Makna Qunut
Qunut dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Diantaranya mempunyai arti : “Taat, Khusyu’, Sholat, Doa, Ibadah, Berdiri, Lama berdiri dalam sholat, dan Diam.”
Al-Ambari rohimahulloh berkata : “Qunut itu ada empat macam makna : Sholat, Lama Berdiri dalam sholat, Menegakkan Ketaatan (benar-benar melakukan amal ketaatan), dan Diam.” (lihat An-Nihayah fii Goribil Hadits wal Atsar, 4/96)
Adapun yang dimaksud disini adalah doa di dalam sholat, yang dilakukan setelah bangkit dari ruku’ pada roka’at terakhir setiap sholat-sholat fardhu, atau pada roka’at terakhir dari sholat witir.
Yang dimaksud dengan Nazilah disini adalah peristiwa atau kejadian besar (luar biasa) yang dialami oleh kaum muslimin, apakah itu berupa bencana/musibah, serangan musuh atau peperangan, dan lain-lainnya.
Dalil-Dalil tentangnya
Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan disyari’atkannya hal itu, diantaranya adalah hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata : “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mendoakan kejelakan terhadap orang-orang yang membunuh para sahabatnya di Bi’ruma’unnah selama 30 hari, beliau mendoakan kejelekan terhadap kabilah Ri’il, Dzakwan, Lihyan dan Ushoyyah, yang mereka telah durhaka kepada Alloh dan Rosul-Nya…..” (HR Muslim no. 677)
Dalam riwayat lainnya : “Bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut selama satu bulan, setelah bangkit dari ruku’, beliau mendoakan kejelekan kepada suatu kabilah dari beberapa kabilah bangsa arab, kemudian setelah itu beliau meninggalkannya.” (HR Imam Al-Bukhori no. 4089 dan Muslim no. (677) (204) )
Dalam riwayat lainnya disebutkan, beliau berdoa : “Ya Alloh, laknatlah Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan Ushoiyyah, yang mereka telah durhaka kepada Alloh dan Rosul-Nya.”Anas berkata : “Kemudian sampailah berita kepada kami bahwa beliau meninggalkan qunut nazilah tersebut ketika turun ayat :
لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (١٢٨)
“Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imron : 128) (HR Imam Muslim no. 274)
Dalam hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata : “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut nazilah terus menerus selama satu bulan, pada sholat dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh, di akhir sholat apabila beliau mengucapkan : “Sami’allohu liman hamidah”, dari roka’at yang terakhir, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka, yakni atas kabilah Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan, dan Ushoiyyah, dan orang-orang yang di belakang beliau (yakni para makmum) mengaminkannya, (dan sebab beliau melakukan qunut ini adalah) beliau mengutus para sahabat kepada mereka (kabilah-kabilah yang tersebut di atas) untuk mendakwahi mereka kepada Islam, tetapi ternyata kemudian mereka membunuhnya.”(HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad (1/301), Ibnu Khuzaimah dalam As-Shohih (no. 618) dan yang selainnya, sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam Irwa’ul Gholil (2/163) dan juga guru kami, Syaikh Muhammad bin Hizam hafidzhohulloh dalam Fathul Allam, 1/773)
Dan masih banyak dalil-dalil lainnya. Berdasarkan dalil-dalil tersebut, maka jumhur ulama berpendapat disunnahkannya melakukan qunut nazuilah ketika terjadi musibah yang menimpa kaum muslimin, seperti ketika terjadi peperangan yakni diserangnya kaum muslimin oleh orang-orang kafir dan yang lainnya. Qunut nazilah itu bentuknya adalah mendoakan kebaikan atau kemenangan untuk kaum muslimin, dan mendoakan kehancuran atau kekalahan di pihak kaum kafirin atau musyrikin yang memerangi kaum muslimin.
(lihat : Syarh Al-Muhadzdzab (3/494) dan Al-Mughni (2/586-587) )
Pada sholat yang manakah qunut nazilah itu dilakukan ?
Dalam masalah ini ada beberapa pendapat para ulama sebagai berikut :
Pertama : Qunut Nazilah itu dilakukan secara khusus pada waktu sholat fajr / sholat shubuh saja, bukan pada waktu sholat-sholat lainnya. Ini pendapat Imam Ahmad dan Ishaq rohimahulloh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik sebagaimana disebutkan dalam shohih Al-Bukhori dan Muslim dan yang lainnya, disebutkan dengan taqyid (kepastian) bahwa beliau melakukan itu pada saat Sholat Fajr (Sholat Shubuh). (HRImam Al-Bukhori no. 1001, Muslim no. 675 dan 677 (298, 299) )
Kedua : Qunut Nazilah itu dilakukan hanya pada waktu sholat Shubuh dan Sholat Maghrib saja, karena kedua sholat ini adalah sholat yang bacaan Al-Qur’annya dibaca dengan jahr (keras/nyaring), pada kedua ujung siang. Ini adalah pendapatnya Abul Khoththob Al-Hambali rohimahulloh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dalam As-Shohihain : “Bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada sholat maghrib dan fajr (shubuh).” (HR Imam Al-Bukhori no. 1004 dan Muslim no. 678)
Ketiga : Bahwa Qunut Nazilah itu dilakukan pada semua sholat yang lima waktu. Ini adalah pendapat para ulama Syafi’iyyah. Dalilnya adalah hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, bahwa beliau berkata : “Sungguh aku akan mendekatkan (yakni menunjukkan dan mencontohkan) kepada kalian sholatnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, adalah beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam qunut pada roka’at terakhir dari sholat dhuhur, sholat isya’ yang diakhirkan, sholat shubuh …….” (HRImam Al-Bukhori no. 797 dan Muslim no. 676)
Dalil lainnya adalah hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma sebagaimana yang telah disebutkan di atas. (HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad (1/301), Ibnu Khuzaimah dalam As-Shohih (no. 618) dan yang selainnya, sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam Irwa’ul Gholil (2/163) dan juga guru kami, Syaikh Muhammad bin Hizam hafidzhohulloh dalam Fathul Allam, 1/773)
Dari sekian pendapat di atas, yang insya Alloh rojih (kuat dan terpilih) adalah pendapat terakhir, yakni pendapat para ulama Syafi’iyyah, dan inilah yang dirojihkan oleh Al-Imam As-Syaukani rohimahulloh dalam Nailul Author.
Adapun pendapat pertama dan kedua, yang berdalil dengan hadits-hadits yang menyebutkan sebagian sholat tertentu, hal itu tidak menunjukkan bahwa beliau tidak melakukan doa qunut pada sholat-sholat yang lainnya. Hanya saja diambil faedah dari dalil-dalil tersebut, bahwa beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam menjaga betul doa qunut pada waktu sholat tersebut lebih banyak dan lebih ditekankan daripada di waktu-waktu sholat yang lainnya. Wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Syarh Al-Muhadzdzab (3/505-506), Al-Mughni (2/586-587) dan Syarhus Sunnah (2/243-245) )
Dimanakah letak Doa Qunut Nazilah yang kita lakukan dalam sholat ?
Hadits-hadits yang menjelaskan tentang Doa Qunut Nazilah, sebagian besarnya menjelaskan letaknya, yaitu ba’da ruku’ (yakni setelah bangkit dari ruku’, pada roka’at terakhir dari sholat yang kita lakukan)
Dalil yang menunjukkan hal itu diantaranya adalah hadits Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma dalam Shohih Al-Bukhori (no. 4560) : “Bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’.” Juga hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu dalam Shohih Al-Bukhori (no. 797) dan Shohih Muslim (no. 676), kemudian juga hadits Khofaf bin Ima’ Al-Ghifari rodhiyallohu ‘anhu dalam Shohih Muslim (no. 679), juga kebanyakan dari hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dalam As-Shohihain, semuanya menjelaskan bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut ba’da (setelah) ruku’.
Kemudian datang pula riwayat-riwayat lainnya dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut sebelum ruku’. Lalu mana yang benar dari riwayat-riwayat tersebut ?
Al-Imam Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh menjelaskan : “Para A’immah (imam-imam Ahlul Hadits, yakni para ulama) mengingkari riwayat dari Ashim yang meriwayatkan dari Anas bin Malik, yang menjelaskan tentang qunut sebelum ruku’. Imam Ahmad mengatakan : “Ashim menyelisihi mereka semuanya, yakni menyelisihi sahabat-sahabat Anas. Kemudian beliau juga berkata : “(Dalam riwayat) Hisyam, dari Qotadah, dari Anas, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut ba’da ruku’.” (Dalam riwayat) At-Taimi, dari Abu Majlaz, dari Anas (seperti itu juga). (Dalam riwayat) Ayyub, dari Mujahid dia berkata : “Aku bertanya kepada Anas….” (Dalam riwayat) Handholah As-Sadusi, dari Anas : Ada empat sisi.. Abu Bakar Al-Khotib berkata dalam kitab Al-Qunut : “Adapun hadits Ashim Al-Ahwal, dari Anas, maka sesungguhnya dia bersendirian dalam riwayatnya (tentang qunut sebelum ruku’), dia menyelisihi semua sahabat-sahabat Anas yang meriwayatkan tentang qunut ba’da ruku’, oleh karena itu hukumnya adalah riwayat-riwayat yang banyak itu mengalahkan riwayat yang hanya satu orang saja (sebab riwayat yang demikian itu dianggap syadz, yakni ganjil atau “nyeleh”, menyelisihi riwayat yang mayoritas, edt.). Sebagian ulama muta’akhirin membawa pengertian hadits Anas tentang qunut sebelum ruku’ itu pada pengertian/makna lain dari ruku’ itu, yakni maksudnya adalah “itholatul qiyaam”(lama berdiri sebelum ruku’, bukan bermakna melakukan doa qunut, edt.), sebagaimana dalam hadits : “Afdholus Sholati thulul qunut” (seutama-utama sholat adalah yang panjang/lama berdirinya…” (Fathul Bari, Syarh Shohih Al-Bukhori (6/276), karya Al-Hafidz Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh) Hal seperti inipun juga dijelaskan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam kitab beliau Zaadul Ma’aad.
Al-Imam Al-Baihaqy rohimahulloh berkata : “Riwayat-riwayat tentang qunut ba’da ruku’ itu lebih banyak dan lebih terjaga/terpelihara. Atas pendapat inilah para Kholifah Ar-Rosyidun rodhiyallohu ‘anhum ajma’in berjalan/berpendapat, sebagaimana riwayat-riwayat yang shohih dan masyhur dari mereka.” (As-Sunan Al-Kubro, 2/208)
Guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzohulloh berkata pula : “Jumhur ulama telah berpendapat bahwa qunut itu adalah ba’da ruku’, dan inilah pendapat yang benar.” (Fathul ‘Allam, 1/775) Wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Al-Mughni (2/581-582), Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (3/506) )
Apakah disyari’atkan dengan mengangkat tangan ketika doa qunut ?
Jawabnya : Ya benar, disunnahkan untuk mengangkat tangan tatkala melakukan doa qunut. Ini adalah pendapat para ulama, diantaranya Imam Ahmad, Ishaq, Ashabur Ro’yi, dan pendapat yang shohih dari beberapa pendapat para ulama madzhab As-Syafi’iyyah.
Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits yang menganjurkan mengangkat tangan ketika berdoa, seperti hadits Salman Al-Farisi rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Robb-mu Pemalu lagi Pemurah. Apabila hamba-Nya mengangkat tangan kepada-Nya, maka Dia malu kalau hamba-Nya tersebut mengembalikan tangannya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan doanya, edt.)” (HR Abu Dawud no. 1488, At-Tirmidzi no. 3556, Ibnu Majah no. 3865, dan Al-Hakim (1/497), dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam Shohih Ibnu Majah no. 3131 dan Al-Misykah no. 2244, tetapi guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh mengatakan : “Yang rojih hadits ini Mauquf pada Salman, adapun secara Marfu’ hadits ini Dho’if.” (Bulughul Marom, dengan Tahqiq dan Takhrij oleh guru kami tersebut, penerbit Maktabah Ibnu Taimiyyah, Darul Hadits Dammaj, Sho’dah, Yaman) Wallohu a’lamu bis showab.
Mereka juga berdalil dengan hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata :“Aku melihat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam setiap kali sholat pagi hari (yakni Sholat Shubuh) beliau mengangkat kedua tangannya mendoakan kebinasaan atas mereka, yakni orang-orang yang telah membunuh sahabat-sahabat beliau.” (HRImam Muslim)
Imam Ahmad bin hambal rohimahulloh juga menyebutkan riwayat hadits dengan sanad-sanadnya dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dalam suatu hadits yang panjang, Anas rodhiyallohu ‘anhu berkata : “Aku tidak pernah melihat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mendapati suatu permasalahan yang membuat beliau berduka/bersedih karenanya (kecuali beliau bersedih) atas mereka (para sahabatnya yang terbunuh). Sungguh, aku melihat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam setiap kali sholat di pagi hari (yakni sholat shubuh) beliau mengangkat kedua tangannya, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka (kaum yang telah membunuh para sahabatnya tersebut..).” (HR Imam Ahmad, no. 12.402, sanad-sanadnya shohih menurut syarat Imam Muslim)
Dan masih banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan disunnahkan untuk mengangkat tangan ketika melakukan doa qunut, baik oleh Imam maupun makmum semuanya, wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Syarh Al-Muhadzdzab (3/507)
Apakah Makmum disunnahkan untuk mengaminkan doa qunutnya Imam ?
Jawabnya : Ya, disunnahkan bagi makmum mengaminkan doa qunutnya imam. Dalilnya sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma yang telah disebutkan di atas.
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata : “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut nazilah terus menerus selama satu bulan, pada sholat dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh, di akhir sholat apabila beliau mengucapkan : “Sami’allohu liman hamidah”, dari roka’at yang terakhir, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka, yakni atas kabilah Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan, dan Ushoiyyah, dan orang-orang yang di belakang beliau (yakni para makmum) mengaminkannya, (dan sebab beliau melakukan qunut ini adalah) beliau mengutus para sahabat kepada mereka (kabilah-kabilah yang tersebut di atas) untuk mendakwahi mereka kepada Islam, tetapi ternyata kemudian mereka membunuhnya.” (HR Imam Ahmad dalamAl-Musnad (1/301), Ibnu Khuzaimah dalam As-Shohih (no. 618) dan yang selainnya, sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalamIrwa’ul Gholil (2/163) dan juga guru kami, Syaikh Muhammad bin Hizam hafidzhohulloh dalam Fathul Allam, 1/773)
Para ulama berdalil dengan hadits tersebut di atas untuk menunjukkan disunnahkannya bagi makmum mengaminkan doa qunutnya imam. Bahkan Al-Imam Ibnu Khuzaimah rohimahulloh dalam Shohih-nya (1/313) membawakan bab dengan judul “BAB BAHWA QUNUT ITU UNTUK SEMUA SHOLAT (YANG LIMA WAKTU), DAN MAKMUM MENGAMINKAN IMAM KETIKA MELAKUKAN DOA QUNUT”. Setelah itu beliau membawakan dalil-dalil tentang masalah ini.
Al-Imam Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan : “Apabila imam melakukan doa qunut, maka orang-orang yang dibelakangnya (yakni para makmum) hendaknya mengaminkannya. Dalam masalah ini tidak ada khilaf (perselisihan diantara para ulama).” (Al-Mughni, 2/584)
Apakah ada dalil yang menunjukkan lafadz doa tertentu untuk Qunut Nazilah ?
Sepanjang yang kami ketahui, tidak ada dalil khusus yang menunjukkan lafadz tertentu untuk doa dalam qunut nazilah. Para ulama memberikan keluasan dalam masalah ini. Oleh karena itu boleh berdoa apa saja sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan sesuai keadaan orang yang tertimpa musibah.
Al-Qodhi Iyyadh rohimahulloh menukil ijma’ (kesepakatan) para ulama tentang tidak adanya doa khusus/tertentu dalam qunut nazilah ini. Al-Imam Ibnu Sholah rohimahulloh menganggap orang yang berpendapat adanya doa khusus dalam qunut nazilah ini adalah pendapat yang keliru dan menyelisihi pendapat jumhur ulama. Wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Al-Majmu’ (3/477) karya Al-Imam An-Nawawi rohimahulloh dan Majmu’ Al-Fatawa (23/108) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh)
Abu Abdirrohman Yoyok WN