Bolehkah membangun Mesjid Sunnah di Dekat Mesjid Awwam?

👉 بسم هللا الرحمن الرحيم 👈


Pertanyaan dari sebagian ikhwah Salafiyyin: kami sedang dalam program membangun masjid untuk Salafiyyin di daerah kami dalam rangka untuk memisahkan diri dari ahli syirik wal bida’. Jarak antara masjid kami dengan masjid orang awam adalah sekitar dua puluh meter saja. 

 Sebelumnya kepala desa dan sebagian tokoh wilayah sini telah mengidzinkan kami untuk membangun masjid ini untuk kami mengerjakan shalat di dalamnya. Akan tetapi manakala kami sudah di tengah-tengah pembangunan masjid ini, tiba-tiba imam masjid awam meminta kami untuk tetap shalat di masjid mereka dan tidak memisahkan diri ke masjid yang baru. 

Apa yang harus kami lakukan sekarang? Bimbinglah kami, semoga Allah membalasi Anda dengan pahala yang terbaik dan memberkahi Anda. 

Jawaban dengan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala: 

Jawaban ini dibangun sesuai pertanyaan yang masuk. Apabila kepala desa dan imam masjid awam telah menyetujui pembangunan masjid Salafiy tadi, maka urusannya insya Allah mudah. Akan tetapi jika imam masjid awam menampakkan ketidaksetujuan, maka urusannya agak sulit. 

Saya menyampaikan pertanyaan di atas kepada para ulama Salafiyyin sesuai dengan gambaran yang masuk pada waktu itu; yaitu: imamnya meminta agar Salafiyyun tetap sholat bersama mereka. Maka jawaban para ulama adalah sebagai berikut: 

Pertama: 

jawaban Fadhilatu Syaikhina Abdul Hamid Bin Yahya Al Hajuriy Az Zu’kuriy حفظه هللا” : 

Itu tidak baik. Jauhkanlah jarak di antara dua masjid”. Selesai penukilan. 


Kedua: 

jawaban Syaikhunal Fadhil Manshur Bin Ahmad Al Adibiy At Ta’ziy هللا حفظه: 

 “Masalah tadi –semoga Allah menjaga dan memeliharamu- harusnya ditanyakan sebelum ini. Adapun sekarang, kita tidak bisa apa-apa. Lebih utamanya sejak awal pembangunan adalah bahwasanya jarak di antara dua masjid itu berjauhan”. Selesai penukilan. 


Ketiga: 

jawaban Fadhilatu Syaikhina Abdurraqib Bin Ali Al Kaukabaniy هللا حفظه” : 

Yang kami nasihatkan kepada para ikhwah tadi –semoga Allah memberikan taufik pada kami dan mereka adalah: hendaknya mereka bertanya sebelum memulai amalan. Manakala telah terjadi apa yang sekarang berlaku; maka apabila masjid yang satu tidak akan membuat gangguan terhadap masjid yang lain dengan adzan, shalat, khotbah, maka silakan mereka melanjutkan urusan mereka dengan memohon pertolongan kepada Allah dan mengantisipasi kemungkinan adanya reaksi balik (dari jama’ah masjid awam) dengan cara hikmah dan kesabaran sampai orang-orang awam mau menerima pemikiran adanya masjid baru seiring dengan perjalanan waktu; terutama adalah dikarenakan jarak yang amat dekat sekali di antara dua masjid”. Jika terjadi gangguan melalui pengeras suara, dan fitnah membesar dengan adanya adu domba dari anggota masjid lama terhadap saudara-saudara kita Salafiyyin dan orang-orang tadi berusaha agar pihak penguasa mencabut idzin pendirian masjid baru itu dari tangan Salafiyyin, kami menasihatkan agar masjid baru itu dipindahkan fungsinya menjadi ma’had ilmiy atau madrasah Tahfizhul Qur’an Wal Hadits Nabawiy sambil para ikhwah menjaga baik-baik idzin pendirian masjid 2 tadi untuk membangun masjid yang lebih jauh daripada masjid yang sekarang, di wilayah yang sama. Dan hanya pada Allah saja kita memohon pertolongan”. Selesai penukilan. 


Keempat: 

jawaban Syaikhunal Fadhil Abu Ishaq Muhammad Bin Shalih Al Qaisiy Ash Shan’aniy هللا حفظه” :

Aku menasihatimu untuk meninggalkan pembangunan masjid itu. Dan aku khawatir pembangunan tadi masuk kepada masjid-masjid dhirar, apalagi mereka (jama’ah masjid pertama) adalah orang-orang awam. Dan semoga Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang tadi untuk mencintai Sunnah. Jika hal itu tidak bermanfaat, maka bangunlah oleh kalian masjid di tempat lain. Semoga Allah memberimu petunjuk, mengokohkan dirimu dan memberikan manfaat untukmu”. Selesai penukilan. 


Kelima: 

jawaban Syaikhunal Fadhil Abu Muhammad Abdul Karim Bin Ghalib Al Hasaniy هللا حفظه” : Jarak sedekat itu tidaklah diridhai. (Kami berharap) andaikata masyarakat memberikan pada mereka (Salafiyyin) keleluasaan di masjid itu, maka salah satunya (bangunan yang baru) dijadikan sebagai Madrasah Pendidikan Al Qur’an Was Sunnah, dan bangunan yang lain sebagai masjid”. Selesai penukilan. 


Keenam: 

jawaban Fadhilatu Syaikhina Abu Bilal Al Hadhramiy هللا حفظه” : Yang pertama: Semoga Allah membalasi kalian dengan pahala yang terbaik atas semangat kalian untuk menegakkan sunnah-sunnah di masjid-masjid kalian yang khusus untuk kalian (Salafiyyin). Akan tetapi andaikata kalian meminta nasihat sebelum ini, niscaya kami tidak akan menasihati kalian dengan ini, yang mana kalian membangun sebuah masjid yang berdekatan dengan masjid awam. Adapun jika masjid pertama tadi adalah masjid milik Ahli Ahwa dan milik Ahli Bida’, maka tidak mengapa kalian memisahkan diri sekalipun masjid-masjid menjadi berdekatan. Tidak mengapa membangun masjid untuk Ahlussunnah dikarenakan adanya bid’ah-bid’ah di masjid-masjid Ahli Bida’. Kita berlindung kepada Allah dari masjid-masjid Ahli Bida’ Wal Ahwa dan dilarangnya penegakan sunnah-sunnah di dalamnya. Maka ini adalah peperangan terhadap agama ini, maka tidak mengapa para Salafiyyun membangun masjid walaupun dekat (dengan masjid Ahli Bida’). Ini adalah masjid dhirar, masjid Ahli Bida’, maka yang asal adalah bahwasanya masjid Ahli Bid’a mernupakan masjid dhirar, yang aku maksudkan adalah masjid Mubtadi’ah, sekalipun dia itu lebih dulu ada, karena dia itu dhirar (membahayakan) terhadap sunnah-sunnah, dhirar terhadap kebaikan, dan tidak ditegakkan kecuali bid’ah-bid’ah. Kita berlindung kepada Allah. Tiada keberkahan pada masjid-masjid Ahli Ahwa. Akan tetapi apabila yang engkau ceritakan itu telah terjadi, dan sebagian tokoh telah mengidzinkan kalian. Bahkan walaupun sebagian dari pembesar desa tadi telah mengidzinkan kalian, tidak layak bagi kalian untuk melakukan itu: kalian membangun masjid dalam keadaan tidak ada jarak di antara masjid itu dengan masjid awam kecuali sekitar dua puluh meter saja. Adapun jika bangunan-bangunan dan gedunng-gedung di wilayah situ banyak, dan boleh jadi masjid ini tidak terlihat di desa yang besar; maka itu adalah perkara lain. Adapun jika tidak demikian, desa tadi hanyalah desa kecil, masyarakat merasa cukup dengan masjid itu saja, dan perpecahan manusia bertambah dengan adanya masjid kalian, dikarenakan banyaknya masjid-masjid, padahal itu (yang pertama) adalah masjid awam yang mana mereka mengidzinkan untuk kalian mengadakan 3 pelajaran-pelajaran dan sebagainya, dan mereka tidak memusuhi kita, tidak mengadakan peperangan terhadap kita, bahkan mereka bergembira jika kita mendatangi mereka dan berceramah di tempat mereka, maka hendaknya kita berceramah di masjid mereka sampai Allah memudahkan untuk kita masjid yang jauh dari masjid ini, di dalamnya kita akan bisa menegakkan sunnah-sunnah dan menegakkan apa saja yang kita inginkan. Adapun Ahlul Ahwa, maka engkau telah mendengar bahwasanya kita tidak boleh untuk tetap ada di masjid-masjid mereka selama kita mampu untuk mencari jalan ke masjid lain, kita keluar dari masjid-masjid mereka dan kita mendirikan masjid-masjid untuk kita walaupun berdekatan dengan masjid-masjid Ahlil Ahwa, karena masjid-masjid merek adalah masjid dhirar, sementara yang ini adalah masjid-masjid sunnah yang mana di dalamnya sunnah-sunnah itu dihidupkan, di dalamnya tauhid, dakwah kepada tauhid, dan ilmu, serta dakwah kepada ilmu itu dihidupkan. Dan inilah pokoknya. Adapun masjid-masjid Ahil Ahwa di dalamnya ada pematian ilmu, pematian tauhid dan pematian sunnah-sunnah. Maka dia adalah masjid-masjid yang “runtuh hingga menimpa atapnya sendiri”. Maka tetap tinggal di masjid-masjid Ahli Ahwa itu merupakan penyia-nyiaan terhadap sunnah-sunnah, penyia-nyiaan terhadap ilmu dan penyia-penyiaan terhadap kebaikan; dengan alasan kita sudah ada di samping masjid maka kita tidak boleh membangun masjid. Bahkan kita akan membangun masjid sekalipun di samping kita ada masjidmilik Ahlil Ahwa; demi menghidupkan agama Allah وتعالى سبحانه yang telah dimatikan oleh Ahlil Ahwa”. -sampai pada ucapan beliau yang terkait dengan membangun masjid di dekat masjid awam:- adapun bangunan yang telah dibangun itu maka hendaknya dijadikan sebagai Madrasah Aulad, atau yang lainnya. Hendaknya ini dijadikan sebagai Madrasah anak-anak perempuan yang khusus bagi mereka (Salafiyyin), anak-anak perempuan Ahlussunnah, tanpa ada fitnah, tanpa bercampur dengan para lelaki, atau Madrasah anak-anak lelaki. Inilah yang nampak, wallahu a’lam. Sekalipun niatnya semula adalah membangun masjid, akan tetapi Allah telah memudahkan untuk mereka masjid yang dekat (yaitu masjid awam yang dipandang oleh Syaikhuna Abu Bilal bisa diisi dengan ceramah oleh Ahlussunnah –pen). Boleh jadi orang-orang yang shalat akan terpecah-belah disebabkan oleh yang ini (bangunan masjid baru), maka kita harus bersemangat untuk mengumpulkan dan menyatukan kalimat kaum Muslimin di dalam satu masjid, di dalam masjid yang cukup luas untuk mereka, atau di masjid-masjid yang berbeda-beda apabila desanya itu juga terpencar-pencar, maka dibangunlah masjid-masjid untuk kaum Muslimin dan di dalamnya mereka bisa berkumpul, dari kalangan orangorang yang mencintai kebaikan, mencintai sunnah-sunnah, dakwah dan ilmu. Maka kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk ini. Adapun keberadaan masjid-masjid Ahlil Ahwa dalam keadaan kita terikat dan tidak memiliki masjid-masjid sendiri, maka itu tidak benar. Kesimpulan jawaban dari apa yang engkau tanyakan: Adapun perkara yang engkau sebutkan bahwasanya si imam telah mengidzinkan (untuk shalat dan mengajar di masjid awwam, menurut yang dipahami oleh Syaikhuna Abu Bilal –pen) inilah yang harus engkau ambil, dan inilah yang aku nasihatkan untuk kalian; selama kalian tidak merasakan adanya makar terhadap kalian, bahwasanya mereka hanya ingin mengembalikan kalian ke masjid mereka semata; tanpa kalian punya hak menjadi imam, tanpa kalian mampu menegakkan 4 sunnah-sunnah, tanpa kalian punya apa-apa, masjidnya tetap kosong dari ilmu, ilmu tidak ditegakkan di situ: “Itu terlarang, engkau tak boleh berbuat ini dan itu dan seterusnya”. Jika kalian melihat kebaikan hati imam pada kalian, dan kesetiaannya pada kalian, bahwasanya dia menyatukan kalian di dalam masjid ini: “Kita semua bersatu di masjid ini, Anda boleh mengadakan pelajaran-pelajaran sesuka Anda, masjid ini adalah masjid kalian, Anda menegakkan sunnah dan ilmu sesuka Anda” dan bangunan yang telah dibangun tadi atau dimulai pembangunannya itu hendaknya dijadikan sebagai madrasah untuk diambil manfaatnya oleh para Salafiyyun, dan tidak dijadikan sebagai masjid. Masjid di samping masjid lain hukum asalnya adalah haram. Haram dibangunnya masjid di samping masjid yang lain. Jika semua masjid yang ada adalah masjid Sunnah, atau masjid-masjid kaum Muslimin dibangun berdekatan dikhawatirkan akan saling membahayakan, dikhawatirkan akan terjadi pembuangan harta dan saling membahayakan, masjid-masjid ini, masjid-masjid yang dibangun terakhir akan dihukumi sebagai masjid dhirar karena tidak ada jarak antara keduanya selain dua puluh meter saja. Masjid macam apa ini? Aku menasihati kalian untuk meninggalkan masjid ini. Akan tetapi kalian boleh belajar dan mengambil faidah dari bangunan ini”. (Selesai penukilan yang diinginkan). 

Ada tambahan jawaban yang baru saja masuk: 


Ketujuh: 

jawaban Fadhilatu Syaikhina Zayid Bin Hasan Al Wushabiy هللا حفظه” :Semoga Allah memberimu penghormatan wahai Syaikh Abu Fairuz, dan memberikan berkah pada dirimu. Semoga Allah menjagamu. Kami dengan memuji Allah berada di dalam kebaikan. Urusan-urusan bagus di tempat kami. Dan engkau bagaimanakah kabarmu? Insya Allah urusan-urusanmu bagus. Kami memohon pada Allah وجل عز agar menjaga kalian, memberkahi kalian dan menolak dari kami dan kalian segala keburukan dan perkara yang tidak disukai. Dan insya Allah kita tetap saling berhubungan; karena engkau tahu tentang masalah telpon di sini, kami datang ke wilayah yang mana kami dapati jaringannya itu lemah sekali, terkadang surat-surat bisa diunduh setelah satu hari, risalah bisa engkau buka di hari berikutnya atau lebih, karena jaringannya lemah sekali, akan tetapi semoga Allah menolong kita. Sampai-sampai di jangka waktu yang panjang kami tidak mendapatkan jaringan. Akan tetapi insya Allah kita tetap berhubungan. Semoga Allah menjagamu. Adapun tentang jawaban dari pertanyaan itu: kami menasihati mereka, andaikata mereka mampu untuk menjauh. Akan tetapi dikarenakan mereka telah telanjur membangun, maka hendaknya mereka perhatikan lagi bagaimana keadaan mereka. Andaikata mereka mau berbuat dan menjauh ke arah yang lain, menjauh lebih banyak lagi, niscaya itu lebih baik, karena jarak yang hanya sekitar dua puluh meter saja itu akan terjadi tekanan dan perseteruan. Ini pertama. Yang kedua: jika masyarakat tadi adalah awam, maka urusan mereka itu mudah, karena orang awam itu sebagaimana yang engkau tahu boleh jadi mereka akan mau menerima dakwah dari waktu ke waktu. 5 Adapun jika mereka adalah Ahli Bida’ dan mereka tetap ada di atas kebid’ahan mereka, tiada keraguan bahwasanya nanti akan terjadi tekanan-tekanan terhadap Ahlussunnah, dan mereka lari dari Ahlussunnah, mereka berusaha melarikan orang dan mentahdzir dari Ahlussunnah ...” (Selesai penukilan yang diinginkan). 

Demikianlah pandangan-pandangan dan pengarahan-pengarahan dari para ulama kita tadi هللا حفظهم , adapun jika memang imam dan para penguasa tidak mempermasalahkan masjid baru tadi, baik sekarang ataupun di masa mendatang, maka itu adalah kenikmatan yang wajib disyukuri. وهللا أعلم بالصواب والحمد هلل رب العالمين. 

Ditulis dan diterjemahkan oleh Al Faqir Ilallah:Abu Fairuz Abdurrahman Bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiyوفقه هللا تعالى

Malaysia, 20 Jumadal Akhirah 1440 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar