BAHWA ORANG YANG DIANGGAP AWAM (ILMU YANG SEDIKIT), TERNYATA LEBIH ISTIQOMAH DIATAS HIDAYAH.
____________
Ibnu Qudamah dalam kitab "At-Tawwabin" menyebutkan sebuah kisah dari 'Abdul Wahid bin Zaid:
Kisahnya, saat itu kami sedang naik kapal. Tiba-tiba angin bertiup kencang dan melemparkan kami ke sebuah pulau. Tidak ada siapa-siapa di pulau itu. Hanya satu orang yang menyembah patung.
Kami mendatanginya dan berusaha berbicara baik-baik dengannya.
"Tuan, siapa sesembahanmu?"
Dia menunjuk sebuah patung.
"Tuan, salah satu rombongan kami ada yang bisa membuat seperti itu. Maka itu tidak bisa dijadikan sesembahan."
"Lalu kalian menyembah siapa?"
"Allôh.."
"Siapa Allôh ?"
"Dzat yang singgasana(baca:'arsy)-nya di langit, kerajaannya meliputi bumi, dan ketetapannya diperuntukkan kepada segala makhluk yang hidup dan yang mati."
"Dari mana kalian tahu?"
"Allôh mengutus seorang Rosul dan memberi tahu kami."
"Apa yang dilakukan Rasul?"
"Beliau melaksanakan tugas dari Allôh dengan sempurna lalu meninggal dunia."
"Pasti beliau meninggalkan barang peninggalan?"
"Tentu."
"Apa itu?"
"Kitab dari Allôh.."
"Bisakah kalian tunjukkan kepadaku kitab tersebut. Seharusnya kitab Sang Raja itu begitu indah."
Maka, kami memberinya mushaf dan spontan dia berkata,
"Apa ini? Saya tidak bisa membacanya."
Kami pun membacakan sebuah surat kepadanya. Tiba-tiba saja dia menangis. Kami terus membaca dan dia semakin larut dalam tangisan sampai kami selesai membaca.
Kata dia dengan keyakinan pasti, "Harusnya Allah tidak boleh dimaksiati."
Akhirnya dia masuk Islam. Dan kami ajari dia beberapa hukum tentang Islam dan beberapa surat al-Qur'an. Lalu kami ajak dia pergi naik kapal kami.
Saat malam hari di tengah laut dan kami tengah tertidur lelap, dia terbangun,
"Kawan, Apakah Allôh tidur jika malam seperti ini?"
"Tidak. Allôh Maha Hidup lagi Maha mampu berbuat sesuatu dan tidak tidur."
"Ya Allôh , betapa jeleknya kalian. Allôh tidak tidur dan kalian tidur!?"
Kemudian dia beribadah dan meninggalkan kami.
Setibanya di dermaga, aku berkata kepada teman-temanku, "Dia ini muallaf. Asing di negri kita. Bagaimana kalau kita iuran untuk membantunya." Kami pun iuran dan memberinya uang.
"Apa ini?" katanya keheranan.
"Untuk mencukupi kehidupanmu."
"La ilaha illaLLAH. Saat aku menyembah berhala saja, Allôh tidak menyia-nyiakanku, padahal aku sendiri.. apakah Allôh akan menyia-nyiakanku saat aku beriman!?"
Lalu ia berlalu, bekerja, dan di kemudian hari dia menjadi ulama besar hingga matinya.
(Diterjemahkan secara bebas tanpa merubah makna dari kitab At-Tawwabin, karya Ibnu Qudamah, hal. 179)
✍ Follow channel ISNAD on TELEGRAM
https://telegram.me/isnadnet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar