بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
SILSILAH ‘IEDUL FITHRI
ZAKAT FITHROH
1 Asal penamaan zakat fithroh.
Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:
«وَأُضِيْفَتْ هَذِهِ الزَّكَاةُ إِلَى الفِطْرِ لِأَنَّهَا
تَجِبُ بِالفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ»
“Disandarkan (kalimat) zakat kepada fithr karena
(hal tersebut) wajib dengan sebab fithr (berbuka) setelah Romadhon.” [lihat
“Mughni” (2/646)]
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«المَقْصُودُ بِزَكَاةِ الفِطْرِ : صَاعٌ مِنْ طَعَامٍ ،
يُخْرِجُهُ الإِنْسَانُ عِندَ انْتِهَاءِ رَمَضَانَ».
“Yang dimaksud dengan zakat fithroh adalah satu
sho’ makanan yang dikeluarkan seorang insan ketika selesai dari Romadhon.”
[lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.238)]
2 Awal mula diwajibkan zakat fithroh.
Asy-Syaikh ‘Abdulloh Alu Bassam rohimahulloh
berkata:
«فُرِضَتْ فِي السَّنَةِ الَّتِي فُرِضَ فِيْهَا صِيَامُ
رَمَضَانَ، وَهِيَ السَّنَةُ الثَّانِيَةُ لِلْهِجْرَةِ»
“Diwajibkan pada tahun yang padanya diwajibkan
puasa Romadhon, yang itu adalah tahun kedua dari hijroh.” [lihat “Nailul
Maarib” (2/389)]
3 Wajibnya zakat fithroh. Alloh ta’ala
berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ
اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), Dan dia ingat nama Robbnya, lalu Dia
(menegakkan) sholat.” [QS. Al-A’la:14-15]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ
الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى
الصَّلَاةِ .
Dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma
berkata: “Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri satu
sho' dari kurma atau sho' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun
yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum
Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang
berangkat untuk shalat ('Ied) ". [HR. Al-Bukhori (no.1511) Muslim (no.984)]
Al-Baihaqi rohimahulloh mengatakan:
«وَقَدْ أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى وُجُوبِ صَدَقَة الفِطْرِ».
“Para ‘Ulama telah sepakat atas wajibnya shodaqoh
fithroh.” [dinukil dari “Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab” (6/104)]
4 Hikmah dari zakat fitrah
ﻋَﻦْ
ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻟَ ﻔَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻂْﺮِ ﻃُﻬْﺮَﺓً ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻐْﻮِ ﻭَﺍﻟﺮَّﻓَﺚِ ﻭَﻃُﻌْﻤَﺔً
ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ
ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Rosululloh
shollAllohu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang
yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi
makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya
diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya
sedekah diantara berbagai sedekah.” [HR. Abu Dawud (no.1069) dengan sanad
hasan]
Asy-Syaikh Al-Bassam rohimahulloh:
«فَهِيَ تَرْفَعُ خَلَلُ الصِّيَامِ، وَهَكَذَا كُلُّ عِبَادَةٍ
تَتَعَلَّقُ بِعِبَادَةٍ أُخْرَى، فَإِنَّهَا تَكُونُ مُكَمِّلَةٌ لَهَا،
وَمُتَمِّمَةٌ لِمَا نَقَصَ مِنْهَا»
"Zakat fitrah (itu) melengkapi kekurangan
amalan puasa, begitu juga setiap ibadah yang berkaitan dengan ibadah lainnya,
akan melengkapi serta menambahi apa yang kurang dari ibadah tersebut."
[lihat "Nailul Maarib" (2/389)]
5 Orang-orang yang diwajibkan baginya untuk
mengeluarkan zakat fithroh.
Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:
«زَكَاةُ الفِطْرِ تَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مَعَ
الصَّغِيْرِ وَالكَبِيْرِ وَالذُّكُورِيَّةِ وَالاُنُوثِيَّةِ فِي قَولِ أَهْلِ
العِلْمِ عَامَّةٌ وَتَجِبُ عَلَى اليَتِيْمِ وَيَخْرُجُ عَنْهُ وَلِيُّهُ مِنْ
مَالِهِ لَا نَعْلَمُ أَحَدًا خَالَف فِي هَذَا إِلَّا مُحَمَّدُ بْنِ الحَسَن».
“Zakat fithroh wajib bagi setiap muslim dalam
keadaan ia kecil atau besar, lelaki atau perempuan sebagaimana dalam pendapat
kebanyakan Ahlul ‘ilmi. Dan wajib juga bagi anak Yatim, zakatnya dikeluarkan
walinya dari hartanya, (maka ini) kami tidaklah mengetahui padanya perselisihan
kecuali Muhammad bin Hasan.” [lihat “Al-Mughni”]
6 Sebab diwajibkannya zakat fithroh.
«وَسَبَبُهَا إِظْهَارُ شُكْرِ نِعْمَةِ اللهِ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى عَلَى العَبْدِ بِالفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ وَإِكْمَالِهِ ، وَلِهَذَا
سُمِّيَتْ صَدَقَةُ الفِطْرِ أَوْ زَكَاةُ الفِطْرِ لِأَنَّهَا تُنْسَبُ إِلَيهِ
وَهَذَا سَبَبُهَا الشَّرْعِي ، أَمَّا سَبَبُهَا الوَضْعِي ، فَهُوَ أَنَّهُ
إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مِنْ لَيْلَةِ العِيْدِ وَجَبَتْ ، فَلَو وُلِدَ
لِلإِنْسَانِ وَلَدٌ بَعْدَ مَغِيْبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ العِيْدِ لَمْ تَلْزَمُهُ
فِطْرَتُهُ ، وَإِنَّمَا تُسْتَحَبُّ ، وَلَو مَاتَ الإِنْسَانُ قَبْلَ غُرُوبِ
الشَّمْسِ لَيْلَةَ العِيْدِ لَمْ تَجِبْ فِطْرَتُهُ أَيضًا ؛ لِأَنَّهُ مَاتَ
قَبْلَ وُجُودِ سَبَبِ الوُجُوبِ»
“Sebab zakat fithroh adalah menampakkan rasa
syukur nikmat Alloh atas hambanya dengan fithr (berbuka) dari romadhon serta
menyempurnakannya, oleh karena itu dinamakan dengan shodaqoh fithr atau zakat
fithr, karena dinisbatkan kepada hal tersebut dan ini adalah sebab syar’inya.
Adapun sebab wadh’I (berkaitan dengan waktu),
adalah apabila terbenam matahari pada malam ‘ied maka telah diwajibkan (baginya
zakat fithroh). Maka kalau seandainya ada seorang yang baru saja mempunyai anak
sebelum terbenamnya matahari pada malam ‘Ied maka dia tidaklah diwajibkan
baginya (zakat) fithroh, akan tetapi hanya mustahab. Dan kalau seandainya ada
seseorang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari malam ‘Ied, maka
tidaklah wajib baginya untuk (menunaikan) zakat fithrohnya, karena ia meninggal
sebelum terjadi sebab pengwajiban.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.211)]
7 Kadar wajib dalam zakat fithroh.
Abul Faroj Ad-Darimi al-Bandaniijii mengatakan:
أَنَّ الْوَاجِبَ إِخْرَاجُ صَاعٍ مُعَايَرٍ
بِالصَّاعِ الَّذِي كَانَ يُخْرَجُ بِهِ زَمَنَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ الصَّاعُ مَوْجُودٌ ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْهُ وَجَبَ
عَلَيْهِ الاِسْتِظْهَارُ بِأَنْ يُخْرِجَ مَا يَتَيَقَّنُ أَنَّهُ لاَ يُنْقِصُهُ
عَنْهُ
“Yang wajib adalah mengeluarkan satu sho’ (pada
zakat) yang ditentukan dengan sho yang dengannya dikeluarkan pada zaman
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, dan itu adalah sho’ yang terdapat
sekarang ini. Dan barang siapa yang tidak mendapati sho’ (seperti itu), maka
wajib baginya untuk menampakkan apa-apa yang dikeluarkan (zakatnya) dari apa
yang ia yakin padanya serta tidak mengurangi dari (kadar wajib).” [lihat
“Al-Qowanin Al-Fiqhiyyah” (hal.76) dll]
Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
«وَالصَّاعُ أَرْبَعَةُ امْدَادٍ بِمَدِّ النَّبِيِّ».
“Sho’ adalah 4 mud dengan mudnya Nabi.” [lihat
“Majmu’ Fatawa” (25/23)]
Ad-Dawudi rohimahulloh mengatakan:
«مِعْيَارُهُ لاَ يَخْتَلِفُ أَرْبَعُ حَفَنَاتٍ بِكَفَّيِ
الرَّجُل الَّذِي لَيْسَ بِعَظِيمِ الْكَفَّيْنِ وَلاَ صَغِيرِهَا . وَقِيل : هُوَ
إِنَاءٌ يُشْرَبُ فِيهِ»
“Ukurannya tidaklah jauh berbeda dari 4 cakupan
dengan dua telapak tangan seorang yang tidaklah besar kedua telapak tangannya
dan tidak pula kecil. Ada yang mengatakan: itu adalah bejana yang dibuat
minum.” [lihat “Qomus Al-Muhith” dll]
⚠TANBIH PERTAMA👇:
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
فَالمُهِمُّ أَنَّنَا إِذَا قَدَّرْنَا زَكَاةَ
الفِطْرِ بِالكِيْلُو فَلَيْسَ مَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ التَّقْدِيْرَ عَامٌ فِي
كُلِّ شَيءٍ، لِأَنَّ العِبْرَةَ بِالكَيْلِ الحَجْمِ دُوْنَ الوَزْنِ»
“Almuhim bahwa kami apabila menentukan zakat
fithroh dengan kilo, maka bukanlah maknanya hal tersebut itu adalah penentuan
pada segala sesuatu, karena tolak ukurnya adalah timbangan jumlah bukan berat
timbangan.” [lihat “Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin” (18/189)]
⚠TANBIH KEDUA👇:
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«لاَ يُمْكِنُ أَنْ يُقَدِّرَ النَّاسُ الفِطْرَةَ بِوَزْنٍ
مُعَيَّنٍ فِي كُلِّ الطَّعَامِ، وَلَوْ فَعَلْنَا ذَلِكَ لَكُنَّا مُخْطِئِيْنَ».
“Tidak mungkin kita tentukan (zakat) fithroh
orang-orang dengan ukuran berat tertentu pada setiap makanan, kalau kita
lakukan hal tersebut maka sungguh kita telah salah.” [lihat “Majmu’ Fatawa wa
Rosa’il Ibnu Utsaimin” (18/189)]
8 Boleh bagi kepala keluarga untuk
membayarkan zakat keluarganya.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«إِذَا أَرَادَ قَيِّمُ العَائِلَةِ أَنْ يَخْرُجَ الزَّكَاةَ
عَنْ عَائِلَتِهِ فَلَا حَرَجَ فِي ذَلِكَ. فَإِذَا كاَنَ هَذَا الرَّجُلُ لَهُ
أَبٌ يُنْفِقُ عَلَيهِ، يَرْغَبُ فِي الزَّكَاةِ عَنْهُ أَي عَنْ ابْنِه فَلَا
حَرجَ فِي ذَلِكَ وَلاَ بَأْسَ بِهِ».
“Apabila orang yang mengurusi keluarga hendak
mengeluarkan zakat keluarganya, maka tidaklah mengapa hal tersebut. Dan apabila
seorang tersebut mempunyai bapak yang memberikan infaq kepadanya, serta
berkeinginan untuk mengeluarkan zakat untuknya -yakni kepada anaknya- maka
tidaklah ada dosa padanya dan tidaklah mengapa hal tersebut.” [lihat “Majmu’
Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin” (18/261)]
9 Tidak ada zakat fithroh bagi orang kafir.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ
الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى
الصَّلَاةِ .
Dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma
berkata: “Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri satu
sho' dari kurma atau sho' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun
yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum
Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang
berangkat untuk shalat ('Ied) ". [HR. Al-Bukhori (no.1511) Muslim
(no.984)]
Al-Hafidz rohimahulloh mengatakan:
«وَاسْتَدَلَّ بِهَذِهِ الزِّيَادَةِ عَلَى اشْتِرَاطِ
الإِسْلاَمِ فِي وُجُوبِ زَكَاةِ الفِطْرِ وَمُقْتَضَاهُ أَنَّهَا لاَ تَجِبُ
عَلَى الكَافِرِ عَنْ نَفْسِهِ وَهُوَ أَمْرٌ مُتَّفَقٌ عَلَيهِ».
“Telah berdalil dengan lafadz tambahan (minal
muslimin) tersebut tentang disyaratkannya Islam tentang wajibnya zakat atas
orang kafir bagi dirinya dan itu adalah perkara yang telah disepakati.” [lihat “Fathul Bari” (3/370)]
10 Tidak ada zakat bagi janin.
Ibnul Mundzir rohimahulloh mengatakan:
«وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنْ لاَ زَكَاةَ عَلَى الجَنِيْنِ فِي
بَطْنِ أُمِّهِ، وَانْفَرَدَ ابْنُ حَنْبَل: فَكَانَ يُحِبُّهُ وَلاَ يُوجِبُهُ».
“Mereka bersepakat tentang tidak adanya zakat
bagi janin yang (masih) di dalam perut ibunya, telah menyendiri Ibnu Hanbal: Ia
menyukainya dan tidaklah mewajibkannya.” [lihat “Al-Ijma’” (hal.6)]
11 Tidak
ada zakat bagi orang yang tidak punya apa-apa sama sekali.
Ibnul Mundzir rohimahulloh mengatakan:
«وَأَجْمَعُ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ
عَلَى أَنْ لاَ شَيءَ لَهُ فَلَا فِطْرَةَ عَلَيهِ».
“Telah bersepakat orang-orang yang kita ketahui
dari Ahlu ‘ilmi bahwa tidak ada zakat bagi orang yang tidak mempunyai apa-apa
sama sekali.” [lihat “Al-Isyroof” (3/74)]
Syaikh Zayid Al-Wushobi waffaqohulloh mengatakan:
«زَكَاةُ الفِطْرِ تَجِبُ عَلَى مَنْ مَلَكَ فَاضِلًا عَنْ
قُوتِهِ، وَقُوتِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ يَوْمَ العِيْدِ وَلَيْلَتِهِ،
وَهُوَ قَولُ جُمْهُوْر أَهْلِ العِلْمِ».
“Zakat fithroh wajib bagi siapa saja yang
memiliki kelebihan dari makan pokoknya, dan dari makanan pokok orang-orang yang
menjadi tanggungan nafkahnya pada hari ‘ied dan malamnya, dan ini adalah
pendapat Jumhur Ahlul ‘Ilmi.” [lihat “Miskul Khitam” (2/387)]
12 Wajib menyerahkan zakat fithroh ketika
munculnya fajr pada hari ‘Ied.
Dari Ibnu ‘Umar rodhiyaAllohu anhuma mengatakan:
وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ
النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
“Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya
sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied).” [HR. Al-Bukhori (no.1511)
Muslim (no.984)]
13 Dibolehkan mendahulukan dalam mengeluarkan
zakat fithroh dua atau sehari sebelum ‘Ied.
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ
بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ .
“Dahulu ‘Ibnu ‘Umar rodhiyaAllohu anhuma
memberikan kepada siapa saja yang menerimanya dan mereka menyerahkan sebelum
(Ied) fithri sehari atau dua hari sebelumnya.” [HR. Al-Bukhori (no.1511)]
Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan:
«وَهَذَا اِشَارَةٌ إِلَى جَمِيْعِهِمْ فَيَكُونُ إِجْمَاعًا
وَلِأَنَّ تَعْجِيلَهَا بِهَذَا القَدْرِ لاَ يَخِلُّ بِالمَقْصُودِ مِنْهَا
فَاِنَّ الظَّاهِرَ أَنَّهَا تَبْقَى أَوْ بَعْضَهَا إِلَى يَومِ العِيْدِ
فَيَسْتَغْنِى بِهَا عَنِ الطَّوَافِ وَالطَّلَبِ فِيهِ».
“Ini adalah isyarat untuk keseluruhan mereka,
maka ini menjadi ijma’ karena mendahulukannya dengan kadar (waktu) seperti itu
tidaklah mengurangi maksud tujuan darinya. Karena dzohirnya tetap ada atau
sebagiannya pada hari ‘Ied, yang dengannya dicukupkan dari dari berkeliling dan
mencari pada perkara tersebut.” [lihat “Al-Mughni” (3/68)]
14 Tidak boleh mengakhirkan mengeluarkan zakat
fithroh setelah sholat ‘Ied.
ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻟَ :ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ
ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Barangsiapa yang
menunaikannya sebelum sholat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang
menunaikannya setelah sholat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah.”
[HR. Abu Dawud (no.1069) dengan sanad hasan].
15 Hal-hal yang diperbolehkan untuk
mengeluarkan zakat fithroh.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ
صَاعًا مِنْ زَبِيب
Dari Abu Sa’id Al-Khudarii rodhiyaAllohu anhu
mengatakan: kami dahulu mengeluarkan zakat fithroh satu sho’ dari makanan, atau
satu sho’ dari sya’iir (gandum) atau satu sho’ dari kurma atau satu sho’ dari
Aqith (susu kering) atau satu sho’ dari kismis. [HR. Al-Bukhori (no.1506)
Muslim (no.980)]
Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
«يُجْزِئُهُ فِي الفِطْرَةِ مِنْ قُوتِ بَلَدِهِ مِثْل الأَرُز
وَغَيْرِهِ وَلَو قَدَرَ عَلَى الأَصْنَافِ المَذْكُورَةِ فِي الحَدِيْثِ وَهُوَ
رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ وَقَولِ أَكْثَرِ العُلَمَاءِ».
“Dibolehkan baginya ketika berzakat fithroh dari
makanan pokok negerinya seperti nasi dan selainnya walaupun ia mampu untuk
berzakat dengan macam-macam yang (telah) disebuntukan dalam hadits, dan ini
adalah salah satu riwayat dari Ahmad dan kebanyakan para ‘Ulama.” [lihat
“Al-Ikhtiyaroot” (hal.455)]
16 Zakat fithroh diperuntukkan untuk orang
miskin.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh ditanya
tentang: “Kepada siapakah zakat fithroh ini diserahkan?”
jawaban beliau:
لَيْسَ لَهَا إِلاَّ مَصْرَفٌ وَاحِدٌ فَقَطْ
وَهُمُ الفُقَرَاءُ ، كَمَا فِي حَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ،
قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ ،
طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَفَثِ وَطُعْمَةً لِلمَسَاكِينَ.
“Tidaklah diberikan kecuali kepada satu
penyaluran saja; yaitu para fuqoro’, sebagaimana hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyaAllohu
anhuma beliau mengatakan: Rosululloh telah mewajibkan zakat fithroh, untuk
membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan perbuatan keji dan
memberi makan kepada orang-orang miskin.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.213)]
17 Hukum menyalurkan zakat fithroh di tempat
lain.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«نَقْلُ صَدَقَةِ الفِطْرِ إِلَى بِلاَدٍ غَيرِ بِلاَدِ
الرَّجُلِ الَّذِي أَخْرَجَهَا إِنْ كَانَ لِحَاجَةٍ بِأَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ
أَحَدٌ مِنَ الفُقَرَاءِ ، فَلاَ بَأْسَ بِهِ ، وَإِنْ كَانَ لِغَيرِ حَاجَةٍ
بِأَنْ وُجِدَ فِي البَلَدِ مَنْ يَتَقَبَّلُهَا فَإِنَّهُ لاَ يَجُوزُ».
“Memindahkan shodaqoh fithr ke negeri selain
negeri seorang tersebut yang mengeluarkannya, apabila ada kebutuhan yang disitu
tidak ada seorang pun dari fuqoro’ maka tidaklah mengapa. Dan apabila tanpa ada
kebutuhan yang kondisi disitu terdapati padanya orang yang menerimanya, maka
yang seperti itu tidak boleh.” [lihat “Fiqhul ‘Ibadaat” (hal.239)]
18 Zakatnya karyawan adalah tanggungannya
sendiri.
Asy-Syaikh Ibnu Baz rohimahulloh mengatakan:
يَجِبُ عَلَى المُسْلِمِ إِخْرَاجُهَا عَنْ
نَفْسِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ : مِنْ أَوْلاَدِهِ ، وَزَوْجَاتِ ، وَمَمَالِيْكِهِ ،
إِذَا فُضِلَت عَن قُوتِهِ وَقُوتِهِمْ يَوْمِهِ وَلَيلَتِهِ .أَمَّا الخَادِمُ المُسْتَأْجِرُ
فَزَكَاتُهُ عَلَى نَفْسِهِ إِلَّا أَنْ يَتَبَرَّعَ بِهَا المُسْتَأْجِرُ أَوْ
تَشْتَرِطُ عَلَيهِ أَمَّا الخَادِمُ المَمْلُوكُ فَزَكَاتُهُ عَلَى سَيِّدِهِ»
“Wajib bagi seorang muslim untuk mengeluarkannya
untuk dirinya dan keluarganya; dari anak-anak, istri-istri, budak-budaknya,
apabila (ia) mempunyai kelebihan bahan pokok untuknya dan bahan pokok mereka
pada sehari semalamnya. Adapun karyawan, maka zakatnya adalah menjadi
tangggungannya sendiri kecuali kalau ada seorang yang menyumbang untuk zakat
fithroh dari orang yang memerkerjakannya atau ia menyaratkan kepadanya. Adapun
seorang budak pembantu, maka zakatnya adalah tanggungan tuannya.” [lihat
“Tuhfatul Ikhwan” (hal.197)]
22 Tidak boleh menyerahkan zakat fithroh dengan
uang, pakaian dll.
Allamah Ibnu Baz rahimahullah mengatakan:
«وَلاَ يَجُوزُ إِخْرَاجُ القِيْمَةِ عِنْدَ جُمْهُورِ أَهْلِ
العِلْمِ وَهُوَ أَصَحُّ دَلِيْلًا، بَل الوَاجِبُ إِخْرَاجُهَا مِنَ الطَّعَامِ
كَمَا فَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِذَلِكَ قَالَ
جُمْهُورُ الأُمَّةِ».
“Tidak boleh mengeluarkan zakat dengan (uang)
senilai makanan tersebut, menurut pendapat Jumhur Ahli Ilmi, dan ini lebih benar dari sisi dalil. Bahkan
wajib (baginya) untuk mengeluarkan dengan bentuk makanan, sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallahu
alaihi wa sallam maka oleh karena itu, ini adalah pendapat jumhur ummat
ini. [lihat "Majmu Fatawa Ibnu
Baz" (14/202)]
Faedaj dari ust.fuad hasan ngawi