SHOLAT JANAZAH DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA
Hukum Sholat Janazah
Sholat janazah disyariatkan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dan hukumnya adalah fardhu kifayah yang mana apabila sebagian telah mengerjakannya maka gugurlah kewajibannya atas sebagian yang lain. Dan Al-Imam An-Nawawi telah menukilkan ijma' para ulama atas wajibnya sholat janazah.
Tempat dilaksanakannya Sholat Janazah
Sholat janazah lebih utama dikerjakan di luar masjid di lapangan khusus di samping tempat penguburan jika dimudahkan atau di tempat yang lain. Karena kebanyakan sholat janazah yang dikerjakan Rasulullah _-shallallahu 'alaihi wa sallam-_yaitu di luar masjid.
Di antaranya yaitu hadits Abu Hurairah -Radhiyallah 'anhu-_akan sholatnya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-_ ketika meninggalnya Najasyi maka beliau keluar dan mengerjakannya di lapangan sholat. (Muttafaqun 'alaihi)
Dan juga hadits ibnu Umar -Radhiyallahu 'anhu- ketika beliau menjatuhkan hukuman rajam kepada seorang yahudi yang telah berzina maka beliau merajamnya dekat dengan tempat di mana biasanya didirikan sholat jenazah yaitu di sekitar masjid. (HR. Bukhari).
Dan diperbolehkan juga untuk dikerjakan di dalam masjid sebagaimana diriwayatkan di dalam hadits 'Aisyah -Radhiyallahu 'anha- bahwasanya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- mengerjakan sholat janazah di dalam masjid atas wafatnya Suhail bin Al-Baidha -Radhiyallahu 'anhu-.
Berwudhu untuk Sholat Janazah
Dipersyaratkan bagi yang ingin mengerjakan sholat janazah untuk berwudhu sebagaimana wudhu untuk sholat. Sebagaimana pendapat jumhur ulama.
Posisi Imam Ketika Berdiri di hadapan Janazah
Apabila laki-laki maka Imam berdiri di bahagian kepalanya dan apabila perempuan maka ia berdiri di tengah-tengahnya. Sebagaimana di dalam hadits Samurah bin Jundub -radhiyallahu 'anhu- beliau berkata:
"Aku telah mengerjakan sholat (janazah) di belakang Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk seorang wanita yang wafat dikarenakan nifasnya, maka beliau berdiri di tengah-tengahnya".
Dan juga hadits Anas bin Malik -Radhiyallahu 'anhu- bahwa beliau shalat janazah untuk seorang laki-laki maka beliau berdiri di hadapan kepalanya kemudian beliau sholat janazah untuk seorang wanita maka beliau berdiri di tengah-tengahnya. Lalu seorang tabi'in bertanya kepada beliau: "Apakah demikian Rasulullah melakukannya?". Maka beliau menjawab: "Iya". (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Jumlah Takbir dalam Sholat Janazah
Kebanyakan hadits yang datang dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- menyebutkan bahwa jumlahnya sebanyak empat takbir.
Hukum Takbir dalam Sholat Janazah
Al-Imam An-Nawawi menukilkan Ijma' para ulama bahwasanya sholat janazah tidak sah kecuali dengan mengucapkannya.
Mengangkat tangan ketika mengucapkan takbir
Ijma' para ulama akan disyariatkannya mengangkat tangan ketika takbir yang pertama.
Dan mereka berbeda pendapat untuk yang setelahnya, apakah mengangkat tangan atau tidak.
- sebagian berpendapat bahwasanya hendaknya mengangkat tangan dalam setiap takbir. Telah datang perbuatan tersebut dengan sanad yang sah dari Abdullah bin 'Umar -radhiyallahu 'anhu-.
- Sebagian yang lain berpendapat untuk tidak mengangkat tangan kecuali pada takbir yang pertama. Pendapat ini yang dipandang lebih kuat oleh Asy-Syaikh Muqbil, Asy-Syaikh Yahya bin 'Ali Al-Hajuriy, dan juga Asy-Syaikh Muhammad bin Hizam.
Karena tidak adanya dalil dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- akan mengangkat tangan dalam setiap takbir.
Namun barangsiapa yang mengangkatnya maka hal itu tidaklah diingkari.
Membaca Al-Fatihah setelah takbir yang pertama.
Sebagaimana telah datang dari Abdullah bin 'Abbas -radhiyallahu 'anhu-_yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam "shahih"_ nya bahwa beliau membacanya dalam sholat janazah.
Mensirrkan bacaan Al-Fatihah dan juga do'a baik bagi Imam maupun Makmum
Membaca Shalawat atas Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- setelah Takbir yang kedua.
Setelah takbir yang kedua hendaknya berselawat atas nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Abu Umamah Sahl bin Hunaif -radhiyallahu 'anhu-: "...Kemudian bersalawatlah atas Nabi,...". (HR. Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih).
Berdo'a bagi mayit setelah takbir yang ketiga.
Berdalilkan juga kepada hadits Sahl bin Hunaif -radhiyallahu 'anhu- di dalam hadits tersebut di sebutkan:
"...Kemudian mengikhlaskan do'a atas mayit...".
Hukum membaca do'a atas mayit setelah Takbir yang ketiga
Mazhab syaafi'iyyah, mazhab hanabilah dan selain mereka berpendapat wajibnya do'a atas mayit. Mereka berdalilkan dengan hadits Abu hurairah -radhiyallahu 'anhu-:
"Apabila kalian berdo'a untuk mayit maka berdo'alah untuknya dengan penuh ikhlas".
Lafadh-lafadh do'a untuk Mayit
Al-Imam An-Nawawi menyebutkan bahwasanya para ulama sepakat akan tidak adanya ketentuan untuk do'a yang harus dibaca.
boleh mendo'akan bagi mayit dengan do'a apa saja yang mengangdung ampunan dosa, rahmat, perlindungan dari api neraka dan yang serupa dengannya. Dan sunnahnya tidak berlebih-lebihan, tidak terlalu pendek dan tidak pula terlalu panjang.
Namun yang lebih utama yaitu hendaknya berdo'a dengan do'a-do'a yang datang dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-.
Di antaranya yaitu do'a yang datang penyebutannya di dalam hadits 'Auf bin Malik -radhiyallahu 'anhu-:
«ﺍللهم، ﺍﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻭﺍﺭﺣﻤﻪ ﻭﻋﺎﻓﻪ ﻭﺍﻋﻒ ﻋﻨﻪ, ﻭﺃﻛﺮﻡ ﻧﺰﻟﻪ, ﻭﻭﺳﻊ ﻣدخله، ﻭﺍﻏﺲﻟﻪ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﺜﻠﺞ ﻭﺍﻟﺒﺮﺩ، ﻭﻧﻘﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﻳﺎ ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻴﺖ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﺍﻟﺄﺑﻴﺾ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﺲ، ﻭﺃﺑﺪﻟﻪ ﺩﺍﺭﺍ ﺧﻴﺮﺍ ﻣﻦ ﺩﺍﺭﻩ، ﻭﺃﻫﻠﺎ ﺧﻴﺮﺍ ﻣﻦ ﺃهله ﻭﺯﻭﺟﺎ ﺧﻴﺮﺍ ﻣﻦ ﺯﻭﺟﻪ، ﻭﺃدخله ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺃﻋﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﺬﺍﺏ ﺍﻟﻘﺒﺮ - ﺃﻭ ﻣﻦ ﻋﺬﺍﺏ ﺍﻟﻨﺎﺭ -».
Hukum Berdo'a setelah Takbir yang keempat
Berdo'a pada takbir yang keempat hukumnya tidaklah wajib. Dan ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mazhab syafi'iyyah dan juga mazhab hanabilah.
Mengucapkan Salam
Setelah selesai takbir yang terakhir maka hendaknya mengucapkan salam sebagaimana salam yang dilakukan dalam sholat, yaitu dua kali salam ke kanan dan ke kiri. Sebagaimana dalam hadits ibnu mas'ud -radhiyallahu 'anhu- yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan:
"tiga hal yang telah dilakukan Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- yang mana telah ditinggalkan oleh orang-orang yaitu salah satu: mengucapkan salam atas janazah sebagaimana salam di dalam sholat".
Salam yang pertama adalah rukun sholat janazah yang tidak boleh ditinggalkan adapun salam kedua maka hukumnya mustahab.
Selesai.
Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin.
Sumber:
"Fathul Allam", karya Asy-syaikh Muhammad bin Hizam -hafidhahullah-.
Ditulis oleh:
Abu Ubaidillah Al-Atshiy -hafidhohullah-.
Banda Aceh, 25 sya'ban 1437.