan tetapi orang-orang yang meninggalkan sholat, hawa nafsu mereka telah menyesatkan mereka sehingga mereka mengkufuri nikmat Alloh, sehingga mereka berhak untuk disiksa. Alloh ta’ala berfirman:

﴿وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ﴾ [إبراهيم/7].

“Dan ingatlah ketika Robb kalian mengumumkan: jika kalian bersyukur pastilah Aku akan menambahi untuk kalian. Tapi jika kalian kufur, maka sungguh siksaan-Ku itu benar-benar keras.”

Dan Alloh ta’ala berfirman:

﴿وَضَرَبَ الله مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ الله فَأَذَاقَهَا الله لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُون﴾ [النحل/112].

“Dan Alloh membuat permisalan suatu kota yang dulunya aman tentram, rizqinya mendatanginya dengan banyak dari segenap tempat, lalu kota itu mengkufuri kenikmatan-kenikmatan Alloh, maka Alloh menjadikannya merasakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh apa yang mereka perbuat.”

( “Nashihatun Mu’ajjalah Li Man Shoma Romadhon Wa Tarokash Sholatal Maktubah” Terjemah Bebas: “Empat Puluh Tiga Kerugian Jika Sholat Wajib Ditinggalkan” )
🅹🅾🅸🅽 🅲🅷🅰🅽🅽🅴🅻 🆃🅴🅻🅴🅶🆁🅰🅼 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar