Berikut adalah ringkasan dari sebagian khutbah jum’ah dari Asy-Syaikh Abû
‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i (murid dari Imâm Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’i rohimahullôh)
yang berkaitan dengan kesalahan para jam’ah haji dan ‘umroh dalam ibadah
mereka:
1. *Wanita pergi haji
atau ‘umroh tanpa mahrom, walaupun dia punya rombongan bersama wanita lainnya*
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ
ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ»
Dari Ibnu ‘Umar rodhiyaAllôhu ‘anhuma menagtakan: bahwasanya Nabi shollallôhu
alaihi wa sallam bersabda: _*“Tidak boleh bagi wanita untuk safar selama 3 hari
kecuali disertai dengan mahrom.”*_ [HR. Al-Bukhori (no.1086) Muslim (no.827)]
2. *Keyakinan diharuskannya
para wanita memakai pakaian putih ketika melaksanakan manasik haji atau ‘umroh*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ:
اعتِقَادُ بَعْضِ النِّسَاءِ لَا بُدَّ لَهَا أَنْ تَلْبَسَ الثِّيَابَ البَيْضَاء،
وَالنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ رَغَّبَ فِي ذَلِكَ لِبَاسَ
البَيْضَاء، قَالَ: *«البِسُوا البَيَاضَ مِنْ ثِيَابِكُم فَإِنَّهَا مِنْ خَيرِ
ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيْهَا مَوتَاكُمْ»*. لَكِنْ المَرْأَة لَو لَبِسَتْ
البَيَاضَ وَصَبَّ عَلَيهَا المَاءَ لَشُفَّ عَنْ جَسَدِهَا كَان ذَلِكَ فِتْنَة
لِلرِّجَالِ، فَإِنَّها تَلْبَس خِمَارَ أَسْوَد...
*“Termasuk dari kesalahan para jama’ah haji dan umroh adalah keyakinan sebagian
wanita yang mengharuskan memakai pakaian putih-putih.* Dan Nabi shollallôh
alaihi wa sallam menganjurkan untuk memakai pakaian putih, beliau bersabda:
_*”Pakaialah pakaian putih karena itu adalah sebaik-baik (warna) pakaian kalian
dan jadikanlah kafan mayit kalian.”_ akan tetapi kalau wanita memakai pakaian
putih kemudian terkena siraman air, maka nanti akan kelihatan dari (bentuk)
jasadnya yang itu menjadi fitnah bagi para lelaki, akan tetapi ia hendaknya
memakai kerudung hitam.”
3. *Roml (lari-lari ringan) pada tujuh kali
putaran thowaf.*
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ:
«رَمَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنَ الحِجْرِ إِلَى
الحِجْرِ ثَلاَثًا، وَمَشَى أَرْبَعًا».
Dari Ibnu ‘Umar rodhiyaAllôhu ‘anhuma mengatakan: _“Rosulullôh shollallôhu
aliahi wa sallam melakukan roml dari hajr-ke hajar sebanyak 3 kali, dan
berjalan sebanyak 4 kali.”_ [HR. Muslim (no.1262)]
4. *Mencium Rukun Yamani.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
فَقُلْتُ لِنَافِعٍ: أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَمْشِي
إِذَا بَلَغَ الرُّكْنَ اليَمَانِيَ؟ قَالَ: «لاَ، إِلَّا أَنْ يُزَاحَمَ عَلَى
الرُّكْنِ، فَإِنَّهُ كَانَ لاَ يَدَعُهُ حَتَّى يَسْتَلِمَهُ»
Aku (‘Ubaidullôh bin ‘Umar) katakan kepada Nafi’: Apakah ‘Abdullôh (Ibnu ‘Umar)
apabila sampai ke Rukun Yamani berjalan (saja)? _“Tidak, kecuali kalau banyak
orang di Rukun (Yamani), karena beliau tidaklah meninggalkannya sampai
memegannya.”_ [HR. Al-Bukhôri (1644)]
5. *Memberikan isyarat
pada Rukun Yamani ketika tidak bisa memegangnya.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir
Ad-Duba’i berkata:
«أَمَّا الرُّكْنُ اليَمَانِي فَمَا لَكَ إِلَّا
اللَّمْسَ فَقَطْ، تَسْتَلِمُهُ بِيَدِكَ ولَا تُقَبِّلُهُ وَلا تُشِرْ إِلَيْهِ
إِذَا عَجَزْتَ عَنِ القُرْبِ مِنْهَا».
*“Adapun Rukun Yamani tidak ada bagimu kecuali memegang saja, engkau memegang
dengan tanganmu. Tidak perlu mencium tidak pula mengisyaratkan padanya apabila
tidak bisa mendekat.”*
6.
*Ketika thowaf masuk ke Hijr (pagar melingkar
di samping Ka’bah)*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ في
أَثْنَاءِ الطَّوَّافِ بَعْضُهُمْ يَدْخُلُ فِي الحِجْرِ، بَعْضُ العَوَّامِ
يُسَمِّيْهِ حِجْرَ إِسْمَاعِيْلَ، وَهَذِهِ التَّسْمِيَةُ غَيْرُ صَحِيْحَةٍ!.
إِنَّمَا اسْمُهُ حِجْرُ وَهُوَ السُوْرُ الَّذِي بِجَانِبِ الكَعْبَة، هَذَا
السُّورُ مِنَ الكَعْبَةِ، لَو دَخَلْتَ فِي السُّورِ فَأَنْتَ لَم تُكْمِلِ
الطَّوَّافَ تَمَامًا، فَالشَّوطُ لاَ بُدَّ أَن يَكونَ بَعْدَ السُّورِ لاَ
قَبْلَ السُّورِ».
*“Termasuk dari kesalahan para jama’ah haji dan umroh ketika thowaf; sebagian
dari mereka masuk ke Hijr*, sebagian orang awwam menamakan dengan Hijr Isma’il,
ini adalah penamaan yang tidak benar. Akan tetapi namanya adalah Hijr, yang itu
adalah pagar yang di samping Ka’bah, *maka seandainya engkau masuk ke pagar,
maka engkau belumlah menyempurnakan thowaf secara sempurna, karena putaran
(thowaf) harus setelah pagar, bukan sebelum pagar.”*
7. *Ith-thibâ’
(menampakkan lengan kanan dan menutup lengan kiri) selama menjalankan ‘umroh.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ
بَعضُهُمْ يَضْطَبِعُ وَيَكْشِفُ كَتِفَهُ الأَيْمَن وَيُغَطِّي كَتِفَهُ
الأَيْسَر فِي عُمْرَةٍ كَامِلَةٍ، هَذَا غَيْرُ صَحْيِح! إِنَّمَا الإِضْطِبَاعُ
يَكُونُ عِنْدَ الطَّوَّافِ خَاصَّةٌ».
“Termasuk dari kesalahan jama’ah haji dan umroh; sebagaian dari mereka
berith-thiba’ menampakkan lengan kanan dan menutup lengan kiri pada (manasik)
umroh semuanya, ini tidaklah benar, akan tetapi it-thiba’ itu hanya dikerjakan
ketika thowaf saja.”
8. *Berusaha keras untuk
sholat di belakang maqom Ibrohim.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ أيضًا
أَنَّ بَعْضَهُمْ يُشَدِّدُ عَلَى الصَّلاَةِ مَقَامُ إِبْرَاهِيْم، وَالصَّلاَةُ
مَقَامُ إِبْرَاهِيْم فَعَلَهُ النَّبِيِّ كَمَا فِي حَدِيْثِ حابِرٍ فِي صَحِيْحِ
مُسْلِمٍ، لَكِنْ بِإِجْمَاعِ العُلَمَاءِأَنَّهُ إِذَا ازْدَحَمَ الصَّحْن –يعني
صحنُ الحَرَمِ- فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَن يُصَلِّي فِي أَيِّ مَكَانٍ وَ فِي أَيِّ
مَوْضِعٍ مِنَ الحَرَمِ كَمَا ذَكَرَهُ ذَلِكَ ابْنُ رُشْدٍ».
*“Termasuk dari kesalahan para jama’ah haji dan umroh adalah sebagian dari
mereka berusaha keras untuk sholat di belakang maqom Ibrohim*, dan sholat di
maqom Ibrohim telah dilakukan oleh Nabi sholllallôhu alaihi wa sallam
sebagaimana hadits Jabir dalam shohih Muslim. Akan tetapi dengan Ijma’ ‘Ulama
bahwasanya apabila ramai orang di Shohn –lingkaran Ka’bah-, maka nboleh baginya
untuk sholat di tempat manapun dari Harom, sebagaimana disebutkan hal tersebut
oleh Ibnu Rusyd.”
9 *Terus menerus lari
kencang di antara Shofa Marwah*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
أَمَّا مَا يَتَعَلَّقُ بِالسَّعْيِ بَعْضُهُمْ رُبَّمَا
يَسْعَى وَيَجْرِي مِنَ الصَّفَا إلى المَروَةِ، وَمِنَ المَرْوَةِ إلى الصَّفَا،
وَهَذَا غَيْرُ صَحِيْحٍ! إِنَّمَا الجَرِيُّ فِي وَادِي الأَبْطَحِ...»
“Adapun yang berkaitan dengan sa’yi; sebagian terkadang sa’yi serta lari dari
Shofa ke Marwah, dan dari Marwah ke Shofa, ini tidaklah benar! *Karena lari itu
hanya ketika di Wâdi Abthoh...”*
10. *Mencukur sedikit
saja ketika tahallul*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ أيضًا
أَنَّ بَعْضَهُمْ أَرَادَ قَصَّ الشَّعْرِ أَنَّهُ يَقُصُّ قَصًّا خَفِيْفًا لاَ
يَظْهَرُ أَنَّهُ قَدْ قَصَّ مِنْ شَعْر، وَهَذَا غَيْرُ صَحِيْحٍ! كَمَا يَقُولُ
العُلَمَاءُ لَا بُدَّ أَنْ يَظْهَرَ لِلأَخَرِيْنَ أَنّهُ قَدْ أَخَذَ منْ
شَعْرِهِ...»
“Termasuk dari kesalahan jama’ah haji dan umroh adalah sebagian dari mereka
apabila ingin mencukur rambut; mereka memangkas dengan sedikit yang tidaklah
nampak bahwasanya dia telah mencukur rambutnya, ini tidaklah benar! Sebagaimana
dikatakan oleh para ‘Ulama adalah harus menampakkan kepada lainnya bahwasanya
ia telah mengambil dari rambutnya.”
11.
*Menjamak sholat wajib pada hari tarwiyah.*
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ
أَنَّهُ فِي يَوْمِ التَّرْوِيَةِ، يَوْمُ الثَّامِنِ فَيَجْمَعُونَ الصَّلَوَاتِ،
يَجْمَعُونَ الظُّهْرَ مع العَصْرَ، وَالمَغْرِبَ مَعَ العِشَاءِ، وَهَذَا لَيْسَ
مِنْ هَدْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَمَا جَاءَ مِنْ
حَدِيْثٍ جَابِر أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى كُلُّ
صَلاَةٍ فِي وَقْتِهَا».
*“Termasuk dari kesalahan para jama’ah haji dan umroh adalah ketika pada
Tarwiyah, hari ke-8. Mereka menjamak dzuhur dengan ashar, maghrib dengan Isya.*
Maka ini bukanlah termasuk dari petunjukknya Nabi sholallôhu alaihi wa sallam,
sebagaimana hadits Jâbir bahwasanya Nabi sholllallôhu alaihi wa sallam sholat
pada setiap waktunya.”
12. *Langsung pergi dari
Mina ke Arofah.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir
Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ أَنَّ
بَعْضَهُمْ يَذْهَبُ رَأْسًا مِنْ مِنَى إِلَى عَرَفَةَ، مَعَ أَنَّ السُّنَّةَ
أَن يَذْهَبَ أَوَّلًا إِلَى نَمِرَة ثُمَّ إِلَى عُرَنَة ثُمَّ إِلَى عَرَفَة
كَمَا فَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ
مُسْتَحَبًّا ، وَهَذَا هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Termasuk dari kesalahan para jama’ah haji dan umroh adalah sebagian pergi
langsung dari Mina ke ‘Arofah, karena yang sesuai sunnah adalah ia pergi
terlebih dahulu ke Namiroh, kemudian ke ‘Uronah kemudian ke ‘Arofah sebagaimana
apa yang dilakukan oleh Nabi shollallôhu ‘alaihi wa salla , walaupun itu adalah
perkara yang mustahab, maka itulah petunjuknya Nabi shollallôhu ‘alaihi wa
sallam.”
13. *Duduk di muqoddimah
(depan) masjid Namiroh.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ
وَنَخْشَى عَلَيهِمْ مِنْ بُطْلاَنِ حَجِّهِم أَنَّهُ يَمْكُثُ بَعْضُهُمْ فِي
مُقَدِّمَةِ الصُّفُوفِ فِي مَسْجِدِ النَمِرة بِعَرَفَة، وَهَذَا لَيْسَ فِي
مَوضِع عَرَفَة أَصْلًا، وَإِنَّمَا بِالقُربِ مِنْ عَرَفَة، فَيَمْكُثُ إِلَى
المَغْرِبِ ثُمَّ يَخْرُجُ مَعَ رِفْقتِهِ إِلَى مُزْدَلِفَةَ، وَهَذَا غَيْرُ
صَحِيْحٍ! لِأَنَّ النَّبِيَّ قَالَ : «الحَجُّ عَرَفَة». وَمُقَدِّمَةُ
المَسْجِدِ لَيْسَ مِنْ عَرَفَة».
*“Termasuk dari kesalahan jama’ah haji dan umroh dan kami khawatirkan akan
membatalkan ibadah haji mereka adalah sebagian dari mereka berdiam di
muqoddimah shof di masjid Namiroh di Arofah, ini sebenarnya bukanlah di
‘Arofah*, akan tetapi tempat itu di dekat dari ‘Arofah, yang ia berdiam di
Maghrib kemudian keluar bersama para jama’ahnya ke Muzdalifah, maka ini
tidaklah benar! Karena Nabi sholallôhu ‘alaihi wa sallam bersabda: _*”Haji
adalah ‘Arofah”*_. Depan (muqoddimah) masjid bukanlah termasuk ‘Arofah ”
14.
*Beranjak pergi dari ‘Arofah menuju Muzdalifah
sebelum tenggelamnya matahari.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ بعضهم
يفيض أي يخرج من عرفة إلى مزدلفة إلى غروب الشمس وهذا لا يحوز لأنه يجب عليه أن
يبقى إلى غروب الشمس لفعل النبي ولقول النبي: «خذوا عني مناسككم» وبه قال اهل
العلم.
*“Termasuk dari kesalahan jama’ah haji dan umroh adalah sebagian mereka keluar
dari ‘Arofah menuju Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari* , yang ini tidak
boleh, karena ia diwajibkan untuk tinggal sampai tenggelamnya matahari
sebagaimana perbuatan dan sabda Nabi shollallôhu ‘alaihi wa sallam: _*“Ambillah
dariku manasik kalian.”*_ dengan pendapat ini Ahlul ‘Ilmi .
15. *Mencuci batu untuk
lempar jumroh ketika di ‘Arofah.*
Asy-Syaikh Abû ‘Ammâr Yâsir Ad-Duba’i berkata:
«وَمِنْ أَخْطَاءِ الحُجَّاجِ وَالمُعْتَمِرِيْنَ فِي
مَسْأَلَةِ الرَّمْيِ بَعضُهُمْ يُغَسِّلُ الأَحْجَارَ وَبَعضُهُمْ رُبَّمَا
يَأْتِي بِأَحْجَارٍ كَبِيْرَةٍ مَعَ أَنَّ النَّبِيَّ أَمَرَ الفَضْلَ بْنِ
عَبَّاسٍ أَنْ يَحضُرَ لَهُ أَحْجَار صَغِيْرَة ثُمَّ رَآه النَّبِيُّ النَّاسَ،
فَقَالَ: «يَأَيُّهَا النَّاسُ لاَ تَغْلُوا فِي دِيْنِكُمْ» عرفت حبة الذر؟ هِيَ
أَكْبَرُ مِنْهَا بِقَلِيْلٍ. هَذِهِ هِيَ الَّتِي تَرْمِيْهَا رَمْيَ
الجَمَارَاتِ.لماذا الناس يُكَبِّرُونَ الأَحْجَارَ؟ لِأَنَّ بَعْضَهُمْ
يَعْتَقِدُ أَنَّ الشَّيْطَانَ فِي ذَلِكَ المَوْضِع، وَهَذاَ غَيرُ صَحِيْحٍ لَم
يَثْبُتْ ذَلِكَ فِي كِتَاب الله وَلاَ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ ، وَإِنَّمَا
جَاءَت بِالإِسْرَائِيلِيَّات أَنَّ الشَّيْطَانَ اعتَرَضَ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيهِ
السَّلاَمَ فَرَمْىُ هَذِهِ الأَحْجَارَ، وَهَذَا غَيْرُ صَحِيْحٍ».
*“Termasuk dari kesalahan jama’ah haji dan umroh dalam masalah melempar jumroh
adalah sebagian mereka mencuci batu-batu*, sebagian dari mereka juga
mendatangkan batu dengan ukuran besar, padahal Nabi memerintahkan kepada
Al-Fadhl bin ‘Abbâs untuk mendatangkan batu kecil, seraya memlihatkan kepada
manusia: _“Wahai segenap manusia, janganlah kalian berbuat ghuluw dalam agama
kalian.”_ Tahukah engkau biji gandum? Maka batu (untuk melempar jumroh) adalah
lebih besar sedikit dari itu. Kenapa orang-orang ingin bawa batu besar? Karena
sebagian meyakini bahwasanya Syaithon ada pada tempat tersebut, maka yang
seperti ini tidaklah benar! Tidaklah terdapat dalam Kitabulloh tidak pula dalam
sunnah Rosulullôh shollallôhu alaihi wa sallam, akan tetapi hal tersebut
datangnya ada pada hadits Isro’iliyyat yang menyebutkan bahwa Syaithon terdapat
pada tempat tersebut kemudian Nabi Ibrohim melemparinya dengan batu-batu
tersebut, maka ini tidaklah benar!.”
Akhukum: Abu Muhamamd Fuad Hasan bin Mukiyi.
12 Dzulqo’dah 1437 Hijriyyah.
Channel Telegram:
ⓣelegram.me/MasjidImamAlWadii