DOA BUKA PUASA ?

Faedah tanya jawab bersama Ust Abu Zakariya Harits Al Jabaly hafidzhohulloh

TANYA
afwan ustadz dan ikhwah apakah ada pembahasan ttg dhoifnya hadits doa dzahabazh zhomau... utk berbuka puasa?

 JAWABANNYA :
- Na'am, hadits tersebut adalah Dho'iif, yaitu hadits yg terdapat di dalam sunan abi dawud nomer (2357)dari haditsnya Abdillah ibni umar - rodhiallohu 'anhuma - secara marfuu' bahwa Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam dahulu mengatakan (ketika buka puasa) 

" ذهب الظمأ، وابتلت العروق ،وثبت الأجر إن شاء الله تعالى "
“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, Insya Allah."

- Hadits tersebut adalah Dho'iif. 
(lihatlah irwaul gholiil:919-920).

FAEDAH : 
 Berkata Syaikh Muhammad bin hizam - hafidzohulloh - :" Telah datang dari Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam doa doa ttg buka puasa tapi tidak ada satu pun yg shohih dari doa doa tersebut "
(lihatlah kitab ITIHAAFUL ANAAM BI AHKAAMI WA MASAAILI SHIYAAM milik syaikh Muhammad bin hizam - hafidzohulloh - : 63)...
Wallohu a'lam.

TANYA
Jadi sebaiknya do'a apakah yg kita ucapkan ketika berbuka puasa ustadz?

JAWAB
Bismillaah... Doa biasa setiap mau makan.... "BISMILLAAH".. sebagaimana dalam hadits umar bin abi salamah - rodhiallohu 'anhu -.... 
Wallohu a'lam

SHOLAT JANAZAH DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA

 SHOLAT JANAZAH DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA

Hukum Sholat Janazah

Sholat janazah disyariatkan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dan hukumnya adalah fardhu kifayah yang mana apabila sebagian telah mengerjakannya maka gugurlah kewajibannya atas sebagian yang lain. Dan Al-Imam An-Nawawi telah menukilkan ijma' para ulama atas wajibnya sholat janazah.

Tempat dilaksanakannya Sholat Janazah

Sholat janazah lebih utama dikerjakan di luar masjid di lapangan khusus di samping tempat penguburan jika dimudahkan atau di tempat yang lain. Karena kebanyakan sholat janazah yang dikerjakan Rasulullah _-shallallahu 'alaihi wa sallam-_yaitu di luar masjid. 

Di antaranya yaitu hadits Abu Hurairah -Radhiyallah 'anhu-_akan sholatnya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-_ ketika meninggalnya Najasyi maka beliau keluar dan mengerjakannya di lapangan sholat. (Muttafaqun 'alaihi) 

Dan juga hadits ibnu Umar -Radhiyallahu 'anhu- ketika beliau menjatuhkan hukuman rajam kepada seorang yahudi yang telah berzina maka beliau merajamnya dekat dengan tempat di mana biasanya didirikan sholat jenazah yaitu di sekitar masjid. (HR. Bukhari).

Dan diperbolehkan juga untuk dikerjakan di dalam masjid sebagaimana diriwayatkan di dalam hadits 'Aisyah -Radhiyallahu 'anha- bahwasanya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- mengerjakan sholat janazah di dalam masjid atas wafatnya Suhail bin Al-Baidha -Radhiyallahu 'anhu-.

Berwudhu untuk Sholat Janazah

Dipersyaratkan bagi yang ingin mengerjakan sholat janazah untuk berwudhu sebagaimana wudhu untuk sholat. Sebagaimana pendapat jumhur ulama.

Posisi Imam Ketika Berdiri di hadapan Janazah

Apabila laki-laki maka Imam berdiri di bahagian kepalanya dan apabila perempuan maka ia berdiri di tengah-tengahnya. Sebagaimana di dalam hadits Samurah bin Jundub -radhiyallahu 'anhu- beliau berkata:

"Aku telah mengerjakan sholat (janazah) di belakang Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk seorang wanita yang wafat dikarenakan nifasnya, maka beliau berdiri di tengah-tengahnya". 

Dan juga hadits Anas bin Malik -Radhiyallahu 'anhu- bahwa beliau shalat janazah untuk seorang laki-laki maka beliau berdiri di hadapan kepalanya kemudian beliau sholat janazah untuk seorang wanita maka beliau berdiri di tengah-tengahnya. Lalu seorang tabi'in bertanya kepada beliau: "Apakah demikian Rasulullah melakukannya?". Maka beliau menjawab: "Iya". (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih).

Jumlah Takbir dalam Sholat Janazah

Kebanyakan hadits yang datang dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- menyebutkan bahwa jumlahnya sebanyak empat takbir.

Hukum Takbir dalam Sholat Janazah

Al-Imam An-Nawawi menukilkan Ijma' para ulama bahwasanya sholat janazah tidak sah kecuali dengan mengucapkannya.

Mengangkat tangan ketika mengucapkan takbir

Ijma' para ulama akan disyariatkannya mengangkat tangan ketika takbir yang pertama.

Dan mereka berbeda pendapat untuk yang setelahnya, apakah mengangkat tangan atau tidak.


  • sebagian berpendapat bahwasanya hendaknya mengangkat tangan dalam setiap takbir. Telah datang perbuatan tersebut dengan sanad yang sah dari Abdullah bin 'Umar -radhiyallahu 'anhu-.


  • Sebagian yang lain berpendapat untuk tidak mengangkat tangan kecuali pada takbir yang pertama. Pendapat ini yang dipandang lebih kuat oleh Asy-Syaikh Muqbil, Asy-Syaikh Yahya bin 'Ali Al-Hajuriy, dan juga Asy-Syaikh Muhammad bin Hizam.

Karena tidak adanya dalil dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- akan mengangkat tangan dalam setiap takbir. 

Namun barangsiapa yang mengangkatnya maka hal itu tidaklah diingkari.

Membaca Al-Fatihah setelah takbir yang pertama.

Sebagaimana telah datang dari Abdullah bin 'Abbas -radhiyallahu 'anhu-_yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam "shahih"_ nya  bahwa beliau membacanya dalam sholat janazah.

Mensirrkan bacaan Al-Fatihah dan juga do'a baik bagi Imam maupun Makmum

Membaca Shalawat atas Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- setelah Takbir yang kedua.

Setelah takbir yang kedua hendaknya berselawat atas nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Abu Umamah Sahl bin Hunaif -radhiyallahu 'anhu-: "...Kemudian bersalawatlah atas Nabi,...". (HR. Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih).

Berdo'a bagi mayit setelah takbir yang ketiga.

Berdalilkan juga kepada hadits Sahl bin Hunaif -radhiyallahu 'anhu- di dalam hadits tersebut di sebutkan:
"...Kemudian mengikhlaskan do'a atas mayit...".

Hukum membaca do'a atas mayit setelah Takbir yang ketiga

Mazhab syaafi'iyyah, mazhab hanabilah dan selain mereka berpendapat wajibnya do'a atas mayit. Mereka berdalilkan dengan hadits Abu hurairah -radhiyallahu 'anhu-:

"Apabila kalian berdo'a untuk mayit maka berdo'alah untuknya dengan penuh ikhlas".

Lafadh-lafadh do'a untuk Mayit

Al-Imam An-Nawawi menyebutkan bahwasanya para ulama sepakat akan tidak adanya  ketentuan untuk do'a yang harus dibaca.

boleh mendo'akan bagi mayit dengan do'a apa saja yang mengangdung ampunan dosa, rahmat, perlindungan dari api neraka dan yang serupa dengannya. Dan sunnahnya tidak berlebih-lebihan, tidak terlalu pendek dan tidak pula terlalu panjang.

Namun yang lebih utama yaitu hendaknya berdo'a dengan do'a-do'a yang datang dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-. 

