HADITS-HADITS DHO’IF & PALSU TENTANG PUASA ROJAB

HADITS-HADITS DHO’IF & PALSU TENTANG PUASA ROJAB
TANYA:
“ Mohon dijelaskan, shohihkah hadits-hadits yang menjelaskan tentang anjuran berpuasa di Bulan Rojab ? Jazakumulloh khoiron atas penjelasannya.”
JAWAB:
Sejauh yang kami ketahui, hadits-hadits yang menjelaskan anjuran berpuasa di bulan Rojab tidak ada yang shohih, bahkan mayoritasnya adalah maudhu’ (yang dipalsukan dan didustakan atas nama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam).
Berikut ini akan kami sebuntukan sebagian hadits-hadits dho’if dan maudhu’ tersebut yang masyhur (banyak beredar dan terkenal) di tengah kaum muslimin. Diantaranya adalah ini :
Hadits Pertama:
ان في الجنة نهرا يقال له رجب ماؤه اشد بياض من اللبن و احلى من العسل من صام يوما من رجب سقاه الله من ذلك النهر (حديث ضعيف)
“Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai yang dinamakan Rojab, warnanya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu. Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rojab, niscaya Alloh akan memberinya minum dari sungai tersebut.”Tentang hadits tersebut di atas, Al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahulloh berkata : “(Hadits ini) disebuntukan oleh Abu Qosim At-Taimi dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, Al-Hafidz Al-Asbahani dalam kitab Fadhlu As-Shiyam, diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi dalam kitab Fadhoiil Auqoot, dan Ibnu Syahin dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib. Dia berkata : “ Ibnul Jauzi dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah berkata : “ Di dalam hadits ini ada banyak kebodohan, sanadnya secara mayoritas dho’if, sehingga tidak bisa ditetapkan hukum atasnya. Ada jalan lain dalam sanadnya, tetapi juga sama-sama dho’ifnya.” (Tabyiinul ‘Ajab (hal.9-11), Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah, 2/65)
Hadits Ke 2:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم اذا دخل رجبا قال اللهم بارك لنا في رجب و شعبان و بلغنا رمضان
“ Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rojab beliau berdoa: “Wahai Alloh, berkahilah kami pada bulan Rojab dan Sya’ban, dan pertemukanlah kami dengan bulan Romadhon.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalamAl-Musnad (1/259), dalam sanadnya ada Zaidah bin Abi Roqqod, dari Ziyad An-Namiri. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : “Jama’ah (sekelompok ahlul hadits) telah meriwayatkan dari Zaidah bin Abi Roqqod.” Abu Hatim berkata : “Diriwayatkan dari Ziyad An-Namiri, dari Anas beberapa hadits yang Marfu’ Munkaroh, dia tidak tahu dari dia atau dari Ziyad, dan saya tidak tahu apakah diriwayatkan tentangnya selain Ziyad, tetapi kami memakai haditsnya sebagai hujjah.” Al-Imam Al-Bukhori berkata : “Ini hadits munkar.” Al-Imam An-Nasa’i berkata : “Setelah saya mentahrij satu hadits miliknya di dalam As-Sunan, saya tidak tahu siapa dia itu (yakni Zaidah bin Abi Roqqod).” Beliau juga berkata dalam kitab Ad-Dhu’afa’: “Ini hadits munkar.” Beliau juga berkata dalam kitab Al-Kunyah: “Dia tidak tsiqoh.” Al-Imam Ibnu Hibban berkata : “Beritanya (yakni dari Zaidah) tidak bisa dijadikan hujjah.” (lihat maroji’ sebagai berikut :Tabyiinul ‘Ajab bi Maa Waroda fii Fadli Rojab (hal.12), Ad-Dhu’afaaul Kabir(2/81), biografi no.531 dan Tahdzibut Tahdzib (3/305) biografi no.570)
Hadits Ke 3 (yang artinya) :
“Sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa setelah Romadhon, kecuali di bulan Rojab dan Sya’ban.” Tentang hadits tersebut, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh berkata : “Al-Baihaqi rohimahulloh berkata : “Ini adalah hadits munkar, karena di dalam sanadnya ada Yusufbin ‘Athiyah, seorang yang sangat lemah.” (Tabyiinul ‘Ajab, hal.12)
Hadits Ke 4:
“Barangsiapa berpuasa tiga hari di bulan Rojab, Alloh akan mencatatnya seperti berpuasa sebulan. Dan barangsiapa berpuasa tujuh hari, Alloh akan menutup darinya tujuh pintu neraka…..”. Hadits ini Maudhu’(palsu). Lihat kitab Al-Maudhu’aat (2/206) karya Ibnul Jauzi rohimahulloh,Tabyiinul ‘Ajab (hal. 18) karya Al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahulloh, Al-‘Aali Al-Mashnuu’ah (2/115) karya Al-Imam As-Suyuthi rohimahulloh, Al-Fawaaid Al-Majmuu’ah (hal.100) hadits no.228, karya Al-Imam Asy-Syaukani rohimahulloh.
Hadits Ke 5:
“Sesungguhnya bulan Rojab adalah bulan yang agung, siapa yang berpuasa di dalamnya sehari, maka Alloh akan mencatatnya seperti berpuasa seribu tahun.” Hadist ini Maudhu’ (palsu). Lihat kitab Al-Maudhuu’aat (2/206-207), Tabyiinul ‘Ajab (hal.26), dan Al-Fawaaid Al-Majmuu’ah (hal. 101) hadits no.289. Kemudian tentang keutamaan sholat lail (sholat malam) di bulan Rojab, diantaranya hadits ini :
Hadits Ke 6:
“Barangsiapa sholat maghrib pada awal malam bulan Rojab, kemudian sholat sesudahnya dua puluh roka’at, di setiap roka’atnya membaca surat Al-Fatihah, surat Al-Ikhlash sekali, dan mengucapkan salam sebanyak dua puluh kali salam, tahukah kalian apa pahalanya?” Beliau bersabda : “Alloh akan menjaga jiwanya, keluarganya, hartanya dan anaknya, dia akan dibebaskan dari adzab kubur, dan dia akan berjalan di atas shiroth (jembatan yang terbentang di atas neraka jahannam) seperti kilat, tanpa dihisab (diperhitungkan amalannya) dan tanpa diadzab.” Hadist ini Maudhu’ (palsu). Lihat kitab Al-Maudhuu’aat (2/123),Tabyiinul ‘Ajab (hal. 20), Al-‘Aali Al-Mashnuu’ah (2/115),dan Al-Fawaaid Al-Majmuu’ah (hal. 47) hadits no.144.
Hadits Ke 7:
“Bulan Rojab adalah bulan Alloh, bulan Sya’ban adalah bulanku, dan bulan Romadhon adalah bulan ummatku…..tetapi jangan lupa tentang awal malam jum’at dari bulan Rojab, karena itu adalah malam yang dinamakan oleh para malaikat dengan Ar-Roghooib. Yaitu bahwa apabila sepertiga malam telah berlalu, tidak ada malaikat di seluruh langit dan bumi kecuali berkumpul di Ka’bah dan sekitarnya. Lalu muncullah Alloh subhanahu wa ta’ala di hadapan mereka seraya berfirman : “Wahai para malaikat-Ku,bertanyalah (mintalah) kepada-Ku tentang apa saja sesuka kalian.” Lalu mereka berkata : “Wahai Robb kami, keinginan kami kepada-Mu adalah hendaknya Engkau mengampuni orang yang berpuasa di bulan Rojab.” Lalu Alloh subhanahu wa ta’ala menjawab : “Aku telah melakukannya !” Kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak seorangpun yang berpuasa di hari kamis, (yakni) kamis pertama di bulan Rojab, lalu pada malam jum’atnya sholat antara waktu Isya’ hingga pagi sebanyak dua belas roka’at…..” Hadist ini Maudhu’ (palsu).Lihat kitab Al-Maudhuu’aat (2/124-126),Tabyiinul ‘Ajab (hal. 22-24), dan Al-Fawaaid Al-Majmuu’ah (hal. 47) hadits no. 146. Dan masih banyak yang lainnya.
Demikianlah beberapa hadits dho’if dan maudhu’ seputar keutamaan amalan puasa di bulan Rojab atau sholat pada sebagian malamnya.Penyebutan di atas bukanlah pembatasan, karena masih banyak riwayat-riwayat lain yang belum disebutkan.
KESIMPULANNYA: tidak ada amalan khusus yang dianjurkan pada bulan ini berikut keutamaannya. Yang jelas, bulan Rojab adalah termasuk salah satu bulan harom (yang dimuliakan) yang wajib kita muliakan dengan amal-amal sholih dan ketaatan yang diperintahkan dalam syari’at agama seperti bulan-bulan lain pada umumnya, dan kita juga diperintahkan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan jelek berupa kedholiman dan yang lainnya.
 Wallohu a’lamu bis showab.
(Disusun oleh : ustadz Abu Abdirrohman Yoyok WN surabaya)
http://www.darul-ilmi.com/2015/04/adakah-dalil-tentang-keutamaan-bulan-rojab/#more-8172

Do'a dan ucapan atas kelahiran anak


Do'a dan ucapan atas kelahiran anak


Tidak terdapat satu hadits pun dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam tentang ucapan selamat, dan tidak ada sesuatu pun kecuali atsar yang diriwayatkan dari para salafuna sholeh. Di antaranya:

Dari Hasan Al-Bashri rohimahulloh, bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepadanya, “Bagaimana cara saya mengucapkan ucapan selamat (kelahiran)?”

Beliau menjawab, “Ucapkanlah olehmu,

جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

“Ja’alallohu mubaarokan ‘alaika wa ‘ala ummati Muhammadin”

“Semoga Alloh menjadikannya anak yang diberkahi atasmu dan atas umat Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam”
[Atsar ini hasan, dikeluarkan oleh Imam Thabrani]

Selain dari ucapan tersebut, ada ucapan lainnya yang shahih,

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ.

وَيَرُدُّ عَلَيْهِ الْمُهَنَّأُ فَيَقُوْلُ:

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ، وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا، وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ، وَأَجْزَلَ ثَوَابَكَ

‘Baarokallohu laka fil mauhuubi laka wa sayakartal Waahib wa balagho asyuddahu wa ruziqta birrohu’.”

“Semoga Alloh memberkahimu dalam anak yang diberikan kepadamu. Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dan dia dapat mencapai dewasa, serta kamu dikaruniai kebaikannya.”

Sedang orang yang diberi ucapan selamat membalas dengan mengucapkan:

“Baarokallohu laka wa baaroka ‘alaika wa jazaakallohu khoiron wa rozaqokallohu mitslahu wa ajzalallohu tsawaabak.

“Semoga Alloh juga memberkahimu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu. Semoga Alloh membalasmu dengan sebaik-baik balasan, mengaruniakan kepadamu sepertinya dan melipat gandakan pahalamu.”

[📚 Al-Adzkar, karya An-Nawawi, hal. 349, dan Shahih Al-Adzkar lin Nawawi, oleh Syaikh Salim Al-Hilali 2/713]

juga riwayat dibawah ini

riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu

Hadis yang menceritakan pernikahan Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah dengan syarat masuk islamnya Abu Thalhah. Hingga mereka dikaruniai seorang anak lelaki yang lincah dan sehat, yang membuat Abu Thalhah sangat mencintainya.

Qadarullah, anak ini meninggal ketika ayahnya sedang safar. Ketika pulang, Abu Thalhah langsung menanyakan tentang anaknya. Setelah Abul Thalhah ditenangkan istrinya, dihidangkan makanan, dan dilayani dengan baik, baru Ummu Sulaim menyampaikan, bahwa anaknya telah dipanggil yang punya (Allah).

Karena merasa resah, Abu Thalhah langsung mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadiannya bersama Ummu Sulaim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan untuk hubungan mereka. Hingga Ummu Sulaim melahirkan anak lelaki.

Beliau berpesan, jika tali pusarnya telah putus, jangan diberi makan apapun sampai dia diantarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di situlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tahnik, dan mendoakan,

بَارَكَ اللَّهُ لَكِ فِيهِ، وَجَعَلَهُ بَرًّا تَقِيًّا

“Semoga Allah memberkahi anak ini untukmu dan menjadikannya orang baik yang bertaqwa”.


Hadis ini memiliki banyak redaksi. Sementara yang ada kutipan doa di atas, diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnadnya (no. 7310).

Sanadnya dinilai shahih oleh al-Haitsami. Dalam Majma’ az-Zawaid, beliau mengatakan,

رواه البزار ورجاله رجال الصحيح غير أحمد بن منصور الرمادي وهو ثقة

“Diriwayatkan al-Bazzar dan para perawinya adalah perawi kitab shahih, selain Ahmad bin Manshur ar-Ramadi, beliau perawi Tsiqqah.” (Majma’ az-Zawaid, 9/216)

Jika riwayat ini shahih, doa ini yang bisa kita rutinkan, karena ma’tsur( diriwayatkan) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allahu a’lam

RINGKASAN FATWA ‘ULAMA SEPUTAR DAKWAH DENGAN VIDEO BERGAMBAR

RINGKASAN FATWA ‘ULAMA SEPUTAR DAKWAH DENGAN VIDEO BERGAMBAR

1⃣ Lajnah Dâimah.

SOAL:

هَلِ التَّصْوِيْرُ الَّذِي تَسْتَخْدِمُ فِيْهِ كَامِيْرَا الفِيْدِيُو يَقَعُ حُكْمُهُ تَحْتَ التَّصْوِيْرِ الفُوتُوغْرَافِي؟

“Apakah gambar yang menggunakan padanya kamera video hukumnya seperti gambar fotografi?

JAWAB:

نَعَم ، حُكْمُ التَّصْوِيْرِ بِالفِيدِيُو حُكْمُ التَّصْوِيْرِ الفُوتُوغْرَافِيِّ بِالمَنْع وَالتَّحْرِيمِ لِعُمُومِ الأَدِلَّةِ».

“Iya, hukum gambar dengan video adalah hukum gambar dengan fotografi dalam larangan dan keharomannya sesuai dengan keumuman dalil.” [fatwa (no.16259)]

2⃣ Asy-Syaikh Muhammad Nâshiruddîn Al-Albânî rohimahullôh mengatakan:

كُلُّ الصُّوَرِ مُحرَّمَةٌ سَوَاءٌ كَانَتْ يَدَوِيَّةٌ أَو فُوتُوغْرَافِيَّةٌ أَو هَذِهِ (الموضة) الجَدِيْدَةُ الَّتِي سَمَّيْتَهَا -آنِفاً- (فِيْدِيُو)، كُلُّ هَذِهِ وَهَذِهِ وَهَذِهِ مُحرَّمَةٌ».

“Setiap gambar adalah harom, sama saja dengan cara tangan, fotografi atau model baru yang sekarang engkau namakan dengan (video), maka semua ini, ini dan ini adalah harom.” [dinukil dari “Al-Ibrôz li aqwâlil ‘Ulamâ fie hukmit tilfâz” (hal.14)]

3⃣ Asy-Syaikh Ibnu Bâz rohimahulloh.

SOAL:

س: مَا حُكْمُ التَّغْسِيْلِ وَالتَّكْفِيْنِ عَنْ طَرِيْقِ الفِيْدِيُو؟

“Apa hukum memandikan dan mengkafani (jenazah) melalui cara video?

JAWAB:

ج: التَّعْلِيْمُ يَكُونُ بِغَيْرِ الفِيْدِيُو لِمَا فِي الأَحَادِيْثِ الكَثِيْرَةِ الصَّحِيْحَةِ مِنَ النَّهْيِ عَنِ التَّصْوِيْرِ وَلَعْنِ المُصَوِّرِيْنَ».

“Pengajaran dilakasanakan dengan tanpa video karena terdapat pada hadits-hadits yang banyak lagi shohih, yang melarang dari menggambar dan melaknat orang-orang yang menggambar.” [dari “As’ilah Al-Jam’iyyah Al-Khoiriyyah bi Syaqrô”]

Beliau juga mengatakan:

«وَظُهُورُ صُورَتِي لَيْسَ دَلِيْلاً عَلَيَّ اِجَازَتِي التَّصْوِيْر وَلاَ عَلَى رِضَايَ بِهِ فَاِنِّي لَمْ أَعْلَمْ أَنَّهُمْ صَوَّرُونِي».

“Nampaknya gambarku bukanlah dalil tentang pembolehan dariku tentang gambar, tidak pula juga bentuk keridhoanku padanya, karena aku tidaklah tahu bahwasanya mereka (mengambil) gambarku.” [lihat “Lajnah Dâimah” (1/460)]

4⃣ Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rohimahulloh mengatakan:

»وَمُنْكَرٌ عَظِيْمٌ أَنْ يَقُومَ المُحَاضِرُ فِي المَسَاجِدِ يُحَاضِرُ النَّاسَ وَالمُصَوَّرَة _أي الكَامِيْرَا_ مُوَجَّهَةٌ اِلَيْهِ ..... وَالبَثُّ المُبَاشِرُ _أَيّ النَّقْلُ الحَيُّ_ دَاخِلٌ فِي التَّحْرِيْمِ فَهُوَ يُعْتَبَرُ صُوْرَةً وَالنَّاسُ يُسَمَّونَهَا صُورَةً فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ«

“Kemungkaran yang besar adalah ketika seorang pemberi ceramah di Masjid; memberikan ceramah kepada orang-orang dalam keadaan kamera menghadap ke arahnya ... dan siaran langsung masuk juga padanya dalam hal yang harom, maka hal tersebut termasuk gambar, dan orang-orang (pun) menamakannya juga gambar, dan ini adalah harom.” [lihat “Hukmu Tashwîr” (70-71)]

5⃣ Asy-Syaikh Ahmad bin Yahyâ An-Najmî rohimahullôh mengatakan:

«أَمَّا يَعْنِي ظُهُورُهُ عَلَى الشَّاشَةِ هَذَا لاَ شَكَّ أَنَّهُ مُنْكَرٌ ..»

“Adapun nampaknya da’i di layar (TV), ini tidaklah diragukan bahwa itu mungkar.” [dinukil dari “Al-Ibrôz li aqwâlil ‘Ulamâ fie hukmit tilfâz” (hal.32)]

6⃣ Asy-Syaikh Shôlih Al-Fauzân hafidzohullôh.

SOAL:

مَا حُكْمُ اسْتِخْدَامِ الوَسَائِلِ التَّعْلِيْمِيَّةِ مِن فِيدِيُو وَسِيْنِمَا وَغَيرِهِمَا فِي تَدْرِيْسِ المَوَّادِ الشَّرْعِيَّةِ كَالفِقْهِ وَالتَّفْسِيْرِ وَغَيرِهَا مِنَ المَوَّادِ الشَّرْعِيَّةِ‏؟‏ وَهَلْ فِي ذَلِكَ مَحْذُورٌ شَرْعِيٌّ‏؟‏ أَفْتُونَا مَأجُورِيْنَ‏.
“Apa hukukmnya menggunakan wasilah untuk pengajaran dengan video dan sinema atau selain keduanya dalam mengejarkan bidang syari’ah seperti Fiqh, Tafsir atau selain keduanya dari bidang syari;ah? Apakah dalam hal tersebut ada larangan secara syari’at? Berikanlah kami fatwa semoga anda diberikan pahala.

JAWAB:

الَّذِي أَرَاهُ أَنَّ ذَلِكَ لَا يَجُوزُ؛ لِأَنَّهُ لاَبُدَّ أَن يَكُونَ مَصْحُوبًا بِالتَّصْوِيْرِ، وَالتَّصْوِيْرُ حَرَامٌ، وَليسَ هُنَاك ضَرُورَة تَدْعو إِلَيهِ‏.‏ والله أعلم

“Dan yang aku pandang (dalam hal ini) adalah tidak boleh, karena diharuskan darinya disertai dengan (pengambilan) gambar, dan gambar adalah harom. Dan tidaklah ada disana namanya darurat yang dibutuhkan padanya, Wa Allôhu a’lam.” [lihat “Al-Muntaqo” (no.513)]

dr ustadz fuad di grup salafiyun

_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_

_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_                بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَن...