ZAKAT FITHROH


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

SILSILAH ‘IEDUL FITHRI


ZAKAT FITHROH

1       Asal penamaan zakat fithroh.

Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:
«وَأُضِيْفَتْ هَذِهِ الزَّكَاةُ إِلَى الفِطْرِ لِأَنَّهَا تَجِبُ بِالفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ»

“Disandarkan (kalimat) zakat kepada fithr karena (hal tersebut) wajib dengan sebab fithr (berbuka) setelah Romadhon.” [lihat “Mughni” (2/646)]

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«المَقْصُودُ بِزَكَاةِ الفِطْرِ : صَاعٌ مِنْ طَعَامٍ ، يُخْرِجُهُ الإِنْسَانُ عِندَ انْتِهَاءِ رَمَضَانَ».

“Yang dimaksud dengan zakat fithroh adalah satu sho’ makanan yang dikeluarkan seorang insan ketika selesai dari Romadhon.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.238)]

2       Awal mula diwajibkan zakat fithroh.

Asy-Syaikh ‘Abdulloh Alu Bassam rohimahulloh berkata:
«فُرِضَتْ فِي السَّنَةِ الَّتِي فُرِضَ فِيْهَا صِيَامُ رَمَضَانَ، وَهِيَ السَّنَةُ الثَّانِيَةُ لِلْهِجْرَةِ»

“Diwajibkan pada tahun yang padanya diwajibkan puasa Romadhon, yang itu adalah tahun kedua dari hijroh.” [lihat “Nailul Maarib” (2/389)]




3       Wajibnya zakat fithroh. Alloh ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan dia ingat nama Robbnya, lalu Dia (menegakkan) sholat.” [QS. Al-A’la:14-15]

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ .

Dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma berkata: “Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri satu sho' dari kurma atau sho' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied) ". [HR. Al-Bukhori (no.1511) Muslim (no.984)]

Al-Baihaqi rohimahulloh mengatakan:
«وَقَدْ أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى وُجُوبِ صَدَقَة الفِطْرِ».

“Para ‘Ulama telah sepakat atas wajibnya shodaqoh fithroh.” [dinukil dari “Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab” (6/104)]

4       Hikmah dari zakat fitrah

 ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻟَ ﻔَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻂْﺮِ ﻃُﻬْﺮَﺓً ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻐْﻮِ ﻭَﺍﻟﺮَّﻓَﺚِ ﻭَﻃُﻌْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ

Dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Rosululloh shollAllohu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah.” [HR. Abu Dawud (no.1069) dengan sanad hasan]

Asy-Syaikh Al-Bassam rohimahulloh:
«فَهِيَ تَرْفَعُ خَلَلُ الصِّيَامِ، وَهَكَذَا كُلُّ عِبَادَةٍ تَتَعَلَّقُ بِعِبَادَةٍ أُخْرَى، فَإِنَّهَا تَكُونُ مُكَمِّلَةٌ لَهَا، وَمُتَمِّمَةٌ لِمَا نَقَصَ مِنْهَا»

"Zakat fitrah (itu) melengkapi kekurangan amalan puasa, begitu juga setiap ibadah yang berkaitan dengan ibadah lainnya, akan melengkapi serta menambahi apa yang kurang dari ibadah tersebut." [lihat "Nailul Maarib" (2/389)]

5       Orang-orang yang diwajibkan baginya untuk mengeluarkan zakat fithroh.

Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:
«زَكَاةُ الفِطْرِ تَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مَعَ الصَّغِيْرِ وَالكَبِيْرِ وَالذُّكُورِيَّةِ وَالاُنُوثِيَّةِ فِي قَولِ أَهْلِ العِلْمِ عَامَّةٌ وَتَجِبُ عَلَى اليَتِيْمِ وَيَخْرُجُ عَنْهُ وَلِيُّهُ مِنْ مَالِهِ لَا نَعْلَمُ أَحَدًا خَالَف فِي هَذَا إِلَّا مُحَمَّدُ بْنِ الحَسَن».

“Zakat fithroh wajib bagi setiap muslim dalam keadaan ia kecil atau besar, lelaki atau perempuan sebagaimana dalam pendapat kebanyakan Ahlul ‘ilmi. Dan wajib juga bagi anak Yatim, zakatnya dikeluarkan walinya dari hartanya, (maka ini) kami tidaklah mengetahui padanya perselisihan kecuali Muhammad bin Hasan.” [lihat “Al-Mughni”]

6       Sebab diwajibkannya zakat fithroh.

«وَسَبَبُهَا إِظْهَارُ شُكْرِ نِعْمَةِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى العَبْدِ بِالفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ وَإِكْمَالِهِ ، وَلِهَذَا سُمِّيَتْ صَدَقَةُ الفِطْرِ أَوْ زَكَاةُ الفِطْرِ لِأَنَّهَا تُنْسَبُ إِلَيهِ وَهَذَا سَبَبُهَا الشَّرْعِي ، أَمَّا سَبَبُهَا الوَضْعِي ، فَهُوَ أَنَّهُ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مِنْ لَيْلَةِ العِيْدِ وَجَبَتْ ، فَلَو وُلِدَ لِلإِنْسَانِ وَلَدٌ بَعْدَ مَغِيْبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ العِيْدِ لَمْ تَلْزَمُهُ فِطْرَتُهُ ، وَإِنَّمَا تُسْتَحَبُّ ، وَلَو مَاتَ الإِنْسَانُ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ العِيْدِ لَمْ تَجِبْ فِطْرَتُهُ أَيضًا ؛ لِأَنَّهُ مَاتَ قَبْلَ وُجُودِ سَبَبِ الوُجُوبِ»

“Sebab zakat fithroh adalah menampakkan rasa syukur nikmat Alloh atas hambanya dengan fithr (berbuka) dari romadhon serta menyempurnakannya, oleh karena itu dinamakan dengan shodaqoh fithr atau zakat fithr, karena dinisbatkan kepada hal tersebut dan ini adalah sebab syar’inya.

Adapun sebab wadh’I (berkaitan dengan waktu), adalah apabila terbenam matahari pada malam ‘ied maka telah diwajibkan (baginya zakat fithroh). Maka kalau seandainya ada seorang yang baru saja mempunyai anak sebelum terbenamnya matahari pada malam ‘Ied maka dia tidaklah diwajibkan baginya (zakat) fithroh, akan tetapi hanya mustahab. Dan kalau seandainya ada seseorang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari malam ‘Ied, maka tidaklah wajib baginya untuk (menunaikan) zakat fithrohnya, karena ia meninggal sebelum terjadi sebab pengwajiban.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.211)]

7       Kadar wajib dalam zakat fithroh.

Abul Faroj Ad-Darimi al-Bandaniijii mengatakan:
أَنَّ الْوَاجِبَ إِخْرَاجُ صَاعٍ مُعَايَرٍ بِالصَّاعِ الَّذِي كَانَ يُخْرَجُ بِهِ زَمَنَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ الصَّاعُ مَوْجُودٌ ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْهُ وَجَبَ عَلَيْهِ الاِسْتِظْهَارُ بِأَنْ يُخْرِجَ مَا يَتَيَقَّنُ أَنَّهُ لاَ يُنْقِصُهُ عَنْهُ

“Yang wajib adalah mengeluarkan satu sho’ (pada zakat) yang ditentukan dengan sho yang dengannya dikeluarkan pada zaman Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, dan itu adalah sho’ yang terdapat sekarang ini. Dan barang siapa yang tidak mendapati sho’ (seperti itu), maka wajib baginya untuk menampakkan apa-apa yang dikeluarkan (zakatnya) dari apa yang ia yakin padanya serta tidak mengurangi dari (kadar wajib).” [lihat “Al-Qowanin Al-Fiqhiyyah” (hal.76) dll] 
Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
«وَالصَّاعُ أَرْبَعَةُ امْدَادٍ بِمَدِّ النَّبِيِّ».

“Sho’ adalah 4 mud dengan mudnya Nabi.” [lihat “Majmu’ Fatawa” (25/23)]

Ad-Dawudi rohimahulloh mengatakan:
«مِعْيَارُهُ لاَ يَخْتَلِفُ أَرْبَعُ حَفَنَاتٍ بِكَفَّيِ الرَّجُل الَّذِي لَيْسَ بِعَظِيمِ الْكَفَّيْنِ وَلاَ صَغِيرِهَا . وَقِيل : هُوَ إِنَاءٌ يُشْرَبُ فِيهِ»

“Ukurannya tidaklah jauh berbeda dari 4 cakupan dengan dua telapak tangan seorang yang tidaklah besar kedua telapak tangannya dan tidak pula kecil. Ada yang mengatakan: itu adalah bejana yang dibuat minum.” [lihat “Qomus Al-Muhith” dll]


⚠TANBIH PERTAMA👇:
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
فَالمُهِمُّ أَنَّنَا إِذَا قَدَّرْنَا زَكَاةَ الفِطْرِ بِالكِيْلُو فَلَيْسَ مَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ التَّقْدِيْرَ عَامٌ فِي كُلِّ شَيءٍ، لِأَنَّ العِبْرَةَ بِالكَيْلِ الحَجْمِ دُوْنَ الوَزْنِ»

“Almuhim bahwa kami apabila menentukan zakat fithroh dengan kilo, maka bukanlah maknanya hal tersebut itu adalah penentuan pada segala sesuatu, karena tolak ukurnya adalah timbangan jumlah bukan berat timbangan.” [lihat “Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin” (18/189)]

⚠TANBIH KEDUA👇:
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«لاَ يُمْكِنُ أَنْ يُقَدِّرَ النَّاسُ الفِطْرَةَ بِوَزْنٍ مُعَيَّنٍ فِي كُلِّ الطَّعَامِ، وَلَوْ فَعَلْنَا ذَلِكَ لَكُنَّا مُخْطِئِيْنَ».

“Tidak mungkin kita tentukan (zakat) fithroh orang-orang dengan ukuran berat tertentu pada setiap makanan, kalau kita lakukan hal tersebut maka sungguh kita telah salah.” [lihat “Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin” (18/189)]

8       Boleh bagi kepala keluarga untuk membayarkan zakat keluarganya.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«إِذَا أَرَادَ قَيِّمُ العَائِلَةِ أَنْ يَخْرُجَ الزَّكَاةَ عَنْ عَائِلَتِهِ فَلَا حَرَجَ فِي ذَلِكَ. فَإِذَا كاَنَ هَذَا الرَّجُلُ لَهُ أَبٌ يُنْفِقُ عَلَيهِ، يَرْغَبُ فِي الزَّكَاةِ عَنْهُ أَي عَنْ ابْنِه فَلَا حَرجَ فِي ذَلِكَ وَلاَ بَأْسَ بِهِ».

“Apabila orang yang mengurusi keluarga hendak mengeluarkan zakat keluarganya, maka tidaklah mengapa hal tersebut. Dan apabila seorang tersebut mempunyai bapak yang memberikan infaq kepadanya, serta berkeinginan untuk mengeluarkan zakat untuknya -yakni kepada anaknya- maka tidaklah ada dosa padanya dan tidaklah mengapa hal tersebut.” [lihat “Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin” (18/261)]

9       Tidak ada zakat fithroh bagi orang kafir.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ .

Dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma berkata: “Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri satu sho' dari kurma atau sho' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied) ". [HR. Al-Bukhori (no.1511) Muslim (no.984)]

Al-Hafidz rohimahulloh mengatakan:
«وَاسْتَدَلَّ بِهَذِهِ الزِّيَادَةِ عَلَى اشْتِرَاطِ الإِسْلاَمِ فِي وُجُوبِ زَكَاةِ الفِطْرِ وَمُقْتَضَاهُ أَنَّهَا لاَ تَجِبُ عَلَى الكَافِرِ عَنْ نَفْسِهِ وَهُوَ أَمْرٌ مُتَّفَقٌ عَلَيهِ».

“Telah berdalil dengan lafadz tambahan (minal muslimin) tersebut tentang disyaratkannya Islam tentang wajibnya zakat atas orang kafir bagi dirinya dan itu adalah perkara yang telah disepakati.”  [lihat “Fathul Bari” (3/370)]

10     Tidak ada zakat bagi janin.

Ibnul Mundzir rohimahulloh mengatakan:
«وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنْ لاَ زَكَاةَ عَلَى الجَنِيْنِ فِي بَطْنِ أُمِّهِ، وَانْفَرَدَ ابْنُ حَنْبَل: فَكَانَ يُحِبُّهُ وَلاَ يُوجِبُهُ».

“Mereka bersepakat tentang tidak adanya zakat bagi janin yang (masih) di dalam perut ibunya, telah menyendiri Ibnu Hanbal: Ia menyukainya dan tidaklah mewajibkannya.” [lihat “Al-Ijma’” (hal.6)]

11     Tidak ada zakat bagi orang yang tidak punya apa-apa sama sekali.

Ibnul Mundzir rohimahulloh mengatakan:
«وَأَجْمَعُ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ عَلَى أَنْ لاَ شَيءَ لَهُ فَلَا فِطْرَةَ عَلَيهِ».

“Telah bersepakat orang-orang yang kita ketahui dari Ahlu ‘ilmi bahwa tidak ada zakat bagi orang yang tidak mempunyai apa-apa sama sekali.” [lihat “Al-Isyroof” (3/74)]

Syaikh Zayid Al-Wushobi waffaqohulloh mengatakan:
«زَكَاةُ الفِطْرِ تَجِبُ عَلَى مَنْ مَلَكَ فَاضِلًا عَنْ قُوتِهِ، وَقُوتِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ يَوْمَ العِيْدِ وَلَيْلَتِهِ، وَهُوَ قَولُ جُمْهُوْر أَهْلِ العِلْمِ».

“Zakat fithroh wajib bagi siapa saja yang memiliki kelebihan dari makan pokoknya, dan dari makanan pokok orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya pada hari ‘ied dan malamnya, dan ini adalah pendapat Jumhur Ahlul ‘Ilmi.” [lihat “Miskul Khitam” (2/387)] 

12     Wajib menyerahkan zakat fithroh ketika munculnya fajr pada hari ‘Ied.

Dari Ibnu ‘Umar rodhiyaAllohu anhuma mengatakan:
وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

“Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied).” [HR. Al-Bukhori (no.1511) Muslim (no.984)]

13     Dibolehkan mendahulukan dalam mengeluarkan zakat fithroh dua atau sehari sebelum ‘Ied.

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ .
“Dahulu ‘Ibnu ‘Umar rodhiyaAllohu anhuma memberikan kepada siapa saja yang menerimanya dan mereka menyerahkan sebelum (Ied) fithri sehari atau dua hari sebelumnya.” [HR. Al-Bukhori (no.1511)]

Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:
«وَهَذَا اِشَارَةٌ إِلَى جَمِيْعِهِمْ فَيَكُونُ إِجْمَاعًا وَلِأَنَّ تَعْجِيلَهَا بِهَذَا القَدْرِ لاَ يَخِلُّ بِالمَقْصُودِ مِنْهَا فَاِنَّ الظَّاهِرَ أَنَّهَا تَبْقَى أَوْ بَعْضَهَا إِلَى يَومِ العِيْدِ فَيَسْتَغْنِى بِهَا عَنِ الطَّوَافِ وَالطَّلَبِ فِيهِ».

“Ini adalah isyarat untuk keseluruhan mereka, maka ini menjadi ijma’ karena mendahulukannya dengan kadar (waktu) seperti itu tidaklah mengurangi maksud tujuan darinya. Karena dzohirnya tetap ada atau sebagiannya pada hari ‘Ied, yang dengannya dicukupkan dari dari berkeliling dan mencari pada perkara tersebut.” [lihat “Al-Mughni” (3/68)]

14     Tidak boleh mengakhirkan mengeluarkan zakat fithroh setelah sholat ‘Ied.

ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻟَ :ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ

Dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah.” [HR. Abu Dawud (no.1069) dengan sanad hasan].

15     Hal-hal yang diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat fithroh.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيب

Dari Abu Sa’id Al-Khudarii rodhiyaAllohu anhu mengatakan: kami dahulu mengeluarkan zakat fithroh satu sho’ dari makanan, atau satu sho’ dari sya’iir (gandum) atau satu sho’ dari kurma atau satu sho’ dari Aqith (susu kering) atau satu sho’ dari kismis. [HR. Al-Bukhori (no.1506) Muslim (no.980)]

Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
«يُجْزِئُهُ فِي الفِطْرَةِ مِنْ قُوتِ بَلَدِهِ مِثْل الأَرُز وَغَيْرِهِ وَلَو قَدَرَ عَلَى الأَصْنَافِ المَذْكُورَةِ فِي الحَدِيْثِ وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ وَقَولِ أَكْثَرِ العُلَمَاءِ».

“Dibolehkan baginya ketika berzakat fithroh dari makanan pokok negerinya seperti nasi dan selainnya walaupun ia mampu untuk berzakat dengan macam-macam yang (telah) disebuntukan dalam hadits, dan ini adalah salah satu riwayat dari Ahmad dan kebanyakan para ‘Ulama.” [lihat “Al-Ikhtiyaroot” (hal.455)]

16     Zakat fithroh diperuntukkan untuk orang miskin.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh ditanya tentang: “Kepada siapakah zakat fithroh ini diserahkan?”

jawaban beliau:
لَيْسَ لَهَا إِلاَّ مَصْرَفٌ وَاحِدٌ فَقَطْ وَهُمُ الفُقَرَاءُ ، كَمَا فِي حَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ ، طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَفَثِ وَطُعْمَةً لِلمَسَاكِينَ.

“Tidaklah diberikan kecuali kepada satu penyaluran saja; yaitu para fuqoro’, sebagaimana hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyaAllohu anhuma beliau mengatakan: Rosululloh telah mewajibkan zakat fithroh, untuk membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan perbuatan keji dan memberi makan kepada orang-orang miskin.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.213)]

17     Hukum menyalurkan zakat fithroh di tempat lain.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«نَقْلُ صَدَقَةِ الفِطْرِ إِلَى بِلاَدٍ غَيرِ بِلاَدِ الرَّجُلِ الَّذِي أَخْرَجَهَا إِنْ كَانَ لِحَاجَةٍ بِأَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ أَحَدٌ مِنَ الفُقَرَاءِ ، فَلاَ بَأْسَ بِهِ ، وَإِنْ كَانَ لِغَيرِ حَاجَةٍ بِأَنْ وُجِدَ فِي البَلَدِ مَنْ يَتَقَبَّلُهَا فَإِنَّهُ لاَ يَجُوزُ».

“Memindahkan shodaqoh fithr ke negeri selain negeri seorang tersebut yang mengeluarkannya, apabila ada kebutuhan yang disitu tidak ada seorang pun dari fuqoro’ maka tidaklah mengapa. Dan apabila tanpa ada kebutuhan yang kondisi disitu terdapati padanya orang yang menerimanya, maka yang seperti itu tidak boleh.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.239)]

18     Zakatnya karyawan adalah tanggungannya sendiri.

Asy-Syaikh Ibnu Baz rohimahulloh mengatakan:
يَجِبُ عَلَى المُسْلِمِ إِخْرَاجُهَا عَنْ نَفْسِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ : مِنْ أَوْلاَدِهِ ، وَزَوْجَاتِ ، وَمَمَالِيْكِهِ ، إِذَا فُضِلَت عَن قُوتِهِ وَقُوتِهِمْ يَوْمِهِ وَلَيلَتِهِ .أَمَّا الخَادِمُ المُسْتَأْجِرُ فَزَكَاتُهُ عَلَى نَفْسِهِ إِلَّا أَنْ يَتَبَرَّعَ بِهَا المُسْتَأْجِرُ أَوْ تَشْتَرِطُ عَلَيهِ أَمَّا الخَادِمُ المَمْلُوكُ فَزَكَاتُهُ عَلَى سَيِّدِهِ»

“Wajib bagi seorang muslim untuk mengeluarkannya untuk dirinya dan keluarganya; dari anak-anak, istri-istri, budak-budaknya, apabila (ia) mempunyai kelebihan bahan pokok untuknya dan bahan pokok mereka pada sehari semalamnya. Adapun karyawan, maka zakatnya adalah menjadi tangggungannya sendiri kecuali kalau ada seorang yang menyumbang untuk zakat fithroh dari orang yang memerkerjakannya atau ia menyaratkan kepadanya. Adapun seorang budak pembantu, maka zakatnya adalah tanggungan tuannya.” [lihat “Tuhfatul Ikhwan” (hal.197)]

22     Tidak boleh menyerahkan zakat fithroh dengan uang, pakaian dll.

Allamah Ibnu Baz rahimahullah mengatakan:
«وَلاَ يَجُوزُ إِخْرَاجُ القِيْمَةِ عِنْدَ جُمْهُورِ أَهْلِ العِلْمِ وَهُوَ أَصَحُّ دَلِيْلًا، بَل الوَاجِبُ إِخْرَاجُهَا مِنَ الطَّعَامِ كَمَا فَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِذَلِكَ قَالَ جُمْهُورُ الأُمَّةِ».
“Tidak boleh mengeluarkan zakat dengan (uang) senilai makanan tersebut, menurut pendapat Jumhur Ahli Ilmi,  dan ini lebih benar dari sisi dalil. Bahkan wajib (baginya) untuk mengeluarkan dengan bentuk makanan,  sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallahu alaihi wa sallam maka oleh karena itu, ini adalah pendapat jumhur ummat ini.  [lihat "Majmu Fatawa Ibnu Baz" (14/202)]



Faedaj dari ust.fuad hasan ngawi

LAILATUL QODARI


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

SILSILAH MAJLIS ROMADHON


LAILATUL QODARI

1       Asal muasal penamaan Lailatul Qodari ?

Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ هِيَ لَيْلَةٌ شَرِيفَةٌ مُبَارَكَةٌ مُعَظَّمَةٌ مُفَضَّلَةٌ ثُمَّ قَال : وَقِيل : إِنَّمَا سُمِّيَتْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لأَِنَّهُ يُقَدَّرُ فِيهَا مَا يَكُونُ فِي تِلْكَ السَّنَةِ مِنْ خَيْرٍ وَمُصِيبَةٍ ، وَرِزْقٍ وَبَرَكَةٍ

“Lailatul qodari adalah malam mulia, penuh berkah, diagungkan dan dilebihkan dari yang lain.” Kemudian beliau melanjuntukan: “Ada yang mengatakan: dinamakan lailatul qodari karena pada malam itu ditetapkan apa yang akan terjadi pada tahun tersebut dari perkara baik maupun buruk, dari rizqi dan berkah"
[lihat📙“Al-Mughni” (3/178)]

As-Sindi rohimahulloh mengatakan:
بِفَتْحِ القَافِ وَإِسْكَانِ الدَّالِ سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِعِظَمِ قَدْرِهَا أَيُّ ذَاتِ القَدْرِ العَظِيْمِ لِنُزُولِ القُرْآنِ فِيْهَا ، وَوَصْفُهَا بِأَنَّهَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ أَوْ لِمَا يَحْصُلُ لِمُحْيِيْهَا بِالعِبَادَةِ مِنَ القَدْرِ الجَسِيْمِ أَوْ لِأَنَّ الأَشْيَاءَ تُقَدَّرُ فِيْهَا ، وَتَقْضِي لِقَولِهِ تَعَالَى : {فِيْهَا يُفْرَقُ كُلِّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ} وَتَقْدِيْرُ اللهِ تَعَالَى سَابِقٌ فَهِيَ لَيْلَةُ إِظْهَارِ اللهِ تَعالَى ذَلكَ التَّقْدِيْر لِلْمَلاَئِكَةِ.
“Dengan menfathahkan qof dan mensukunkan dal, dinamakan dengan hal tersebut karena agungnya kadar malam tersebut yakni mempunyai kedudukan yang agung karena turunnya Al-Qur’an pada malam tersebut dan karena penyifatannya dengan malam yang lebih baik dari 1000 malam, atau (karena) apa yang terjadi dari menghidupkan malam tersebut dengan ibadah dari kadar yang banyak, atau karena sesuatu ditaqdirkan pada waktu itu, dan yang menguatkan hal itu adalah firman Alloh ta’ala:

 {فِيْهَا يُفْرَقُ كُلِّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ}
“Pada malam itu dijelaskan segala perkara yang penuh hikmah."

Dan pentaqdiran Alloh telah mendahului, maka itu adalah malam yang Alloh menampakkan taqdir tersebut kepada para Malaikat”  [lihat📗“Hasyiyah As-Sindi” (1/263)]

2       Keutamaan lailatul Qodari.

✅ PERTAMA👇:
Amal sholih pada malam itu lebih baik daripada amal sholih selama 1000 bulan yang tidak ada padanya lailtul qodari.

Alloh ta’ala berfirman

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْر

“Lailatul qodari lebih baik daripada 1000 bulan.”  [📌QS. Al-Qodari]

✅ KEDUA👇:
Malam yang penuh berkah.

Alloh ta’ala berfirman:

{فِيْهَا يُفْرَقُ كُلِّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ}

“Pada malam itu dijelaskan segala perkara yang penuh hikmah.”

✅ KETIGA👇:
Turunnya Malaikat pada malam itu dengan membawa rohmat.

Alloh ta’ala berfirman:

تَنَزَّل الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُل أَمْرٍ

“Malaikat dan Ruh (Malaikat Jibril) turun pada (malam) itu dengan seidzin Robb mereka untuk mengatur segala urusan.”  [📌QS. Al-Qodari:4]

Al-Qurthubi rohimahulloh mengatakan:

أَيْ تَهْبِطُ مِنْ كُل سَمَاءٍ وَمِنْ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى فَيَنْزِلُونَ إِلَى الأَْرْضِ وَيُؤَمِّنُونَ عَلَى دُعَاءِ النَّاسِ إِلَى وَقْتِ طُلُوعِ الْفَجْرِ ، وَتَنْزِل الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ بِالرَّحْمَةِ بِأَمْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَبِكُل أَمْرٍ قَدَّرَهُ اللَّهُ وَقَضَاهُ فِي تِلْكَ السَّنَةِ إِلَى قَابِلٍ

“Yakni turun dari setiap langit dan dari Sidariotul Muntaha menuju Bumi dan mengaminkan do’a manusia sampai waktu Fajr. Malaikat dan Ruh (Malaikat Jibril) pada lailatul qodari dengan membawa rohmat dan dengan membawa segala urusan yang telah Alloh taqdirkan dan tetapkan pada tahun tersebut sampai yang akan datang.”

✅ KEEMPAT👇:
Lailatul Qodari adalah malam keselamatan.

Alloh ta’ala berfirman:

سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajr.”  [📌QS. Al-Qodari]

Mujahid rohimahulloh mengatakan:

هِيَ لَيْلَةٌ سَالِمَةٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الشَّيْطَانُ أَنْ يَعْمَل فِيهَا سُوءًا وَلاَ أَذًى

“Itu adalah malam yang selamat, yang tidaklah mampu syaithon untuk melakukan padanya kejelekan dan tidak pula gangguan”  [lihat📕“Tafsir Al-Qurthubi” (20/133)]

3       Lailatul Qodari terjadi pada 10 terakhir bulan Romadhon.

Asy-Syaikh ‘Abdulloh Alu Bassam rohimahulloh mengatakan:

وَيُمْكِنُ تَصْنِيْفُ هَذِهِ الأَقْوَالِ إِلَى أَرْبَعِ فِئَاتٍ:
الأُوْلَى: مَرْفُوضَةٌ كَالقَولِ بِإِنْكَارِهَا فِي أَصْلِهَا أَوْ رَفْعِهَا.
الثَّانِيَةُ: ضَعِيْفَةٌ كَالقَوْلِ بِأَنَّهَا لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ.
الثَّالِثَةُ: مَرْجُوْحَةٌ كَالقَولِ بِأَنَّهَا فِي رَمَضَانَ فِي غَيْرِ العَشْرِ الأَخِيْرِ مِنْهُ.
الرَّابِعَةُ: هِيَ الرَّاجِحَةُ وَهِيَ كَوْنُهَا فِي العَشْرِ الأَخِيْرِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَرْجَاهَا أَوْتَارُهَا، وَأَرْجَحُ الأَوْتَارِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ.

“Mungkin pembagian pendapat (dalam permasalahan ini) dibagi menjadi 4 kelompok:

🔀 PERTAMA👇:
Tertolak, seperti pendapat yang mengingkari lailatul qodari tentang asalnya dan diangkatnya (hal tersebut).

🔀 KEDUA👇:
Lemah, seperti pendapat yang mengatakan bahwa hal tersebut pada malam nisfu Sya’ban.

🔀 KETIGA👇:
Terbantahkan, seperti pendapat yang mengatakan lailatul qodari di bulan Romadhon, yang terjadi pada selain 10 hari terakhir dari Romadhon.

🔀 KEEMPAT👇:
Rojih (yang kuat pendapatnya), yang hal itu terjadi pada 10 hari terakhir dari bulan Romadhon, dan diharapkan terjadi pada (malam) ganjilnya, dan paling kuat adalah pada malam 27”
[lihat📓“Taudhihul Ahkam” (hadits no.589)]

4       Lailatul Qodari senantiasa ada sampai akhir zaman.

An-Nawawi rohimahulloh mengatakan:

وَأَجْمَعُ مَنْ يَعْتَدُّ بِهِ عَلَى وُجُودِهَا وَدَوَامِهَا إِلَى آخِرِ الدَّهْرِ لِلاَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ المَشْهُورَةِ.

“Dan telah bersepakat orang-orang yang teranggap tentang adanya lailatul qodari dan senantiasanya sampai akhir zaman, sebagaimana ditunjukkan hadits-hadits shohih yang masyhur”
[📘Syarh Shohih Muslim]

5       Kapan Lailatul Qodari?

Dan lailatul qodari terjadi pada 10 hari terakhir dari Romadhon, dan Nabi ` memerintahkan untuk mendapatkan pada hari-hari yang ganjil, dan yang paling kuat pada malam ke-27 Romadhon:

«الْتَمِسُوْهَا فِي الوِتْرِ مِنَ العَشْرِ الأَوَاخِرِ»

“Carilah (lailatul Qodari) pada (hari) yang ganjil dari 10 hari terakhir”
[📌HR. Al-Bukhori (no.2016) dari Abi Sa’id dan ‘Aisyah rodhiyaAllohu anha. Dan dikeluarkan Muslim (no.1167) dari Abi Sa’id.]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ب قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللهِ : «تَحَرَّوْهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ»

Dari Ibnu ‘Umar rodhiyaAllohu anhuma berkata: bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam: “Carilah pada malam 27.” Yakni lailatul Qodari.
[📌HR. Ahmad (no.4808) dan hadits dishohihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rohimahulloh dalam Al-Jami’us Shohih (no.1510)]

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ ا ، عَنِ النَّبِيّ ِ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ، قَالَ: «لَيْلَةُ القَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ»

Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan rodhiyaAllohu anhu dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam tentang lailatul Qodari, Bersabda: “Lalilatul Qodari malam 27”
[📌HR. Abu Dawud (4/264) dan hadits dishohihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rohimahulloh dalam Al-Jami’us Shohih (no.1509) dan berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam “Bulughul Marom”: diriwayatkan Abu Dawud dan yang benar mauquf.]

Ibnu ‘Abdil Bar rohimahulloh mengatakan:

وَيَدُلُّ هَذَا الحَدِيْثُ وَمَا كَانَ مِثْلُهُ عَلَى أَنَّ الأَغْلَبَ فِيْهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشرِيْنَ وَيُمْكِنُ أَنْ تَكُونَ لَيْلَةُ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ.

“Hadits ini menunjukkan dan apa yang semisalnya bahwa kebanyakan terjadinya lailatul qodari adalah malam 27 dan mungkin bisa terjadi pada malam 23”   [lihat📔“Al-Istidzkar” (3/416)]

Dan apabila seseorang beribadah pada malam lailatul qodari, akan tetapi dia tidak tahu bahwasanya pada malam itu adalah lailatul qodari, maka dia tetap mendapatkan pahala.

Dan ini adalah pendapat Ibnu Jarir Ath-Thobari, Ibnul ‘Arobi. Dan ini yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahumulloh.

6       Lailatul Qodari kekhususan umat Islam.

Ibnu ‘Abdil Bar rohimahulloh mengatakan:

أَنَّ لَيْلَةَ القَدْرِ لَمْ يُعْطِهَا إِلاَّ مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ.

“Bahwasanya lailatul qodari tidaklah diberikan kecuali kepada Muhammad dan umatnya shollallohu alaihi wa sallam”  [lihat📙“Al-Istidzkar” (3/416)]

7       Lailatul Qodari berpindah-pindah pada setiap tahun.

Abu Qilabah rohimahulloh mengatakan:

لَيْلَةُ القَدْرِ تَنْتَقِلُ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ فِي كُلِّ وِتْرٍ.

“Lailatul qodari berpindah-pindah pada 10 hari terakhir di setiap (malam) ganjil”
[lihat📓“At-Tamhid” (2/204)]

An-Nawawi rohimahulloh mengatakan:

وَقَالَ المُحَقِّقُونَ إِنَّهَا تَنْتَقِلُ فَتَكُونُ فِي سَنَةٍ لَيْلَةُ سَبْعِ وَعِشْرِيْنَ وَفِي سَنَةٍ لَيْلَةُ ثَلاَثٍ وَسَنَةٍ لَيْلَةُ احْدَى وَلَيْلَةُ أُخْرَى وَهَذا أَظْهَرُ وَفِيْهِ جَمَعَ بَيْنَ الأَحَادِيْثِ المُخْتَلِفَةِ فِيْهَا.

“Para muhaqqiqun mengatakan bahwa lailatul qodari berpindah-pindah, maka suatu tahun pada malam 27, dan pada suatu tahun pada malam 23, dan pada malam lainnya. Dan ini lebih nampak (mendekati kebenaran) dan padanya telah tergabung diantara hadits-hadits yang berbeda-beda padanya”
[lihat📗“Syarah Nawawi ‘ala Muslim” (6/43)]

Al-Qurthubi rohimahulloh mengatakan:

وَالحَاصِلُ مِنْ مَجْمُوعِ الأَحَادِيْثِ ، وَمِمَّا اسْتَقَرَّ عَلَيْهِ أَمْرِ رَسُولِ اللِه ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ فِي طَقَبِهَا : أَنَّهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأَنَّهَا مُنْتَقِلَةٌ فِيْهِ ، وَبِهَذَا يَجْتَمِعُ شَتَّاتِ الأَحَادِيْثِ المُخْتَلِفَةِ الوَارِدَةِ فِي تَعْيِيْنِهَا.

“Dan hasilnya dari kumpulan hadits-hadits tersebut, dan apa yang tetap dari perkara Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam- adalah lailatul qodari terjadi pada Romadhon, dan hal itu berpindah-pindah. Dan dengan ini akan tergabungkan macam-macam hadits yang datang berbeda-beda tentang penetapannya.
[lihat📕“Al-Mufhim” (10/26)]

8       Lailatul Qodari adalah malam paling mulia dalam setahun.

Al-Munawi rohimahulloh mengatakan:

هِيَ أَفْضَلُ لَيَالِي العَامِ مُطْلَقًا وَذَهَبَ بَعْضُهُمْ إِلَى تَفْضِيْلِ لَيْلَةِ الإِسْرَاءِ عَلَيْهَا وَاعْتَرَضَ وَتَوَسَّطَ البَعْضُ فَقَالَ : لَيْلَةُ الإِسْرَاءِ أَفْضَلُ فِي حَقِّ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْلَةُ القَدْرِ أَفْضَلُ لِأُمَّتِهِ وَصَوَّبَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ تَفْضِيْلَ لَيْلَةِ القَدْرِ مُطْلَقًا.

“(Malam tersebut) adalah seafdhol-afdhol malam dalam setahun secara muthlaq. Sebagian memandang tentang pemuliaan malam Isro atas lailatul qodari. Dan ada yang menyanggah dan menengahi seraya berpendapat: malam Isro’ afdhol bagi Musthofa shollallohu alaihi wa sallam, dan lailatul qodari afdhol bagi umatnya, dan Ibnu Taimiyyah membenarkan pemuliaan lailatul qodari secara mutlak"
[lihat📘“Faidhul Qodir” (5/395)]

9       Hikmah tidak diketahui terjadinya lailatul qodari.

Ibnu Rojab rohimahulloh mengatakan:

إِبْهَامُ لَيْلَةِ القَدْرِ أَدْعَى إِلَى قِيامِ العَشْرِ كُلِّهِ ، أَوْ أَوْتَارِهِ فِي طَلَبِهَا ، فَيَكُونُ سَبَبًا لِشِدَّةِ الاِجْتِهَادِ وَكَثْرِتِهِ.

“Penyamaran (kapan terjadi) lailatul qodari lebih mendorong untuk menegakkan (sholat teraweh) pada 10 hari (terakhir) semuanya, atau pada witirnya untuk mendapatkannya, maka hal itu sebab untuk semakin bersemangat dan memperbanyaknya”  [lihat📙“Fathul Bari” oleh Ibnu Rojab (1/104)]

[ 🔟 ] Tanda-tanda Lailatul Qodari.

[PERTAMA]:
Turunnya hujan pada malam itu.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أُنَيْسٍ رضي الله عنه: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أُرِيْتُ لَيْلَةَ القَدَرِ ثُمَّ أُنْسِيْتُهَا، وَأَرَانِي صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَ طِيْنٍ» قَالَ: فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ، فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ، فَانْصَرَفَ وَإِنَّ أَثَرَ المَاءِ وَالطِّيْنِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ

Dari ‘Abdillah bin Unais rodhiyaAllohu anhu: bahwasanya Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Aku melihat lailatul Qodari kemudian dilupakan, dan aku melihat subuhnya, aku sujud di atas air dan tanah.” Berkata (‘Abdulloh bin Unais rodhiyaAllohu anhu):
“Maka hujan pada malam 23, kemudian kami sholat bersama Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, kemudian setelah selesai, air dan tanah masih membekas di dahi dan hidungnya”
[📌HR.Muslim (no.1168)]

[KEDUA]:
Sinar matahari pada pagi harinya tidak terlalu kuat;

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: «وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيْحَةٍ، يَوْمِهَا بَيْضَاءَ، لاَ شُعَاعَ لَهَا»

Dari Ubay bin Ka’ab rodhiyaAllohu anhu: “Dan tanda-tandanya matahari terbit pada pagi harinya, putih, bersinar tidak terlalu kuat.”
[📌HR. Muslim (no.762) Abu Dawud (no.1378) At-Tirmidzi (no.793) lihat Shohih Sunan Abi Dawud (no.1247) oleh Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiriddin Al-Albani rohimahulloh]

Al-Munawi rohimahulloh mengatakan:

وَقِيْلَ : مَعْنَى لاَ شُعَاعَ لَهَا أَنَّ المَلاَئِكَةَ لِكَثْرَةِ اخْتِلاَفِهَا فِي لَيْلَتِهَا وَنُزُولِهَا إِلَى الأَرْضِ وَصُعُودِهَا تَسْتُرُ بِأَجْنِحَتِهَا وَأَجْسَامِهَا اللَّطِيْفَةِ ضَوْءَ الشَّمْسِ.

“Ada yang mengatakan: bahwa makna tidak kuat cahaya matahari adalah para Malaikat dengan sangat banyak macamnya pada lailatul qodari serta turunnya mereka ke Bumi dan naiknya, sampai menutupi dengan sayap-sayap mereka yang lembut cahaya matahari"  [lihat📔“Faidhul Qodir” (5/396)]

Ibnu Mas’ud rodhiyaAllohu anhu mengatakan:

أَنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ كُل يَوْمٍ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ إِلاَّ صَبِيحَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Bahwa matahari terbit setiap hari diantara dua tanduk syaithon kecuali pada pagi hari lailatul qodari"
[📌AR. Ibnu Abi Syaibah (3/75-76)]

[KETIGA]:
Malam harinya sedang, tidak panas dan tidak pula dingin;

Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّي كُنْتُ أُرِيْتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُمَّ نُسِّيْتُهَا وَهِيَ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ لَيْلَتِهَا وَهِيَ لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ لَا حَارَةٌ وَلاَ بَارِدَةٌ.

“Aku sesungguhnya diperlihatkan lailatul qodari kemudian dilupakan, hal itu terjadi pada 10 hari terakhir dari malam-malamnya, malam yang cerah ketika awal muncul fajrnya, tidak gerah cuacanya dan tidak pula dingin.”

Syaikhuna Muhammad bin Hizam Al-Ba’dani hafidzohulloh mengatakan:

“Hadits Jabir rodhiyaAllohu anhuma riwayat Ibnu Khuzaimah (no.2190) dan Ibnu Hibban (no.3688) dan dalam sanadnya ada Al-Fudhoil bin Sulaiman dan dia seorang yang dho’if (lemah). Dan datang juga juga dari hadits ‘Ubadah bin Ash-Shomit rodhiyaAllohu anhu riwayat Ahmad (5/324) dan dalam sanadnya ada Baqiyyah bin Walid dan didalamnya juga ada keterputusan sanad, karena Ma’dan bin Kholid tidak mendengar dari ‘Ubada bin Ash-Shomit rodhiyaAllohu anhu. Dan datang juga hadits Ibnu ‘Abbas riwayat Ibnu Khuzaimah (no.2192) dan Al-Bazzar dalam “Kasyful Astar” (no.1034) dan dalam sanadnya ada Zam’ah bin Sholih dan dia seorang yang lemah. Dan hadits naik menjadi hasan dengan keseluruhan syawahid (pendukung).
[Lihat📗Ithaful Anam (hal.244)]

[KEEMPAT]:
Melihat dalam mimpi terjadi lailatul qodari.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh berkata:

أن الله يُري الإنسانَ الليلةَ في المنام، كما حصل ذلك لبعض الصحابة

“Alloh menampakkan kepada seorang tentang lailatul qodari dalam mimpi, sebagaimana yang terjadi terhadap sebagian shohabat"
[lihat📕“Asy-Syarhul Mumti’” (6/496)]


⚠TANBIH PERTAMA👇:
An-Nawawi rohimahulloh mengatakan:

اعْلَمْ أَنَّ لَيْلَةَ القَدْرِ يَرَاهَا مَنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنْ بَنِي آدَم كُلُّ سَنَةٍ فِي رَمَضانَ كَمَا تَظاهَرَتْ عَلَيْهِ الاَحَادِيثُ وَأَخْبَارُ الصَّالِحِيْنَ بِهَا وَرُؤْيَتُهُمْ لَهَا أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصَرَ.

“Ketahuilah bahwa lailatul qodari bisa dilihat siapa saja yang Alloh kehendaki dari Bani Adam pada setiap tahun pada (bulan) Romadhon sebagaimana telah nampak hadits-hadits dan khobar orang-orang sholih tentang hal tersebut dan penglihatan mereka adalah sangat banyak untuk dihitung"
[lihat📓“Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab” (6/461)]

⚠TANBIH KEDUA👇:
Al-Munawi rohimahulloh mengatakan:

وَلَا يَلْزَمُ مَنْ تَخَلَّفَ العَلاَمَةَ عَدَمُهَا وَرُبَّ قَائِمٍ فِيْهَا لَمْ يَحْصُلْ مِنْهَا إِلَّا عَلَى العِبَادَةِ وَلَمْ يَرَ شَيْئًا مِنْ عَلاَمَاتهَا وَهُوَ أَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ مِمَّنْ رَآهَا وَأَكْرَمُ.

“Dan tidaklah mengharuskan orang yang tidak mendapati tanda-tandanya ia tidak mendapatkannya (lailatul qodari).

Terkadang seorang yang berdiri beribadah pada malam itu ia tidak mendapati darinya kecuali ia senantiasa diatas ‘ibadah dalam keadaan ia tidak melihat sesuatu apapun dari tanda-tandanya, maka ia lebih afdhol dan mulia daripada yang melihat tanda-tanda (lailtul qodari)"
[Lihat📘“Faidhul Qodir”]

10     Mustahab untuk menyembunyikan lailatul qodari

Al-Mawardi rohimahulloh mengatakan:

وَيُسْتَحَبُّ لِمَنْ رَأَى لَيْلَةَ الْقَدْرِ أَنْ يَكْتُمَهَا ، وَيَدْعُوَ بِإِخْلَاصِ نِيَّةٍ وَصِحَّةِ يَقِينٍ بِمَا أَوْجَبَ مِنْ دِينٍ وَدُنْيَا ، وَيَكُونُ أَكْثَرُ دُعَائِهِ لِدِينِهِ ، وَآخِرَتِهِ

Disukai bagi orang yang melihat lailatul qodari untuk menyembunyikannya, dan (hendaknya) ia berdoa dengan mengikhlaskan niat dan kebenaran yakin dengan apa yang Alloh wajibkan dari (perkara) agama dan dunia. Dan hendaknya kebanyakan doanya adalah untuk (perkara) agama dan akhiratnya"
[lihat📔“Al-Hawi” (3/484)]

Ibnu Hajar rohimahulloh mengatakan:

وَاسْتَنْبَطَ السُّبُكِي الكَبِيْرُ فِي الحَلَبِيَّاتِ مِنْ هَذِهِ القِصَّةِ اسْتِحْبَابُ كِتْمَانِ لَيْلَةِ القَدْرِ لِمَنْ رَآهَا قَالَ: وَوَجْهُ الدِّلَالَةِ أَنَّ اللهَ قَدَّرَ لِنَبِيِّهِ أَنَّهُ لَمْ يُخْبِرْ بِهَا وَالخَيْرُ كُلُّهُ فِيْمَا قُدِّرَ لَهُ فَيُسْتَحَبُّ أَتْبَاعُهُ فِي ذَلِكَ وَذَكَرَ فِي شَرْحِ المِنْهَاجِ ذَلِكَ عَنِ الحَاوِى قَالَ وَالحِكْمَةُ فِيْهِ أَنَّهَا كَرَامَةٌ وَالكَرَامَةُ يَنْبَغِي كِتْمَانُهَا بِلاَ خِلاَفٍ بَيْنَ أَهْلِ الطَّرِيْقِ مِنْ جِهَّةِ رُؤْيَةِ النَّفْسِ فَلَا يَأْمَنُ السَّلْبِ وَمِنْ جِهَّةِ أَنْ لاَ يَأْمَنُ الرِّيَاء وَمِنْ جِهَّةِ الأَدَبِ فَلاَ يَتَشَاغَلُ عَنِ الشُّكْرِ لِله بِالنَّظَرِ إِلَيْهَا وَذَكَرَهَا لِلنَّاسِ وَمِنْ جِهَّةِ أَنَّهُ لاَ يَأْمَنُ الحَسَدَ فَيُوقِعُ غَيْرَهُ فِي المَحْذُورِ وَيُسْتَأْنَسُ لَهُ بِقَولِ يَعْقُوبُ عَلَيهِ السَّلاَمَ يَا بُنَيَّ لاَ تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى اخْوَتِكَ الآية.

“As-Subuki Al-Kabir beristinbat dalam “Al-Halabiyyat dari kisah tersebut tentang mustahabnya menyembunyikan lailatul qodari bagi siapa yang melihatnya, ia mengatakan:
sisi pendalilannya adalah Alloh telah mentaqdirkan kepada NabiNya bahwa beliau tidak mengabarkan lailatul qodari, dan kebaikan keseluruhannya adalah yang ditaqdirkan untuknya, maka (oleh karena itu) disukai untuk mengikutinya dalam hal tersebut. Dan dIsebutkan juga dalam “Syarhul Minhaj” hal ini dari (kitab) Al-Hawi:

“Dan hikmah dari hal tersebut adalah perkara tersebut termasuk dari karomah, dan karomah sepantasnya untuk disembunyikan tanpa ada perselisihan diantara Ahlut Thoriq.

Dan dari segi melihat diri seseorang, maka ia tidaklah merasa aman hal tersebut akan dicabut.
Dan dari segi dia tidaklah aman dari riya’.

Dan dari segi adab, hendaknya ia tidaklah menyibukkan diri yang dengannya ia lalai dari bersyukur kepada Alloh dengan melihat perkara tersebut yang kemudian ia menyebuntukan kejadian lailatul qodari kepada orang-orang.

Dari segi bahwa ia tidaklah merasa aman dari hasad yang akan muncul dari yang lainnya dari perkara yang terlarang, dan disandarkan pendapat ini dengan ucapan Ya’qub alaihis salam:

يَا بُنَيَّ لاَ تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى اخْوَتِكَ الآية

“Wahai anakku, janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu.”
[lihat📙“Fathul Bari” (4/268)]


💎faedah 📝ust. Fuad Hasan Abu Muhammad Ngawi hafidzhohulloh

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta Ditulis oleh: Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsy Al Jawy Al Indonesy -semoga Alloh me...