Di antaranya yaitu do'a yang datang penyebutannya di dalam hadits 'Auf bin Malik -radhiyallahu 'anhu-:

«‍ﺍللهم، ‍ﺍ‍ﻏ‍‍ﻔ‍‍ﺮ ‍ﻟ‍‍ﻪ‍ ‍ﻭ‍ﺍ‍ﺭ‍ﺣ‍‍ﻤ‍‍ﻪ‍ ‍ﻭ‍ﻋ‍‍ﺎ‍ﻓ‍‍ﻪ‍ ‍ﻭ‍ﺍ‍ﻋ‍‍ﻒ‍ ‍ﻋ‍‍ﻨ‍‍ﻪ‍, ‍ﻭ‍ﺃ‍ﻛ‍‍ﺮ‍ﻡ‍ ‍ﻧ‍‍ﺰ‍ﻟ‍‍ﻪ‍, ‍ﻭ‍ﻭ‍ﺳ‍‍ﻊ‍ ‍ﻣ‍‍دخله، ‍ﻭ‍ﺍ‍ﻏ‍‍ﺲ‍‍ﻟ‍‍ﻪ‍ ‍ﺑ‍‍ﺎ‍ﻟ‍‍ﻤ‍‍ﺎﺀ ‍ﻭ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺜ‍‍ﻠ‍‍ﺞ‍ ‍ﻭ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺒ‍‍ﺮ‍ﺩ، ﻭ‍ﻧ‍‍ﻘ‍‍ﻪ‍ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺨ‍‍ﻄ‍‍ﺎ‍ﻳ‍‍ﺎ ‍ﻛ‍‍ﻤ‍‍ﺎ ‍ﻧ‍‍ﻘ‍‍ﻴ‍‍ﺖ‍ ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺜ‍‍ﻮ‍ﺏ‍ ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺄ‍ﺑ‍‍ﻴ‍‍ﺾ‍ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺪ‍ﻧ‍‍ﺲ، ‍ﻭ‍ﺃ‍ﺑ‍‍ﺪ‍ﻟ‍‍ﻪ‍ ‍ﺩ‍ﺍ‍ﺭ‍ﺍ ‍ﺧ‍‍ﻴ‍‍ﺮ‍ﺍ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﺩ‍ﺍ‍ﺭ‍ﻩ‍، ‍ﻭ‍ﺃ‍ﻫ‍‍ﻠ‍‍ﺎ ‍ﺧ‍‍ﻴ‍‍ﺮ‍ﺍ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﺃهله ‍ﻭ‍ﺯ‍ﻭ‍ﺟ‍‍ﺎ ‍ﺧ‍‍ﻴ‍‍ﺮ‍ﺍ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﺯ‍ﻭ‍ﺟ‍‍ﻪ‍، ‍ﻭ‍ﺃدخله ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﺠ‍‍ﻨ‍‍ﺔ ‍ﻭ‍ﺃ‍ﻋ‍‍ﺬ‍ﻩ‍ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﻋ‍‍ﺬ‍ﺍ‍ﺏ‍ ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﻘ‍‍ﺒ‍‍ﺮ - ‍ﺃ‍ﻭ ‍ﻣ‍‍ﻦ‍ ‍ﻋ‍‍ﺬ‍ﺍ‍ﺏ‍ ‍ﺍ‍ﻟ‍‍ﻨ‍‍ﺎ‍ﺭ -».

Hukum Berdo'a setelah Takbir yang keempat

Berdo'a pada takbir yang keempat hukumnya tidaklah wajib. Dan ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mazhab syafi'iyyah dan juga mazhab hanabilah. 

Mengucapkan  Salam

Setelah selesai takbir yang terakhir maka hendaknya mengucapkan salam sebagaimana salam yang dilakukan dalam sholat, yaitu dua kali salam ke kanan dan ke kiri. Sebagaimana dalam hadits ibnu mas'ud -radhiyallahu 'anhu- yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan:

"tiga hal yang telah dilakukan Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- yang mana telah ditinggalkan oleh orang-orang yaitu salah satu: mengucapkan salam atas janazah sebagaimana salam di dalam sholat".   

Salam yang pertama adalah rukun sholat janazah yang tidak boleh ditinggalkan adapun salam kedua maka hukumnya mustahab. 

Selesai. 

Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin.

Sumber:

"Fathul Allam", karya Asy-syaikh Muhammad bin Hizam -hafidhahullah-.

Ditulis oleh:

Abu Ubaidillah Al-Atshiy -hafidhohullah-.

Banda Aceh, 25 sya'ban 1437.

SHOLAT PADA WAKTUNYA ...atau... SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID YG BELUM MASUK WAKTUNYA..??

SHOLAT PADA WAKTUNYA ...atau... SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID YG BELUM MASUK WAKTUNYA..??
_________


TANYA: 
manakah yang lebih dipentingkan : sholat pada waktunya ataukah sholat berjama’ah diasjid yang belum masuk waktunya..?


JAWAB:
Jawabannya dengan memohon pertolongan pada Alloh semata:

Sesungguhnya Alloh ta’ala elah menetapkan waktu-waktu untuk sholat. Alloh berfirman:
{إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا} [النساء: 103]
“Sesungguhnya sholat itu wajib atas kaum Mukminin sebagai ketetapan yang waktunya itu telah ditentukan.”

Dan waktu sholat itu telah ditentukan batas awalnya dan batas akhirnya. Maka barangsiapa melanggar itu maka dia telah berdosa dan bahkan tidak sah sholatnya.
Alloh ta’ala berfirman:
{وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [البقرة: 229]
“Dan barangsiapa melampaui batasan-batasan Alloh, maka mereka itulah orang-orang yang zholim.”

Al Imam Asy Syafi’iy rohimahulloh berkata: “Orang yang sholat wajib sebelum waktunya, dan orang yang puasa Romadhon sebelum adanya hilal, satupun dari ibadahnya tadi tidak sah, kecuali di waktunya, karena amalan tadi adalah amalan badan. Dan amalan yang wajib untuk dikerjakan badan, dia itu tidak sah kecuali di waktunya.” (“Al Umm”/2/hal. 121).

Al Imam Ibnu Qudamah rohimahulloh berkata: “Dan kami telah menyebutkan waktu-waktu sholat-sholat wajib. Dan sholat sebelum waktunya itu tidak sah, tanpa ada perselisihan di kalangan ulama.” (“Al Kafi Fi Fiqh Ibni Hanbal”/1/hal. 238).

Ibnu Hazm rohimahulloh berkata: “Maka sesungguhnya Alloh ta’ala telah menjadikan untuk setiap sholat wajib itu waktu yang telah dibatasi kedua ujungnya, masuk di waktu yang telah dibatasi, dan batal di waktu yang telah dibatasi. Maka tidak ada perbedaan antara orang yang mengerjakan sholat tadi sebelum waktunya dengan orang yang mengerjakan sholatnya setelah usai waktunya, karena kedua-dua sholat di bukan waktunya. Dan bukanlah yang ini sebagai qiyas terhadap yang lainnya, akan tetapi kedua-duanya itu sama-sama melampaui batasan-batasan Alloh. 
Dan Alloh ta’ala berfirman:
{وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقد ظلم نفسه} [البقرة: 229]
“Dan barangsiapa melampaui batasan-batasan Alloh, maka sungguh dia itu telah menzholimi dirinya sendiri.”
(selesai dari “Al Muhalla”/1/hal. 189).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata: “Dan maksudku adalah: bahwasanya Alloh itu tidak membolehkan bagi satu orangpun untuk mengakhirkan sholat dari waktunya sama sekali, sebagaimana Dia tidak membolehkan baginya untuk mengerjakannya sebelum datang waktunya sama sekali.” (“Majmu’ul Fatawa”/24/hal. 57).

Dan masih banyak fatwa para imam dalam masalah ini, dan –dengan pertolongan dan taqdir Alloh semata- sudah terkumpul setahun yang lalu, dalam risalah khusus sebagai jawaban atas permintaan dari seorang khothib ‘Aden.

Maka jika kita memang tahu pasti bahwasanya sholat yang dilakukan suatu jama’ah itu belum masuk waktunya, maka sholat tadi tidak sah, dan kita tidak boleh menjadi makmum dari imam yang memulai sholatnya itu sebelum masuk waktunya.

Sholat jama’ah adalah wajib, tapi barangsiapa tidak mendapati satupun dari muslimin di wilayah itu sholat pada waktunya, maka kesalahan ditanggung oleh orang yang menyepelekan ilmu syari’at dan tidak teliti dalam menjalankan kewajiban dari Alloh ta’ala.
والله تعالى أعلم بالصواب
والحمد لله رب العالمين.


✍🏼 dijawab oleh ustadz Abu Fayruz 'Abdurrohman kudus hafidzohulloh di ghurbatussunnah.

_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_

_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_                بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَن...