7 Kewajiban Seorang Mukmin tatkala Datang Perintah Robbul Alamin

BAB 1 - Pentingnya Ilmu Dalam Suatu Amalan

A"dapun tingkatan yang pertama dalam merealisasikan amalan tadi adalah: mengilmuinya. Apa itu ilmu?

Abu Hilal Al Askariy رحمه الله berkata: "Ilmu adalah keyakinan terhadap suatu perkara sesuai dengan kenyataannya sampai pada tingkat percaya kepadanya." ["Al Furuqul Lughowiyyah"/karya Abu Hilal/hal. 94/cet. Daul Kutubil Ilmiyyah].

Al Imam Al Hadizh Ibnul Wazir رحمه الله berkata: "Maka ilmu yang benar adalah ilmu yang mengumpulkan kepastian hati akan perkara tadi, kesesuaiannya dengan kenyataannya, dan kekokohan jiwa terhadap pengetahuan tadi di saat ada upaya yang membikin keraguan." ["Itsarul Haqq 'alal Kholq"/Ibnul Wazir/hal. 120].

Tentu saja ilmu terhadap suatu perkara itu tidak tegak kecuali di atas suatu dalil. Makanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata: "ilmu itu adalah perkara yang dalil itu tegak padanya. Dan ilmu yang bermanfaat adalah apa yang dibawa oleh Rosul. Maka yang terpenting adalah kita itu berkata dengan ilmu, yaitu penukilan yang telah dibenarkan dan penelusuran yang telah dipastikan. Karena yang selain itu, sekalipun sebagian orang menghiasi semisalnya, maka itu adalah bagaikan tembikar (tanah liat yang dibakar) yang dipalsukan. Jika tidak demikian, maka dia adalah kebathilan yang mutlak." ["Majmu'ul Fatawa"/6/hal. 388]. 

Sampai di sini dulu, semoga Alloh memberkahi. Jum'at, 06 Jumadil Ula 1435 H, 12:11 wib

M"alam Sabtu Shon'a terus merambat mendekati pertengahan. Di luar gedung terdengar raungan mobil silih berganti melaju cepat menembus mantel kegelapan. Terbayangkan olehku kebidupan ulama-ulama Shon'a dan sekitarnya ratusan tahun yang silam sebelum adanya mobil ataupun motor, mereka mengembara mencari ilmu warisan Nabi صلى الله عليه وسلم dengan jalan kaki.

Mereka adalah para ulama yang ikhlas memegang sunnah tanpa mau dibelenggu oleh rantai taqlid sekalipun banyak ditentang oleh masyarakat saat itu.

Di antara mereka adalah Al Imam Muhammad bin Ibrohim ibnul Wazir yang hapalannya mengungguli gabungan hapalan seluruh guru beliau. Tapi dengan sebab kekokohan beliau menegakkan sunnah beliau banyak dimusuhi oleh para guru dan masyarakat syiah saat itu. Bahkan harus berpindah dari gunung ke gunung.

Begitu pula Al Imam Muhammad Ibnul Amir Ash Shon'aniy, sang mujtahid mutlak yang berkali-kali hendak dibunuh oleh kelompok rofidhoh.

Begitu pula Al Imam Muhammad bin Ali Asy Syaukaniy, yang berkali-kali mengalami ujian mirip dengan Ash Shon'aniy sesuai dengan mimpi beliau sebelum itu.

Begitu pula murid beliau yang utama: Ahmad bin Yusuf Ar Riba'iy dan yang lainnya.

Sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Al Wadi'iy رحمه الله di sebagian kitab beliau, syiah masuk ke Yaman sekitar tahun empat ratus hijriyyah, lalu semakin mendominasi pemikiran raja dan masyarakat selama jangka waktu seribu tahun. Sekalipun demikian banyak sekali ulama sunnah di Yaman yang kokoh mengumandangkan kebenaran dan tabah menghadapi pahitnya sikap dzholim umat pada mereka.

Al Imam Asy Syaukaniy رحمه الله berkata: "sesungguhnya di dalam negri-negri Zaidiyyah ada para imam Al Kitab dan As Sunnah yang tak terhitung banyaknya, yang mereka itu setia mengamalkan nash-nash dalil dan bertopang pada dalil yang shohih dari kitab-kitab hadits induk dan literatur-literatur Islam yang mencakup sunnah pemimpin manusia -صلى الله عليه وسلم, dan mereka tidak mau mengikuti taqlid serta tidak mau mencampuri agama mereka dengan kebid'ahan sedikitpun yang mana para pengikut madzhab-madzhab tidak selamat darinya. Bahkan para imam tadi berjalan di atas jalur Salafush Sholih dalam mengamalkan apa yang ditunjukkan oleh Kitabulloh dan apa yang shohih dari sunnah Rosululloh bersamaan dengan kesibukan mereka dengan ilmu-ilmu yang menjadi alat untuk memahami ilmu kitab dan sunnah." ["Al Badruth Tholi'"/2/hal. 77].

Al Imam Asy Syaukaniy رحمه الله juga menjelaskan kebiasaan buruk penduduk Yaman di masa itu yang cenderung memusuhi orang yang setia dengan sunnah. Beliau berkata dalam biografi Al Hafizh Al Kabir Al Allamah Abdurrohman bin Muhammad bin Nahsyal Al Haimiy رحمه الله: "… akan tetapi beliau tidak selamat dari cobaan yang datang dari penduduk di zaman beliau disebabkan oleh kesibukan beliau dengan kitab-kitab induk sunnah dalam masalah ilmu, pengamalan, pengajaran. Dan itu bukan perkara baru, ujian tadi memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat negeri ini sejak masa-masa terdahulu." ["Al Badruth Tholi'"/1/hal. 323].

Dari sini kita tahu betapa pentingnya ilmu terhadap syariat Alloh, sehingga tahu perincian kebenaran, tahu syarat dan rukun suatu ibadah, tahu pembatal-pembatal amalan, tahu keringanan-keringanan yang Alloh berikan pada para hamba yang tidak perlu diingkari jika diambil, juga tahu apa saja batasan minimal dan maksimal dari suatu ibadah agar tidak jatuh dalam sikap kurang ataupun berlebihan.

Maka para hamba amat butuh pada ilmu untuk meluruskan amalan mereka. Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Ilmu adalah imam bagi amalan dan menjadi pemimpinnya. Amalan itu mengikuti ilmu dan menurut padanya." ["Miftah Daris Sa'adah"/1/hal. 104].

Makanya Alloh تعالى berfirman:

فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك

"Maka ketahuilah bahwasanya tiada sesembahan yang benar kecuali Alloh, dan mohonkanlah ampunan untuk dosamu." [QS. Muhammad: 19].

Ibnul Munir رحمه الله berkata: "Dimaukan bahwasanya ilmu itu adalah syarat sahnya ucapan dan amalan. Maka keduanya tidak teranggap kecuali dengan ilmu. Maka ilmu itu didahulukan di atas keduanya karena ilmu itulah yang menshohihkan niat yang menyebabkan shohihnya amalan." ["Fathul Bari"/Ibnu Hajar/1/hal. 108].

Malam semakin larut, insya Alloh kita lanjutkan di lain kesempatan. Semoga Alloh memberkahi ilmu yang Alloh karuniakan pada kita. Sabtu, 7 Jumadil Ula 1435 H, 02:09 wib.

BAB 2 - Keharusan Mencintai Syariat Alloh

K"ewajiban yang kedua di saat datangnya perintah Alloh adalah hendaknya kita mencintai perintah tadi. Perintah itu diturunkan untuk kebaikan kita sendiri, agar terus terjalin hubungan erat antara hamba dan Robbnya Yang Maha Penyayang, agar terus mendapatkan kemaslahatan dan selamat dari tipu daya setan yang mencelakakan. Alloh تعالى berfirman:

طه ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى إلا تذكرة لمن يخشى تزنيلا ممن خلق الأرض والسموات العلى.

"Thoha. Tidaklah Kami turunkan kepadamu Al Qur'an agar engkau celaka. Akan tetapi dia adalah sebagai peringatan bagi orang yang takut. Al Qur'an diturunkan oleh Dzat Yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi." [QS. Thoha: 1-4].

Sang Pencipta alam semesta tentu saja maha mengetahui kebutuhan dan kemaslahatan para hamba-Nya. Kalau Alloh mau, bisa saja Dia membebani kita dengan sholat lima puluh kali dalam sehari semalam karena Dia punya hak untuk diibadahi setiap detiknya sebagaimana dia memberi kita beraneka ragam nikmat setiap detik dari kehidupan kita. Tapi Dia Maha penuh belas kasihan pada kita yang lemah ini tapi sering lupa diri dan tinggi hati. Alloh تعالى berfirman:

ولو شاء الله لأعنتكم إن الله عزيز حكيم.

"Dan kalau Alloh menghendaki niscaya Dia akan menimpakan kesulitan untuk kalian. Sungguh Alloh Maha perkasa lagi Penuh hikmah." [QS. Al Baqoroh: 220].

Al Imam Ibnu Jarir Ath Thobariy رحمه الله berkata: "Alloh yang tinggi penyebutan-Nya menginginkan dengan ayat tadi adalah: bahwasanya Alloh itu Maha Perkasa dalam kekuasaan-Nya, tiada seorangpun yang sanggup menghalangi hukuman Dia timpakan pada kalian andaikata Alloh menyusahkan kalian dengan memberikan kewajiban-kewajiban yang memayahkan kalian dalam menjalankannya lalu kalian kurang dalam melaksanakannya. Dan tiada seorangpun yang sanggup menolak jika Alloh menghendaki yang demikian tadi ataupun yang lain terhadap sesuatu yang Alloh lakukan terhadap kalian atau yang selain kalian andaikata Dia melakukannya.

Akan tetapi Alloh dengan keutamaan rohmat-Nya memberikan karunia pada kalian dengan tidak membebani kalian dengan yang demikian tadi. Dan Dia itu Hakim -Penuh hikmah- dalam syariat yang demikian tadi andaikata berbuat itu pada kalian dan dalam hukum-hukum dan pengaturan-Nya yang lain. Tiada cacat ataupun kekurangan ataupun aib dalam perbuatan-perbuatan Alloh, karena dia adalah perbuatan Dzat Yang memiliki hikmah, yang tahu akibat-akibat dari seluruh perkara..." 

["Jami'ul Bayan"/4/hal. 361].

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Syariat ini bangunannya dan asasnya ada di atas hikmah-hikmah dan kemaslahatan para hamba dalam dunia dan akhirat mereka. Dan syariat itu semuanya adil, semuanya rohmat, semunya maslahat semuanya hikmah. Maka setiap masalah yang keluar dari keadilan kepada kecurangan, dan dari rohmat kepada kebalikannya, dan dari maslahat kepada kerusakan, dan dari hikmah kepada kesia-siaan maka itu bukanlah bagian dari syariat ini." ["I'lamul Muwaqqi'in"/3/hal. 5].

Maka bagaimana sampai kita tidak mencintai Alloh? Andaikata iman kita sehat niscaya kita benar-benar cinta pada Alloh, Dzat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya serta syariat-Nya.

Seharusnya kita bangga dengan syariat yang menyebabkan kita semakin baik dan mulia ini. Alloh تعالى berfirman:

لقد أنزنا إليكم كتابا فيه ذكركم أفلا تعقلون.

"Sungguh Kami telah turunkan suatu kitab yang di dalamnya ada kemuliaan untuk kalian. Maka mengapa kalian tidak memikirkannya." [QS. Al Anbiya: 10].

Al Imam Al Baghowiy رحمه الله berkata: "Yaitu: di dalamnya ada kemuliaan untuk kalian. Sebagaimana firman Alloh:

وإمه لذكر لك ولقومك

"Dan sungguh Qur'an itu adalah kemuliaan untukmu dan untuk kaummu." (QS. Az Zukhruf: 44).

Dan Qur'an adalah kemulian bagi orang yang beriman kepadanya." 

["Ma'alimut Tanzil"/5/hal. 311].

Maka orang yang tidak cinta pada syariat Alloh maka dia itu rusak keimanannya sebagaimana telah saya jelaskan dengan taufiq Alloh semata dalam risalah "Syaroh Nawaqidhil Islam" dengan dalil-dalilnya dan tafsir para ulama tentangnya.

Demikian pula orang yang mengerjakan suatu perintah Alloh tapi hati membenci perintah tadi, maka amalannya tadi tertolak. Alloh تعالى berfirman:

وما منعهم أن تقبل منهم نفقاتهم إلا أنهم كفروا بالله وبرسوله ولا يأتون الصلاة إلا وهم كسالى ولا ينفقوم إلا وهم كارهون.

"Dan tidak ada yang menghalangi mereka agar nafkah-nafkah mereka itu diterima kecuali karena mereka kufur pada Alloh dan pada Rosul-Nya, dan mereka tidak mendatangi sholat kecuali dalam keadaan mereka malas, dan tidaklah mereka berinfaq kecuali dalam kondisi mereka itu benci." [QS. At Taubah: 54].

Dan kebencian tadi bisa menyebabkan orang itu kekal di neraka sebagai mana Alloh jelaskan sebab kekalnya orang-orang kafir di neraka:

لقد جئناكم بالحق ولكن أكثركم للحق كارهون.

"Sungguh Kami telah mendatangkan kebenaran pada kalian akan tetapi kebanyakan dari kalian membenci kebenaran tadi." [QS. Az Zukhruf: 78].

Al Imam Asy Syaukaniy رحمه الله berkata: "Dan yang dimaksudkan dengan kebenaran adalah seluruh perkara yang Alloh perintahkan melalui lisan para Rosul dan Alloh turunkan di dalam kitab-kitab-Nya." ["Fathul Qodir"/6/hal. 417].

Matahari mulai meninggi. Saya cukupkan sampai di sini, insya Alloh dilanjutkan di lain kesempatan. Semoga Alloh menambahkan hidayah-Nya pada kita semua. Sabtu, 7 Jumadil Ula 1435 H, 11:41 wib.

BAB 3 - Kewajiban untuk Bertekad Menjalankan Perintah Alloh

K"ewajiban yang ketiga ketika perintah Alloh datang adalah: 'azm (tekad) untuk mengerjakannya.

Ar Roghib Al Ashfahaniy رحمه الله berkata: "Yang namanya ' azm dan 'azimah adalah kebulatan hati untuk menjalankan suatu perkara." ["Mufrodat Alfazhil Qur'an"/hal. 334].

Yang namanya 'azm tadi adalah suatu keinginan kuat dari hati sebelum terjadi perbuatan. Makanya Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Sang hamba dalam masalah perkara yang diperintah itu punya dua kondisi: Kondisi sebelum mengerjakan perbuatan tadi, dan itulah 'azm (tekad) untuk melaksanakannya , dan mohon pertolongan pada Alloh untuk menjalankannya. Dan kondisi setelah terjadinya perbuatan tadi, yaitu hendaknya dia mohon ampun atas kekurangan yang terjadi, dan bersyukur pada Alloh atas kebaikan yang dikaruniakan-Nya padanya." ["Majmu'ul Fatawa"/8/hal. 76].

Kemudian hendaknya kita tahu bahwasanya 'azm untuk menjalankan perintah Alloh tadi amat penting dalam syariat, karena dia adalah bagian dari tingkatan pengagungan pada perintah Alloh, sementara pengagungan perintah menunjukkan adanya pengagungan pada Yang memerintahkan, dan ini adalah wajib.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Sesungguhnya kaki Islam itu tidak kokoh kecuali di atas tangga taslim (penyerahan diri), dan yang demikian itu mengharuskan adanya pengagungan pada Robb..."

Kita lanjutkan penukilan ucapan Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله: "...dan yang demikian itu mengharuskan kita mengagungkan Robb تعالى, perintah-Nya, dan larangan-Nya. Maka iman itu tidak sempurna kecuali dengan pengagungan pada Alloh. Dan tidak sempurna pengagungan pada-Nya kecuali dengan pengagungan pada perintah dan larangan-Nya. Maka sesuai dengan kadar pengagungan hamba pada Alloh subhanah itulah dia mengagungkan perintah dan larangan-Nya. Pengagungan pada perintah itu menunjukkan pengagungan pada Dzat Yang memerintahkan. Dan tingkatan pertama dalam pengagungan perintah adalah: membenarkannya. Kemudian tekad yang pasti untuk melaksanakannya. Kemudian bersegera untuk menjalankannya sekalipun banyak faktor penghalang dan rintangan. Kemudian mencurahkan kerja keras dan kesetiaan di dalam menjalankannya dalam bentuk yang paling sempurna.

Kemudian dia mengerjakannya dikarenakan hal itu memang Alloh perintahkan, bukan karena seseorang tadi bergantung pada pengetahuan akan hikmah-Nya, yang mana jika dia tahu hikmah dari perintah tadi dia mengerjakannya, tapi jika dia tidak tahu maka dia menelantarkannya. Ini berarti dia tidak mengagungkan-Nya di dalam hatinya. Justru dia itu harus pasrah pada perintah Alloh dan hikmah-Nya dalam keadaan dia mengerjakannya, sama saja apakah hikmah-Nya tadi nampak ataukah tidak nampak.

Jika syariat mendatangkan penyebutan hikmah dari perintah tadi atau hikmah tadi bisa dipahami oleh akal maka hal itu menjadi tambahan bashiroh (ilmu dan keyakinan) dan semakin menyerunya untuk menjalankannya.

Jika hikmah tadi tidak nampak maka hal itu tidak melemahkannya dari ketaatan, dan tidak mencoreng pelaksanaannya.

Orang yang mengagungkan perintah Alloh itu menjalankan perintah dan larangan sesuai dengan datangnya syariat tadi, dan bukannya membikin-bikin alasan yang melemahkan syariat tadi dan mencoreng keindahan wajah perintah dan larangan tadi, lebih-lebih untuk menentangnya dengan alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya penyelisihan terhadap perintah dan larangan tadi.

Upaya penentanga tadi adalah sifat para pewaris iblis, sementara kepasrahan, ketaatan dan penerimaan syariat adalah sifat para pewaris Nabi."

[Selesai dari "Ash Showa'iqul Mursalah"/2/hal. 371-372].

Kita lanjutkan pembahasan 'azm (tekad) untuk melaksanakan perintah Alloh. Kita harus membulatkan tekad dalam menegakkan agama ini dan bersabar memikulnya di jalan ini sampai berjumpa dengan Alloh dengan penuh kemenangan dan kemuliaan. Tapi bagaimana cara agar tekad itu menjadi bulat dan kuat? Kembali pada kekuatan cinta dan kedalaman ilmu terhadap Alloh dan syariat-Nya. Dan dua perkara tadi telah kita bahas sebelumnya.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Maka tekad untuk berjalan itu menjadi kuat dengan kekuatan istibshor (mengarahkan pandangan mata hati) karena hal itu menajamkan pandangan untuk merenungkan perkara yang bisa menggerakkan perkara yang dituntut, karena tuntutan itu adalah cabang dari perasaan. Setiap kali perasaan pada perkara yang dicintai tadi menguat, perjalanan hati kepadanyapun semakin menguat. Dan setiap kali dia menyibukkan pikiran dengan perkara tadi, bertambahlah perasaannya dengan perkara tadi, dan bertambahlah ilmu dia tentang itu, serta bertambah juga ingatannya tentang perkara tadi." ["Madarijus Salikin"/1/hal. 444].

Apa kesimpulan dari bab ini?

Kesimpulannya adalah kita wajib punya tekad untuk melaksanakan perintah Alloh.

Apa dalilnya? Di antara dalilnya adalah perintah-perintah Alloh untuk mengambil syariat dengan kuat.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله: "Dan sungguh Alloh سبحانه و تعالى telah memerintahkan untuk menerima perintah-perintah-Nya dengan 'azm (kokohnya keinginan) dan jidd (kuatnya amalan), maka Alloh تعالى berfirman:

خذوا ما آتيناكم يقوة.

"Ambillah apa yang Kami berikan pada kalian dengan kuat." (QS. Al-Baqoroh: 63).

Dan berfirman:

وكتبنا له في الألواح من كل شيء موعظة وتفصيلا لكل شيء فخذها بقوة.

"Dan Kami telah menulis untuknya di dalam papan-papan kayu itu dari segala sesuatu sebagai petuah dan perincian untuk segala sesuatu, maka ambillah dia dengan kuat." (QS. Al A'rof: 145).

Alloh juga berfirman:

يا يحيى خذ الكتاب بقوة.

"Ya Yahya, ambillah Al Kitab dengan kuat." (QS. Maryam: 12).

Yaitu: dengan kesungguhan, pencurahan kemampuan dan tekad, bukan seperti orang yang mengambil apa yang diperintahkan tapi dengan ragu-ragu dan kemalasan."

[Selesai dari "Madarijus Salikin"/1/hal. 470].

Sampai di sini dulu, matahari telah terbenam di balik gunung-gunung Shon'a. (Senin, 09 Jumadil Ula 1435 H, 22:26 wib).

BAB 4 - Mengamalkan Perintah Alloh

Kewajiban yang keempat di saat datangnya perintah Alloh adalah: menjalankan perintah tersebut. Dan memang inilah inti yang diinginkan dari datangnya perintah Alloh, Bukan sekedar untuk diketahui lalu tidak dikerjakan.

Alloh سبحانه وتعالى berfirman:

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى * وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا * قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى.

"Maka apabila datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit, dan Kami akan menggiringnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: "Wahai Robbku, kenapa Engkau menggiringku dalam keadaan buta padahal dulu saya bisa melihat?" Alloh menjawab: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami tapi engkau meninggalkannya. Maka demikian pula pada hari ini engkau pun dilupakan." [QS. Thoha: 123-126]

Dalil-dalil tentang wajibnya mengamalkan ilmu terlalu banyak untuk disebutkan.

Dan jangan sampai kita menjadi seperti Bani Isroil yang fasiq, yang tidak mau menjalankan perintah-perintah Alloh, bahkan mereka mendurhakai-Nya sehingga merekapun terkena berbagai hukuman.

Alloh تعالى berfirman:

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.

"Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang teguh dari kalian dan Kami angkat ke atas kalian gunung: "Ambillah dengan kuat apa (syariat) yang Kami berikan pada kalian, dan dengarkanlah." Mereka menjawab: "Kami mendengar dan kami mendurhakai." Dan diserapkan ke dalam hati mereka kecintaan pada anak sapi disebabkan oleh kekufuran mereka. Katakanlah pada mereka: "Alangkah buruknya apa yang diperintahkan oleh keimanan kalian jika kalian memang orang-orang yang beriman"" [QS. Al-Baqoroh: 93]

Abul Hasan Ali Al Khozin رحمه الله berkata dalam tafsir ayat ini: ""Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang teguh dari kalian dan Kami angkat ke atas kalian gunung: "Ambillah dengan kuat apa (syariat) yang Kami berikan pada kalian, dan dengarkanlah."" Yaitu: penuhilah dan taatilah apa yang diperintahkan kepada kalian. "Mereka menjawab: "Kami mendengar" yaitu: "Kami mendengar firman-Mu. "Dan kami mendurhakai." Yaitu: "Kami mendurhakai perintah-Mu."" ["Tafsirul Khozin"/1/hal. 68].

Kaum Yahudi itu tahu bahwasanya Alloh menghendaki dari mereka untuk mendengar dengan pendengaran yang mengandung ketaatan, akan tetapi mereka memilih untuk sekedar mendengar lalu mendurhakai.

Pendengaran itu ada tiga macam:
1) Pendengaran telinga semata. 
2) Pendengaran telinga yang mengandung pemahaman hati. 
3) Pendengaran telinga yang mengandung pemahaman hati dan dilanjutkan dengan ketaatan dan ketundukan.

Yang terakhir inilah yang dituntut oleh Alloh dari para hamba-Nya, bukannya agar mereka hidup bagaikan binatang ternak yang mendengar tapi tidak paham, atau paham dan berilmu tapi tidak mau mengamalkannya.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Pendengaran itu ada tiga macam: pendengaran yang bermakna menangkap suara dengan indra telinga, pendengaran yang bermakna pemahaman, dan pendengaran yang mengandung penerimaan dan pelaksanaan tuntutan." ["Madarijus Salikin"/1/hal. 483].

Jika demikian, maka pada hakikatnya manusia itu terbagi menjadi empat golongan:
Yang pertama: orang yang sama sekali tidak mau mendengarkan perintah Alloh. 
Yang kedua: orang yang mau mendengarkan tapi tidak memahaminya. 
Yang ketiga: orang yang mendengar dan paham tapi malas menjalankan perintah tadi. 
Yang keempat: orang yang mendengar dan paham, lalu menjalankan perintah tadi. Yang terakhir inilah mukmin sejati

Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Pokok pendengaran yang diperintahkan oleh Alloh adalah: mendengarkan apa yang dibawa oleh Rosul صلى الله عليه وسلم , pendengaran yang mengandung pemahaman dan penerimaan. Oleh karena itulah maka manusia dalam masalah tersebut terbagi menjadi empat golongan: golongan yang berpaling dan tidak mau mendengarkan wahyu yang beliau bawa, golongan yang mendengarkan suara tapi tidak paham maknanya, golongan yang memahaminya tapi tidak mau menerimanya, dan yang keempat adalah golongan yang mendengarnya dengan pendengaran yang mengandung pemahaman dan penerimaan." ["Majmu'ul Fatawa"/8/hal. 16].

Orang yang mendengarkan ilmu lalu memahaminya dan dihasilkan dalam dirinya kecintaan dan takut pada Alloh, tahu hakikat dunia sehingga tidak tertipu dengannya, dan yakin akan akhirat sehingga merindukannya, dan ilmu tadi membuahkan ketaatan anggota badan, maka orang inilah orang alim faqih yang sebenarnya.

Al Imam Al Hasan Al Bashriy رحمه الله berkata: "Hanyalah orang faqih itu adalah orang yang zuhud terhadap dunia, cinta dan berhasrat kuat terhadap akhirat, punya ilmu yang mendalam dan keyakinan kokoh dalam urusan agamanya, senantiasa rutin beribadah pada Alloh عز وجل ." ["Akhlaqul Ulama"/Al Ajurriy/no. 47/dishohihkan oleh Syaikhuna Yahya Al Hajuriy/cet. Darul Atsar].

Adapun orang yang telah diberi ilmu tapi tidak mau mengamalkannya, maka dia adalah orang bodoh, karena orang bodoh yang sejati adalah orang yang tidak tahu kebesaran Dzat Yang memberikan perintah tadi, tidak tahu agungnya manfaat perintah tadi, dan justru menyia-nyiakan sebab kemuliaannya itu.

Bukankah dia telah mendengar bahwasanya Alloh berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa beramal sholih baik dia itu lelaki ataupun perempuan dalam keadaan dia itu mukmin, pastilah Kami akan memberinya kehidupan yang bagus, dan pastilah Kami akan membalasi mereka pahala mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang dulu mereka lakukan." [QS. An-Nahl: 97]

Al Imam Sufyan bin 'Uyainah رحمه الله berkata: "Orang yang paling bodoh adalah orang yang meninggalkan apa yang diketahuinya. Orang yang paling berilmu adalah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya. Orang yang paling utama adalah orang yang paling khusyu' pada Alloh." ["Muqoddimah Sunan Ad Darimiy"/no. 343/ dishohihkan oleh Syaikhuna Yahya Al Hajuriy dalam "Al 'Urful Wardiy" hal. 159/cet. Darul Atsar].

BAB 5 - Menjalankan Perintah dengan Niat Ikhlash dan di Atas Jalur yang Benar

Al Imam Muhammad bin Abdil Wahhab An Najdiy رحمه الله menyebutkan bahwasanya kewajiban yang kelima saat datangnya perintah adalah keikhlasan niat dan kebenaran cara yang ditempuh. Dua syarat ini adalah realisasi syahadatain:

أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله.

"Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh."

Syahadat yang pertama menuntut pemurnian niat ibadah untuk Alloh semata.Dan syahadat yang kedua menuntut kesetiaan pada bimbingan Rosululloh صلى الله عليه وسلم dalam beribadah.

1. Syarat yang Pertama: Keikhlasan Niat

Kita wajib ikhlas untuk Alloh semata dalam beramal. Alloh تعالى berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا الله مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ.

"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Alloh dalam keadaan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan condong dari kesyirikan kepada tauhid." [QS. Al-Bayyinah: 5]

Dan Alloh Yang Mahasuci berfiman:

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ الله مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ * وَأُمِرْتُ لِأَنْ أَكُونَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ * قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ * قُلِ الله أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي * فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

"Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk beribadah pada Alloh dalam keadaan memurnikan agama kepada-Nya. Dan aku diperintahkan menjadi orang yang pertama masuk Islam (dari umat ini). Katakanlah: sesungguhnya aku takut siksaan pada hari yang besar jika aku mendurhakai Robbku. Katakanlah: Hanya Alloh saja yang aku sembah dalam keadaan aku memurnilah agamaku untuk-Nya. Maka sembahlah oleh kalian selain Dia semau kalian. Katakanlah: sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan keluarga mereka pada hari Kiamat. Ketahuilahyang demikian itu adalah kerugian yang nyata." [QS. Az-Zumar: 11-15]

Dari Ubaiyy bin Ka'b رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang bersabda:

بشر هذه الأمة بالسناء والنصر والتمكين فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة نصيب.

"Berikanlah kabar gembira pada umat ini dengan cahaya, pertolongan, dan kekokohan. Maka barangsiapa beramal dari mereka dengan amalan akhirat tapi untuk mendapatkan dunia, dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat." [HR. Ahmad (21261)/shohih].

Syaikhul Islam رحمه الله : "Dan Alloh سبحانه وتعالى memerintahkan agar jangan ada yang disembah selain Dia, dan agar jangan ada agama kecuali untuk-Nya saja, dan agar loyalitas itu hanya karena Dia, dan permusuhan juga karena Dia. Dan agar jangan ada tawakkal selain kepada Dia, dan agar jangan ada yang dimintai pertolongan selain Dia. Maka seorang mukmin yang mengikuti para Rosul itu memerintahkan manusia dengan apa yang para Rosul memerintahkan mereka untuk itu, agar seluruh agama itu untuk Alloh, bukan untuk diri orang mukmin tadi. Dan jika ada seseorang selain dirinya memerintahkan yang semisal itu, dia mencintainya, menolongnya, dan senang dengan adanya perkara yang dicarinya. Dan jika dia berbuat baik pada manusia, maka hanyalah dia itu berbuat baik pada mereka dalam rangka mencari wajah Robb-Nya Yang Mahatinggi, dan dia mengetahui bahwasanya Alloh telah memberikan karunia padanya dengan menjadikannya sebagai orang yang berbuat baik, dan tidak menjadikannya sebagai orang yang berbuat jelek, maka dia memandang bahwasanya amalannya itu adalah untuk Alloh, dan bahwasanya dia itu adalah dengan pertolongan Alloh. Dan ini disebutkan di surat Al Fatihah, yang kami sebutkan bahwasanya seluruh makhluk butuh kepada surat Al Fatihah lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada sesuatu apapun.

Oleh karena itu diwajibkan pada mereka untuk membacanya di setiap sholat sholat, bukan surat-surat yang lain, dan tidak diturunkan dalam Tauroh ataupun dalam Injil, ataupun dalam Zabur, ataupun dalam Al Qur'an yang semisal dengan Al Fatihah, karena sesungguhnya di dalamnya:

﴿إياك نعبد وإياك نستعين﴾

"Hanya kepada-Mu sajalah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu sajalah kami mohon pertolongan"

Maka seorang mukmin itu melihat bahwasanya amalannya itu untuk Alloh, karena dia hanya kepada-Nya beribadah, maka dia tidak meminta balasan ataupun syukur kepada orang yang dia berbuat baik padanya karena dia hanyalah beramal untuk Alloh, sebagaimana orang-orang yang berbakti berkata:

إنما نطعمكم لوجه الله لا نريد منكم جزاء ولا شكورا.

"Hanyalah kami memberi kalian makanan untuk mendapatkan wajah Alloh, kami tidak ingin dari kalian balasan ataupun syukur." (QS. Al-Insan: 9)

Dan tidak mann (menyebut-nyebut pemberian) kepadanya atau adza (menyakiti orang yang diberi), karena sesungguhnya dia telah mengetahui bahwasanya Alloh itulah Yang memberikan karunia kepadanya, karena Dialah yang membikinnya beramal dalam kebaikan, dan bahwasanya karunia adalah milik Alloh kepadanya, dan kepada orang tadi. Maka dia wajib bersyukur pada Alloh karena memudahkannya untuk jalan yang mudah (ke setiap kebaikan). Dan orang yang diberi harus bersyukur pada Alloh karena Alloh memudahkan untuknya orang yang memberikan padanya sesuatu yang bermanfaat untuknya yang berupa rezeki atau ilmu atau pertolongan, atau yang lain.

Dan di antara manusia ada orang yang berbuat baik pada orang lain untuk menyebut-nyebut pemberian padanya, atau menginginkan perbuatan baik tadi agar orang taat kepadanya atau mengagungkannya, atau demi manfaat yang lain, dan terkadang dia menyebutkan jasa kepadanya seraya berkata: "Aku telah berbuat ini dan itu untukmu," maka orang ini tidak menyembah Alloh dan tidak minta tolong pada-Nya, tidak beramal untuk Alloh, dan tidak beramal dengan minta tolong pada Alloh. Maka orang ini adalah pelaku riya. Dan Alloh telah membatalkan shodaqoh pelaku mann dan shodaqoh pelaku riya. Alloh تعالى berfirman:

يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى كالذي ينفق ماله رئاء الناس ولا يؤمن بالله واليوم الآخر فمثله كمثل صفوان عليه تراب فأصابه وابل فتركه صلدا لا يقدرون على شيء مما كسبوا والله لا يهدي القوم الكافرين ومثل الذين ينفقون أموالهم ابتغاء مرضات الله وتثبيتا من أنفسهم كمثل جنة بربوة أصابها وابل فآتت أكلها ضعفين فإن لم يصبها وابل فطل والله بما تعملون بصير.

"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan shodaqoh-shodaqoh kalian dengan mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (menyakiti orang yang diberi), seperti orang yang menginfaqkan hartanya karena ingin dilihat manusia dan dia tidak beriman pada Alloh dan Hari Akhir. Maka permisalannya adalah seperti batu halus yang di atasnya tanah, lalu dia tertimpa hujan deras, maka dia meninggalkan batu itu dalam keadaan keras dan kosong dari tanaman, mereka tidak berkuasa terhadap sedikitpun yang mereka kerjakan. Dan Alloh tidak memberi petunjuk pada orang-orang yang kafir. Dan permisalan orang-orang yang menginfaqkan harta-harta mereka dalam rangka mencari ridho Alloh dan pengokohan dari hati mereka adalah seperti permisalan kebun yang ada di dataran tinggi yang terkena hujan deras, maka kebun tadi mendatangkan buahnya dua kali lipat. Maka jika kebun tadi tidak terkena hujan deras, maka cukuplah gerimis, dan Alloh Maha Melihat apa yang kalian lakukan." (QS. Al-Baqoroh: 264-265)

Qotadah berkata: ""Dan pengokohan dari hati mereka" yaitu mengharapkan pahala dari amalan diri mereka." Asy Sya'biy berkata: "Keyakinan dan pembenaran dari diri mereka." Demikian pula ucapan Al Kalbiy. Dikatakan: "Mereka mengeluarkan shodaqoh dengan suka rela dari diri mereka sendiri, berdasarkan keyakinan akan pahalanya, dan membenarkan janji Alloh, mereka mengetahui bahwasanya apa yang mereka keluarkan itu lebih baik daripada apa yang mereka tinggalkan."

Aku katakan: "Jika si pemberi itu mengharapkan pahala dari sisi Alloh dan membenarkan janji Alloh kepadanya, mencari dari sisi Alloh, tidak dari orang yang diberinya, maka dia tidak mengungkit-ungkit pemberiannya kepadanya. Sebagaimana jika seseorang berkata pada yang lain: "Berikanlah makanan ini pada para budak, dan aku akan memberimu biayanya." Dia tidak mengungkit-ungkit pemberiannya kepada para budak, terutama jika dia mengetahui bahwasanya Alloh telah memberikan nikmat padanya dengan pemberian."

[selesai dari "Majmu'ul Fatawa"/14/hal. 329-331].

Dan dari Sulaiman bin Yasar yang berkata: "Orang-orang telah berpencar meninggalkan Abu Huroiroh. Maka Natil, dari penduduk Syam, berkata: "Wahai Syaikh, berilah kami hadits yang Anda dengar dari Rosululloh صلى الله عليه وسلم .beliau menjawab: Baiklah, aku mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:

« إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا. قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ: جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا. قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ: قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِي فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ الله عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا. قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ».

"Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan urusannya pada hari kiamat adalah orang yang dianggap mati syahid. Maka dia didatangkan dan diperlihatkan padanya nikmat-nikmat yang diberikan, dan diapun mengenalnya. Maka dia ditanya, "Apa yang kau kerjakan dengan nikmat tadi?" Dia menjawab,"Saya berperang di jalan-Mu sampai saya terbunuh syahid." Alloh berfirman: "Kamu bohong. Tapi kamu berperang agar dikatakan sebagai "Pemberani", dan hal itu telah dikatakan." Maka diperintahkan agar dia diseret, maka diseretlah dia di atas mukanya sampai dilemparkan ke dalam neraka. Dan (yang kedua) adalah orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan membaca Al Qur'an. Maka dia didatangkan dan diperlihatkan padanya nikmat-nikmat yang diberikan, dan diapun mengenalnya. Maka dia ditanya,"Apa yang kau kerjakan dengan nikmat tadi?" Dia menjawab, "Saya mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan membaca Al Qur'an untuk-Mu." Alloh berfirman: "Kamu bohong. Tapi kamu belajar agar dikatakan sebagai "Alim", dan membaca Al Qur'an agar dikatakan "Dia adalah Qori'", dan hal itu telah dikatakan." Maka diperintahkan agar dia diseret, maka diseretlah dia di atas mukanya sampai dilemparkan ke dalam neraka. Dan (yang ketiga) adalah orang yang dikaruniai Alloh keluasan rizqi dan diberi-Nya beraneka macam harta semuanya. Maka dia didatangkan dan diperlihatkan padanya nikmat-nikmat yang diberikan, dan diapun mengenalnya. Maka dia ditanya, "Apa yang kau kerjakan dengan nikmat tadi?" Dia menjawab, "Tidaklah saya tinggalkan satu jalanpun yang Engkau sukai untuk diinfaqi di situ untuk-Mu." Alloh berfirman: "Kamu bohong. Tapi kamu lakukan itu agar dikatakan sebagai "Dermawan", dan hal itu telah dikatakan." Maka diperintahkan agar dia diseret, maka diseretlah dia di atas mukanya sampai dilemparkan ke dalam neraka." 

[HR. Muslim (1906)].

2. Syarat yang Kedua: Mengikuti Jalan dan Bimbingan Rosululloh صلى الله عليه وسلم

Alloh تعالى berfirman:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

"Yaitu orang-orang yang mengikuti Sang Rosul Nabi yang ummi (tak bisa baca tulis) yang mereka dapati beliau tertulis di sisi mereka di dalam Taurot dan Injil, beliau memerintahkan mereka dengan yang ma'ruf dan melarang mereka dari yang munkar, menghalalkan makanan yang baik-baik, mengharomkan makanan yang buruk-buruk, dan menghilangkan dari mereka beban berat mereka dan belenggu-belenggu yang dulu ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman pada beliau, memuliakan beliau, menolong beliau dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersama beliau, mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS. Al-A'raf: 157]

Al Imam As Sa'diy رحمه الله berkata: "Maka orang-orang yang beriman pada beliau, memuliakan beliau" yaitu: mengagungkan dan memuliakan beliau, "menolong beliau dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersama beliau" yaitu Al Qur'an yang digunakan untuk menerangi dalam kegelapan keraguan dan kebodohan, dan diteladani jika ucapan-ucapan saling bertabrakan, "mereka itulah orang-orang yang beruntung" orang-orang yang mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat, yang selamat dari kejelekan keduanya, karena mereka mendatangkan sebab keberuntungan yang terbesar. Adapun orang yang tidak beriman pada Nabi yang ummi ini, tidak memuliakan beliau, tidak menolong beliau dan tidak mengikuti cahaya yang diturunkan bersama beliau, mereka itulah orang-orang yang merugi." ["Taisirul Karimir Rohman"/hal. 305].

Al 'Irbadh bin Sariyah رضي الله عنه berkata:

صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم، ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة، ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يارسول الله كأن هذه موعظة مودّع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: «أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبداً حبشيّاً، فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيراً فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضّوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة».

"Rosululloh صلى الله عليه وسلم pernah mengimami kami sholat pada suatu hari, kemudian beliau menghadapkan wajah pada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang tajam, yang dengannya air mata berlinang, dan hati merasa takut. Maka seseorang berkata: "Wahai Rosululloh, seakan-akan ini adalah nasihat orang yang hendak berpisah, maka apakah perjanjian yang Anda ambil dari kami?" maka beliau bersabda: "Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa pada Alloh, dan mendengar dan taat kepada pemerintah, sekalipun dia itu adalah budak Habasyah, karena orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk memegang sunnahku dan sunnah Al Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang teguhlah dia dan gigitlah dia dengan geraham kalian. Dan hindarilah setiap perkara yang muhdats karena yang muhdats itu bid'ah, dan setiap bid'ah itu kesesatan.""

[HR. Abu Dawud (4594) dan lainnya dihasankah oleh Al Wadi'iy -رحمه اللهu- dalam "Ash Shohihul Musnad" (921)].

Dan dari 'Aisyah رضي الله عنها yang berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ.

"Barangsiapa membikin dalam urusan agama kami perkara yang tidak ada dalam agama kami, maka dia itu tertolak." [HR. Al Bukhoriy (2697) dan Muslim (1718)].

Maka syarat diterimanya amalan setelah keikhlasan adalah kesesuaian dengan syariat Rosululloh صلى الله عليه وسلم. Inilah kandungan dalil-dalil di atas. Dan ini pula makna firman Alloh تعالى:

بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ.

"Bahkan orang yang memasrahkan wajahnya untuk Alloh dalam keadaan dia berbuat ihsan, maka dia akan mendapatkan pahalanya di sisi Robbnya, dan mereka tidak akan tertimpa ketakutan dan tidak pula bersedih hati." [QS. Al-Baqoroh: 112]

Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Dan kedua sifat ini –yaitu menyerahkan wajah pada Alloh, dan berbuat ihsan- keduanya adalah dua dasar yang terdahulu. Keduanya adalah: keharusan untuk memurnikan amal untuk Alloh, dan keharusan agar amalan itu benar, yaitu mencocoki sunnah dan syariat." ["Majmu'ul Fatawa"/28/hal. 175].

BAB 6 - Menghindari Perkara yang Bisa Menggugurkan Amalan

Kewajiban yang keenam terkait dengan perintah Alloh adalah: berhati-hati dan menghindarkan diri dari berbuat sesuatu yang bisa menggugurkan amalan tadi. Alloh تعالى berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul, dan janganlah kalian membatalkan amalan-amalan kalian." [QS. Muhammad: 33]

Al Imam Ibnu Jarir Ath Thobariy رحمه الله berkata: "Alloh Yang tinggi penyebutan-Nya berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman" kepada Alloh dan Rosul-Nya, "taatilah Alloh dan taatilah Rosul" dalam perintah dan larangan keduanya. "dan janganlah kalian membatalkan amalan-amalan kalian" Alloh berfirman: dan janganlah kalian membatalkan pahala amal kalian dengan kedurhakaan kalian kepada keduanya, dan dengan kekufuran kalian, karena sesungguhnya kekufuran pada Alloh itu membatalkan amal sholih yang telah lalu." ["Jami'ul Bayan"/22/hal. 187].

Iya, sebagian kedurhakaan bisa menggugurkan pahala amal sholih, sebagiannya tidak disadari oleh pelakunya karena bodoh dan tidak mau mempelajarinya, dan sebagian disadarinya akan tetapi hawa nafsunya menyeretnya untuk tetap melakukan penggugur amalan tadi.

Maka semangat untuk menguatkan bashiroh dan tekad baja untuk menjaga amalan tadi amat dibutuhkan oleh seorang hamba sebelum dia mengalami hari kerugian dan penyesalan.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Sang hamba di sini butuh pada kesabaran dalam tiga kondisi:

Yang Pertama: sebelum mulai amalan, dengan perbaikan niat dan keikhlasan, dan menjauhi seruan-seruan riya dan sum'ah, dan bertekad untuk menunaikan hak dari apa yang diperintahkan. 

Kondisi kedua: kesabaran ketika sedang beramal, maka sang hamba senantiasa bersabar menghadapi panggilan-panggilan untuk bersikap kurang dalam beramal, dan juga menekuni kesabaran untuk selalu mengingat niat dan hadirnya hati di hadapan Yang disembah, dan tidak melupakan-Nya dalam perintah-Nya. Maka bukanlah yang penting itu sekedar pelaksanaan perintah, akan tetapi yang terpenting adalah bahwasanya Dzat Yang memerintah tadi tidak dilupakan ketika di tengah pelaksanaannya, bahkan Dia selalu diingat di dalam perintah-Nya. Maka ini adalah ibadah para hamba yang ikhlas untuk Alloh. Maka dia butuh pada kesabaran untuk memenuhi hak ibadah dengan melaksanakannya dan memenuhi rukun-rukunnya, kewajibannya dan sunnahnya, dan butuh pada kesabaran untuk selalu mengingat Dzat Yang disembah di dalam amalan tadi, dan tidak disibukkan dari-Nya dengan ibadah kepada-Nya, maka dia tidak meninggalkan tegaknya ibadah dengan anggota badannya dengan kehadiran hatinya bersama Alloh, dan dia tidak meninggalkan kehadiran hatinya bersama Alloh di hadapan Alloh dengan tegaknya ibadah dengan anggota badannya.

Kondisi ketiga: kesabaran setelah selesai beramal. Dan yang demikian itu adalah dari beberapa sisi:

Yang pertama: dia menyabarkan jiwanya jangan sampai mendatangkan perkara yang membatalkan amalannya. Alloh تعالى berfirman:

يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى

"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan shodaqoh-shodaqoh kalian dengan mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (menyakiti orang yang diberi),"

Maka bukanlah yang penting itu dia mendatangkan ketaatan, tapi yang penting itu adalah dia menjaga ketaatannya tadi dari perkara yang bisa membatalkannya.

Yang kedua: sabar dari riya, ujub, sombong dan merasa agung dengan amalan tadi, karena yang demikian itu lebih berbahaya terhadapnya daripada kebanyakan maksiat yang nampak.

Yang ketiga: bersabar jangan sampai memindahkan ketaatannya tadi dari dewan amalan rahasia ke dewan amalan terang-terangan, karena ada seorang hamba yang beramal dengan amalan rahasia antara dirinya dengan Alloh سبحانه maka amalannya dicatat dalam dewan amalan rahasia. Jika dia membicarakannya, maka akan dipindah ke dewan amalan terang-terangan. Maka janganlah dikira bahwasanya hamparan kesabaran itu telah digulung dengan selesainya amalan.

[selesai dari "Idatush Shobirin"/104-105/Daru Ibnil Jauziy].

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله juga berkata: "Dan pembatal-pembatal amalan dan perusaknya itu terlalu banyak untuk dibatasi. Dan bukanlah yang paling penting itu dia beramal, akan tetapi yang paling penting adalah menjaga amalan dari perkara yang merusaknya dan menggugurkannya.

Maka riya itu meskipun kecil sekali akan membatal amalan. Dan ini banyak sekali pintunya, tidak terbatasi. Amalan yang tidak diikat dengan mengikuti sunnah juga mengharuskan gugurnya amalan karena dia itu batil.

Menyebut-nyebut jasa pada Alloh تعالى dengan hatinya juga bisa merusa amalan. Begitu pula menyebut-nyebut jasa bahwasanya dia telah bershodaqoh, berbuat kebaikan, kebajikan, ihsan dan silaturrohim bisa menggugurkan amalan, sebagaimana firman Alloh سبحانه وتعالى :

يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى

"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan shodaqoh-shodaqoh kalian dengan mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (menyakiti orang yang diberi)." (QS. Al Baqoroh: 265).

Dan mayoritas orang tidak tahu tentang kejelekan-kejelekan yang menggugurkan kebaikan. Alloh تعالى berfirman:

ياأيهاالذينآمنوالاترفعواأصواتكمفوقصوتالنبيولاتجهروالهبالقولكجهربعضكملبعضأنتحبطأعمالكموأنتملاتشعرون.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari."

Maka Alloh memperingatkan mukminin dari gugurnya amalan mereka dengan sebab bersuara keras pada Rosululloh صلى الله عليه وسلم sebagaimana kerasnya suara sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Dan ini bukanlah kemurtadan, tapi ini adalah maksiat yang menggugurkan amalan sedangkan pelakunya tidak menyadarinya. Maka apa dugaan bagi orang yang mendahulukan ucapan orang lain, jalan orang lain dan metode orang lain di atas ucapan Rosululloh صلى الله عليه وسلم, jalan dan metode beliau? Bukankah orang ini telah menggugurkan amalannya dalam keadaan dia tidak menyadarinya?

Dan termasuk dari bab ini adalah sabda beliau صلى الله عليه وسلم:

من ترك صلاة العصر فقد حبط عمله.

"Barangsiapa meninggalkan sholat Ashr maka sungguh amalannya gugur." (HR. Al Bukhoriy (553)).

Dan termasuk dari bab ini adalah ucapan Aisyah رضي الله تعالى عنها وعن أبيها untuk Zaid bin Arqom رضي الله عنه ketika Zaid berjualan dengan metode 'inah (sejenis riba): "Sesungguhnya dia telah membatalkan jihadnya bersama Rosululloh صلى الله عليه وسلم kecuali jika dia bertobat." [1]

Dan jual beli dengan cara 'inah itu bukanlah merupakan bentuk keluarnya orang dari Islam. Puncak hukumnya hanyalah maksiat. Tapi mengetahui perkara yang bisa merusak amalan ketika terjadinya amalan tadi, dan mengetahui perkara yang bisa membatalkan dan menggugurkannya setelah amalan tadi terlaksana itu termasuk perkara yang paling penting yang harus diperiksa oleh sang hamba, dan dia harus bersemangat menjalankan ini dan menghindari perkara tadi."

[selesai dari "Al Wabilush Shoyyib"/hal. 19-21/cet. Dar Alamil Fawaid].

Andaikata atsar tadi shohih, maka maknanya adalah bahwasanya dosanya itu amat besar dan setimbang dengan pahala jihad sehingga di hari Kiamat menyebabkan pelakunya tak bisa menikmati pahala jihad, seakan-akan pahala jihad tadi gugur.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Andaikata bukan karena Ummul Mukminin punya ilmu yang dirinya tidak merasa ragu tentangnya bahwasanya ini adalah diharomkan, tidak akan beliau membolehkan diri untuk berkata semacam tadi dengan ijtihad, terutama lagi apabila beliau bermaksud bahwasanya amalan itu gugur dengan sebab kemurtadan, dan bahwasanya menganggap riba itu halal adalah kufur, maka perkara ini tadi adalah termasuk dari perkara itu. Akan tetapi Zaid mendapatkan udzur karena beliau tidak tahu bahwasanya ini adalah diharomkan. Karena itulah maka Ummul Mukminin berkata pada sang penanya: "Sampaikan padanya bahwasanya..." Dan bisa jadi Ummul Mukminin memaksudkan bahwasanya riba tadi adalah termasuk dosa besar yang dosa itu menandingi pahala jihad sehingga bagaikan orang yang mengamalkan kebaikan dan kejelekan yang setara, sehingga seakan-akan dirinya tidak beramal sama sekali." ["Tahdzib Sunan Abi Dawud"/2/hal. 149/karya Ibnul Qoyyim].

Dan masuk dalam bab gugurnya pahala besar karena ditandingi oleh dosa besar adalah hadits Tsauban رضي الله عنه yang berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «لا ألفين أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة فيجعلها الله هباء منثورا». قالوا: يا رسول الله صفهم لنا لكي لا نكون منهم ونحن لا نعلم. قال: «أما إنهم من إخوانكم ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها».

"Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: "Jangan sampai aku mendapat ada orang-orang dari umatku yang datang pada hari Kiamat dengan kebaikan semisal gunung-gunung Tihamah yang putih, lalu Alloh menjadikannya debu halus yang beterbangan." Mereka berkata: "Wahai Rosululloh, gambarkanlah mereka untuk kami agar kami tidak termasuk dari mereka dalam keadaan kami tidak mengetahui." Beliau menjawab: "Sungguh mereka itu adalah termasuk dari saudara-saudara kalian, akan tetapi mereka dalah kaum-kaum yang jika menyendiri dengan larangan-larangan Alloh mereka melanggarnya."" 

[HR. Ibnu Majah (4245) dan Ath Thobroniy dalam "Al Mu'jamul Ausath"/ no. (4632)/shohih].

Maka seorang mukmin itu takut amalannya gugur yang menyebabkan dia bangkrut di hari Kiamat, sehingga dirinya amat berhati-hati menjaganya.Mukmin juga takut Alloh تعالى tidak ridho dengan amalannya karena kekurangan-kekurangan yang ada dalam pelaksanaan ibadah tadi.

Alloh تعالى berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ * أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ * وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ.

"Dan mereka adalah orang-orang yang berinfaq dalam keadaan hati mereka takut bahwasanya mereka akan kembali kepada Robb mereka. Mereka itulah yang berlomba-lomba dalam kebaikan dan mereka itu lebih dulu mengerjakan kebaikan. Kami tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan di sisi Kami ada kitab yang berbicara dengan bernar, dan mereka tidak dirugikan." [QS. Al-Mu'minun: 60-62]

Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله menafsirkan ayat tadi dengan berkata: "Yaitu: mereka memberikan infaq dalam keadaan mereka takut untuk Alloh tidak menerima dari mereka karena bisa jadi mereka kurang memenuhi syarat-syarat infaq. Dan ini masuk dalam bab kekhawatiran dan kehati-hatian." ["Tafsirul Qur'anil 'Azhim"/5/hal. 480].

Adapun hadits 'Aisyah رضي الله عنها:

سألت رسول الله صلى الله عليه و سلم عن هذه الآية  ﴿والذين يؤتون ما آتوا وقلوبهم وجلة﴾ قالت عائشة: هم الذين يشربون الخمر ويسرقون؟ قال: «لا يا بنت الصديق ولكنهم الذين يصومون ويصلون ويتصدقون وهم يخافون أن لا يقبل منهم أولئك الذين يسارعون في الخيرات».

"Aku menanyai Rosululloh صلى الله عليه وسلم tentang ayat ini: "Dan mereka adalah orang-orang yang berinfaq dalam keadaan hati mereka takut bahwasanya mereka akan kembali kepada Robb mereka." Kukatakan: "Apakah mereka itu orang-orang yang meminum khomr dan mencuri?" Beliau menjawab: "Tidak, wahai putri Ash Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, sholat dan bershodaqoh dalam keadaan mereka takut untuk tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan."[HR.At Tirmidziy (3175) dan Ibnu Majah (4198)].

Sanadnya shohih sampai ke Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. Akan tetapi dia tidak berjumpa dengan Aisyah, sehingga sanad hadits ini putus. Abu Hatim Ar Roziy berkata: "Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb tidak bertemu dengan 'Aisyah رضي الله عنها." ["Jami'ut Tahshil"/ Al Hafizh Al 'Alaiy/no. 429].

Jika dikatakan: "Sebagian ulama رحمه الله menshohihkannya karena ada jalur lain, diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam "Al Mu'jamul Ausath" (3965) dari jalur Al Hakam bin Basyir bin Sulaiman dari Amr bin Qois Al Mulaiy dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari Abu Hazin dari Abu Huroiroh dari 'Aisyah."

Kita jawab dengan taufiq Alloh semata: Amr bin Qois Al Mulaiy memang tsiqoh, dan yang meriwayatkan darinya adalah Al Hakam bin Basyir bin Sulaiman –atau bin Salman-, dia itu Abu Muhammad An Nahdiy, Shoduq, dan dia menyendiri dalam periwayatannya tentang hadits ini dari Amr bin Qois Al Mulaiy.

Makanya Al Imam Ath Thobroniy berkata: "Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Amr bin Qois selain Al hakam bin Basyir."

Maka riwayat dia termasuk dalam kategori syadzdz (menyendiri atau menyelisihi riwayat rowi yang lebih kuat).

Kemudian, para Imam besar meriwayatkan hadits ini dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها.

Sufyan bin 'uyainah meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. [HR. At-Tirmidziy (3175)]

– Waki' meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. [HR. Ahmad (25705)]

– Yahya bin Adam meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. [HR. Ahmad (25263)]

– Al Humaidiy meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. [HR. Al Humaidiy (275)]

– Abdulloh bin Numair meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. [HR. Ibnu Rohawaih (1643)]

– Muhammad bin Sabiq dari Malik bin Mighwal, dari Abdurrohman bin Sa'id bin Wahb dari 'Aisyah رضي الله عنها. [HR. Al Baihaqiy dalam "Syu'abul Iman" (762)]

Maka yang benar adalah riwayat yang ini. Dan Malik bin Mighwal itu tsiqoh imam masyhur.

Makanya Ad Daruquthniy berkata tentang hadits ini: "Yang lain meriwayatkan dari Abdurrohman secara mursal (terputus) dari Aisyah, dan inilah yang mahfuzh (terjaga)." ["Ilal Ad Daruquthniy"/11/hal. 193].

Kesimpulannya, hadits tadi lelah karena sanadnya terputus. Adapun riwayat yang menggambarkan tersambungnya sanad, maka itu tidak benar.Alloh تعالى a'lam.

BAB 7 - Kekokohan dalam Menjalakan Perintah

Kewajiban yang ketujuh menurut Al Imam Muhammad bin Abdil Wahhab رحمه الله adalah: kekokohan dalam menjalankan perintah tadi.

Makanya beliau berkata dalam menjelaskan makna yang diinginkan: "Tingkatan yang ketujuh adalah kekokohan di atas kebenaran dan rasa takut kepada akhir hidup yang buruk. Dan ini juga termasuk perkara terbesar yang ditakutkan oleh orang-orang sholih." ["Dalailut Tauhid"/hal. 27].

Tidak diragukan bahwasanya setan berusaha menghalangi manusia dari beramal sholih. Alloh تعالى berfirman menukilkan ucapan iblis:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ * ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ.

"Iblis berkata: "maka dikarenakan Engkau telah menyesatkan saya, pastilah saya akan duduk menghalangi mereka di atas jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari arah depan mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka dan dari kiri mereka, dan engkau tidak mendapati kebanyakan mereka itu bersyukur."" [QS. Al-A'rof: 16-17]

Al Imam Ibnu Jarir رحمه الله berkata: "Si busuk itu tidak henti-hentinya berusaha menghalangi para hamba Alloh dari setiap perkara yang bisa mendekatkan diri mereka kepada Alloh." ["Jami'ul Bayan"/12/hal. 336].

Pembahasan tentang upaya setan tadi telah terkenal. Adapun yang penting sekarang adalah kewajiban untuk kokoh di atas kebenaran dan tidak memenuhi bujukan setan untuk goyah. Alloh تعالى berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلًا * فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا.

"Sungguh Kami benar-benar menurunkan Al Qur'an kepadamu, maka bersabarlah kepada hukum Robbmu, dan janganlah engkau menaati orang yang pendosa atau sangat kafir dari mereka." [QS. Al-Insan: 23-24]

Al Imam Ibnu Jarir رحمه الله berkata: "Firman Alloh: "Sungguh Kami benar-benar menurunkan Al Qur'an kepadamu" Alloh Yang tinggi penyebutan-Nya berfirman pada Nabi-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم : "Sungguh Kami benar-benar menurunkan kepadamu wahai Muhammad Qur'an ini sebagai ujian dan cobaan dari Kami. "maka bersabarlah kepada hukum Robbmu" Alloh berfirman: "Bersabarlah kepada ujian yang diberikan Robbmu kepadamu, yang berupa kewajiban-kewajiban-Nya, penyampaian risalah-Nya, dan menjalankan apa yang Alloh mengharuskan dirimu untuk menjalankannya di dalam Al Qur'an yang diwahyukan-Nya kepadamu," "dan janganlah engkau menaati orang yang pendosa atau sangat kafir dari mereka" Alloh berfirman: "Dan janganlah untuk berbuat durhaka engkau menaati pendosa dari kaummu yang musyrik itu, yang dia ingin melakukan kedurhakaan-kedurhakaan, atau menaati orang yang sangat kafir, yaitu orang yang menentang nikmat yang Alloh berikan pada dirinya dan karunia Alloh yang ada pada dirinya, karena orang itu kafir kepada Alloh dan menyembah yang lain."" ["Jami'ul Bayan"/24/hal. 115].

Maka kesabaran itu wajib, dan amat dibutuhkan dalam menjalankan perintah-perintah Alloh, karena bujukan para pengekor syahwat itu banyak, dalam rangka menggelincirkan hamba Alloh dari jalan yang lurus.

Alloh تعالى berfirman:

وَالله يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا.

"Alloh ingin memberikan taufiq pada kalian untuk bertobat, sementara orang-orang yang mengikuti syahwat-syahwat itu ingin agar kalian condong kepada syahwat-syahwat tadi dengan kecondongan yang besar." [QS. An-Nisa: 27]

Barangsiapa lebih mengikuti syahwatnya, maka dirinya akan keluar dari jalan yang lurus, terjerumus kepada kesesatan dan terancam masuk neraka. Alloh تعالى berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا.

"Maka datanglah sepeninggal mereka para pengganti yang menyia-nyiakan sholat dan mengikuti syahwat-syahwat, maka mereka akan berjumpa dengan kesesatan dan siksaan keras yang berlipat." [QS. Maryam: 59]

Wahai para hamba Alloh, sabarkanlah diri kalian di atas agama yang lurus ini, dan kokohkanlah kaki kalian di atas jalan yang benar ini, karena balasan itu sesuai dengan amalan.Alloh تعالى telah berfirman:

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا * ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا.

"Dan tiada seorangpun dari kalian kecuali akan melewati Jahannam itu. Itu merupakan kewajiban atas Robbmu yang pasti akan ditunaikan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan Kami akan biarkan orang-orang zholim di dalamnya dalam keadaan berlutut." [QS. Maryam: 71-72]

Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه:

عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: «وترسل الأمانة والرحم فتقومان جنبتي الصراط يميناً وشمالاً، فيمر أولكم كالبرق» قال: قلت: بأبي أنت وأمي أيّ شيء كمرّ البرق؟ قال: «ألم تروا إلى البرق كيف يمرّ ويرجع في طرفة عين؟ ثم كمرّ الريح ثم كمرّ الطير وشدّ الرجال، تجري بهم أعمالهم، ونبيكم قائم على الصراط يقول: رب سلم سلم، حتى تعجز أعمال العباد حتى يجيء الرجل فلا يستطيع السير إلا زحفاً» قال: «وفي حافتي الصراط كلاليب معلقة مأمورة بأخذ من أمرت به، فمخدوش ناج، ومكدوس في النار»، والذي نفس أبي هريرة بيده إن قعر جهنم لسبعون خريفا.

"Dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang bersabda: "Akan diutuslah amanah dan rohim, lalu keduanya akan berdiri di kedua sisi Shiroth sebelah kanan dan kiri. Maka yang pertama dari kalian akan melintas seperti kilat." Maka kukatakan: "Ayah dan ibuku sebagai jaminan Anda. Apa itu sesuatu yang seperti lintasan kilat?" beliau menjawab: "Tidakkah kalian melihat kilat bagaimana lewat dan kembali seperti kedipan mata? Lalu seperti lintasan angin, lalu seperti lintasan pria-pria yang kuat. Amalan merekalah yang memperjalankan mereka. Dan Nabi kalian berdiri di atas Shiroth dengan berkata: "Robbi selamatkanlah selamatkanlah." Hingga melemahlah amalan para hamba, hingga datang orang yang tak sanggup berjalan kecuali merangkak." Beliau bersabda: "Dan di kedua tepi Shorith ada cakar-cakar yang tergantung dan diperintahkan untuk mengambil orang yang diperintahkan untuk diambil. Maka ada orang yang tercakar tapi selamat, ada yang terdorong dan jatuh ke dalam neraka." Dan demi Dzat yang jiwa Abu Huroiroh di tangan-Nya, sesungguhnya jurang Jahannam benar-benar sedalam tujuh puluh tahun." [HR. Muslim (195))]

Perhatikanlah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Amalan merekalah yang memperjalankan mereka."

Maka tidak ada yang selamat dari kekerasan ini kecuali orang yang kokoh di atas kebenaran dalam memerangi syubuhat dan syahawat. 

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk di dunia ini ke shiroth Alloh yang lurus yang dengannya Alloh mengutus para Rosul-Nya, dan menurunkan dengannya kitab-kitab-Nya, maka dia akan mendapatkan petunjuk di sana (akhirat) ke shiroth yang lurus yang menyampaikannya ke jannah Alloh dan negeri pahala-Nya. Dan sesuai kadar kokohnya kaki sang hamba di atas shiroth yang Alloh pancangkan untuk para hamba-Nya di dunia inilah kekokohan kakinya di atas shiroth yang dipancangkan di atas punggung jahannam. Dan sesuai dengan kadar perjalanannya di atas shiroth di sinilah perjalanannya di atas shiroth di sana. Maka di antara mereka ada yang melintas seperti kilat, dan di antara mereka ada yang melintas seperti kedipan mata. Di antara mereka ada yang melintas seperti angin, di antara mereka ada yang melintas seperti tunggangan yang cepat, di antara mereka ada yang melintas dengan berlari, di antara mereka ada yang melintas dengan berlari, ada yang merangkak. Ada yang tercakar tapi diselamatkan, ada yang terjatuh ke dalam neraka. Maka hendaknya sang hamba memperhatikan perjalanannya di shiroth tersebut berdasarkan perjalanannya di atas shiroth di sini, sama persis bagaikan bulu panah yang kiri dengan yang kanan

(جزاء وفاقا)

"Sebagai balasan yang sesuai."

(هل تجزون إلا ما كنتم تعملون)

"Tidaklah kalian dibalasi kecuali sesuai dengan apa yang kalian kerjakan."

Dan hendaknya dia memperhatikan syubuhat dan syahawat yang menggelincirkannya dari perjalanannya di atas shiroth ini, karena dia itu adalah cakar-cakar besi yang ada di kedua tepi shiroth tadi, menyambarnya dan menggelincirkannya dari perlintasannya. Jika syubuhat dan syahawat tadi banyak dan kuat di sini, demikian pula di sana nantinya.

(وما ربك بظلام للعبيد)

"Dan tidaklah Robbmu menzholimi hamba-Nya."

["Madarijus Salikin" 1/hal. 10/cet. Darul Hadits].

Kemudian pengembaraan di atas jalan dunia ini butuh kepada keyakinan yang mantap akan benarnya janji Alloh, agar tidak tertipu oleh syubuhat para pengekor hawa nafsu. Alloh تعالى berfirman:

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ * إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالله وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ * هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ.

"Kemudian Kami jadikan engkau ada di atas syariat dari agama ini, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu. Sesungguhnya mereka tidak akan bisa menolongmu dari Alloh sedikitpun, dan sesungguhnya orang-orang yang zholim itu sebagiannya adalah penolong bagi sebagian yang lain. Dan Alloh itu adalah Penolong bagi orang-orang yang bertaqwa. Ini adalah bashoir bagi manusia, petunjuk dan rohmat bagi kaum yang yakin." [QS. Al-Jaatsiyah: 18-20]

Bashoir sebagaimana kata Al Imam Al Qurthubiy رحمه الله berkata: "Yaitu: yang Aku turunkan kepadamu ini adalah bukti-bukti, petunjuk-petunjuk dan rambu-rambu untuk manusia dalam buatasan dan hukum-hukum." ["Al Jami' Li Ahkamil Qur'an"/16/hal. 165].

Berarti senjata setan untuk menggoyahkan keteguhan hamba Alloh di atas jalan yang lurus itu intinya ada dua: syahawat (kesenangan-kesenangan jiwa) dan syubuhat (kerancuan dan kekaburan).

Maka senjata para hamba untuk menandinginya berporos pada dua macam juga, yaitu kesabaran dalam mengekang nafsu sampai datangnya janji Alloh. Ini amat kuat dalam menepis syahawat. Yang kedua adalah keyakinan akan benarnya jalan yang telah ditempuh. Ini amat ampuh dalam meruntuhkan syubuhat.

Dan barangsiapa mantap dalam bersenjatakan kesabaran dan keyakinan, dialah orang yang mendapatkan taufiq untuk menjadi imam bagi kaum mukminin.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Memerangi setan itu ada dua tingkatan. Yang pertama: memeranginya untuk menolak syubuhat dan keraguan yang merusak keimanan yang dilemparkannya pada hamba. Yang kedua: memerangi setan dengan menolak keinginan-keinginan yang rusak dan syahwat-syahwat yang dilemparkannya pada hamba. Jihad yang pertama, setelahnya adalah keyakinan. Untuk jihad yang kedua, setelahnya adalah kesabaran. Alloh تعالى berfirman:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ.

"Dan Kami jadikan dari mereka para imam yang membimbing dengan perintah Kami ketika mereka bersabar dan mereka senantiasa yakin dengan ayat-ayat Kami." [QS. As-Sajadah: 24]

Alloh تعالى mengabarkan bahwasanya kepemimpinan dalam agama hanyalah didapatkan dengan kesabaran dan keyakinan. Kesabaran menolak syahwat-syahwat dan keinginan yang rusak. Keyakinan menolak keraguan-keraguan dan kesamaran-kesamaran."

[bacalah secara lengkap di "Zadul Ma'ad"/hal. 370-371/cet. Dar Ibni Hazm].

Bagaimana menumbuhkan kesabaran dalam menempuh ujian-ujian ini? Ada beberapa cara, di antaranya adalah:

Yang pertama: meneladani kesabaran para Nabi, terutama Ulul 'Azmi dari kalangan para Rosul صلى الله عليه وسلم. Sungguh pada perjuangan mereka itu ada pelajaran yang amat agung bagi orang yang mau merenungi sejarah mereka.

Alloh تعالى setelah menyebutkan kisah Nabi Nuh berfirman:

تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ.

"Itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu, Engkau dan kaummu dulu tidak mengetahuinya sebelum ini. Maka bersabarlah, karena sesungguhnya kesudahan yang baik adalah untuk orang-orang yang bertaqwa." [QS. Hud: 49].

Alloh تعالى berfirman:

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ.

"Maka bersabarlah sebagaimana bersabarnya Ulul 'Azm dari kalangan para Rosul, dan janganlah engkau minta disegerakan hukuman untuk mereka (kaummu yang ingkar). Seakan-akan mereka pada hari mereka melihat adzab yang dijanjikan itu tidaklah mereka tinggal di dunia kecuali sesaat dari waktu siang saja. Ini adalah pelajaran yang cukup. Maka tidaklah dibinasakan kecuali kaum yang fasiq." [QS. Al-Ahqof: 35]

Alloh تعالى berfirman:

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ.

"Dan masing-masingnya telah Kami kisahkan kepadamu berita-berita para Rosul yang dengannya Kami kokohkan hatimu. Dan telah datang kepadamu kebenaran di dalam berita-berita ini, dan juga petuah dan peringatan bagi kaum Mukminin." [QS. Hud: 120]

Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Maka di dalam kisah-kisah perkara-perkara ini ada pelajaran bagi orang-orang yang beriman pada para Nabi, karena mereka (para Nabi) pasti diuji dengan perkara yang lebih besar dari pada ini, dan mereka tidak berputus asa jika diuji dengan itu. Dan mereka tahu bahwasanya orang yang lebih baik dari mereka telah diuji dengan itu, dan ternyata kesudahannya adalah bagus, maka orang yang ragu hendaknya menjadi yakin, orang yang berdosa menjadi mau bertobat, dan menguatlah keimanan kaum mukminin dengan kisah-kisah tadi. Maka dengan itu menjadi benarlah peneladanan mereka dengan para Nabi, sebagaimana dalam firman Alloh:

﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الله أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الله وَالْيَوْمَ الْآخِرَ﴾ [الأحزاب: 21].

"Sungguh telah ada untuk kalian pada diri Rosululloh suri teladan yang bagus bagi orang yang mengharapkan Alloh dan Hari Akhir."

Dan di dalam Al Qur'an ada banyak kisah para Rosul yang di dalamnya ada hiburan dan pengokohan, agar mereka dijadikan sebagai teladan dalam kesabaran dalam menghadapi orang yang mendustakan dan menyakiti mereka."

["Majmu'ul Fatawa"/15/hal. 178-179].

Cara yang kedua: memperbanyak dzikir pada Alloh, mengingat kebesaran-Nya, kasih sayang-Nya, pemeliharaan-Nya dan kebaikan-Nya.Dan sebagainya.Dengan ini kita semakin percaya pada-Nya, dan merasakan kebersamaan-Nya dengan pertolongan dan bimbingan-Nya, sehingga senang dengan-Nya dan sabar menghadapi godaan para musuh-Nya. Alloh تعالى berfirman:

فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى.

"Maka bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Robbmu sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, dan di ujung malam maka bertasbihlah dan di tepi-tepi siang juga agar engkau ridho." [QS. Thoha: 130]

Al Imam As Sa'diy berkata dalam tafsir ayat ini: "Oleh karena itu Alloh memerintahkan Rosul-Nya untuk bersabar terhadap gangguan ucapan mereka, dan Alloh memerintah beliau untuk mencari ganti dari gangguan itu dan memohon pertolongan untuk menghadapinya dengan tasbih dengan pujian untuk Robbnya, di waktu-waktu utama itu: sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, di tepi-tepi siang, awalnya dan akhirnya, ini adalah lafazh yang umum setelah lafazh khusus, juga di waktu-waktu malam, semoga engkau jika mengerjakan itu engkau akan ridho dengan apa yang diberikan oleh Robbmu, yang berupa pahala dunia dan akhirat, dan agar menjadi tenanglah hatimu, dan sejuklah pandangan matamu dengan beribadah pada Robbmu, dan engkau terhibur dengan itu dari gangguan mereka, sehingga menjadi ringanlah bagimu ketika itu beban kesabaran." ["Taisirul Karimir Rohman"/hal. 516].

Cara yang ketiga: merenungkan Al Qur'an yang berbicara tentang tingginya nilai kesabaran.

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Bahwasanya Alloh Yang Mahasuci menyebutkan kesabaran di dalam kitab-Nya di sekitar sembilan puluh tempat. Terkadang memerintahkan untuk bersabar, terkadang memuji para penyabar, terkadang memerintahkan Nabi-Nya untuk memberikan kabar gembira pada para penyabar, terkadang menjadikan kesabaran sebagai syarat dihasilkannya pertolongan dan kecukupan, terkadang Alloh mengabarkan bahwasanya diri-Nya bersama para penyabar, dan memuji orang-orang pilihan-Nya dengan sifat kesabaran, dan mereka adalah para Nabi-Nya dan Rosul-Nya, -lalu menyebutkan banyak ayat, lalu beliau berkata:- dan ini menunjukkan bahwasanya kesabaran itu termasuk posisi keimanan yang paling agung, dan bahwasanya orang yang paling khusus dengan Alloh dan paling utama di sisi-Nya adalah orang yang paling keras menegakkan dan merealisasi kesabaran, dan bahwasanya para ulama itu lebih butuh pada kesabaran daripada orang-orang awwam." ["Thoriqul Hijrotain"/hal. 400].

Cara keempat: jangan sering melihat ke orang-orang yang diberi kesenangan dunia. Alloh تعالى berfirman:

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى.

"Dan janganlah engkau memanjangkan pandangan matamu kepada orang yang Kami beri kesenangan pasangan perhiasan dunia untuk Kami uji mereka. Dan rizqi Robbmu itu lebih baik dan lebih kekal." [QS. Thoha: 131]

Al Qodhiy Abu Muhammad Ibnu Athiyyah رحمه الله berkata: "Yang nampak adalah bahwasanya ayat ini terkait dengan ayat yang sebelumnya. Yang demikian itu adalah dikarenakan Alloh تعالى mencerca mereka karena tidak mau mengambil pelajaran dari kejadian umat-umat terdahulu. Kemudian Alloh mengancam mereka dengan siksaan yang telah ditentukan waktunya. Lalu Alloh memerintahkan Nabi-Nya untuk memandang hina pola hidup mereka dan bersabar atas ucapan-ucapan mereka, serta berpaling dari harta-harta mereka dan kesenangan dunia yang ada pada mereka karena kesenangan tadi terbatas di sisi mereka dan akan membawa mereka kepada kehinaan. –sampai pada ucapan beliau:- kemudian Alloh mengabari Nabi-Nya bahwasanya kesenangan tadi adalah sebagai ujian dan cobaan Alloh terhadap mereka dan akan menjadi sebab balasan buruk terhadap mereka karena rusaknya pengelolaan mereka dalam kesenangan duniawi tadi. Dan rizqi Alloh تعالى yang Dia halalkan untuk para hamba-Nya yang bertaqwa itu lebih baik dan lebih kekal." ["Al Muharrorul Wajiz"/4/hal. 434].

Ini di antara cara agar menjadi orang yang bersabar. Lalu bagaimana cara agar menjadi orang yang yakin di atas jalan yang benar?

Syaikhul Islamرحمه اللهberkata: "Adapun bagaimana keyakinan itu dihasilkan? Maka dengan tiga perkara: Yang pertama: dengan memperdalam perenungan terhadap Al Qur'an. Yang kedua: dengan memperdalam perenungan terhadap ayat-ayat yang Alloh adakan dalam jiwa dan ufuk yang menjelaskan bahwasanya Al Qur'an itu benar. Yang ketiga: dengan mengamalkan tuntutan dari ilmu." ["Majmu'ul Fatawa"/3/hal. 330-331].

Matahari sudah hampir terbit, cahaya putih menyembul dari balik gunung-gunung Shon'a, dan menyebar ke langit yang biru bersih. Burung-burung nampak beterbangan di angkasa, kicauan tasbih mereka diselingi oleh kokok ayam jantan yang melengking saat melihat malaikat. Kaki gunung nampak indah dihiasi oleh lampi-lampu jalan dan perumahan yang masih menyala. Jalan raya ramai dengan deru mobil yang melesat cepat.

Kita cukupkan sampai di sini. Insya Alloh akan dilanjutkan dengan surat yang lain di masa yang akan datang.

والحمد لله رب العالمين

RUMAH SAKIT AHLUSSUNNAH SHON'A
Sabtu pagi, 15 Jumadil Ula 1435 H

_______________

[1] Atsar lemah.Diriwayatkan oleh Abdurrozzaq dalam "Al Mushonnaf" (14812), dan di dalam sanadnya ada riwayat 'an'anah Abu Ishaq dari istrinya dari Aisyah.

Istrinya majhulah.Abu Ishaq juga mudallis dan melakukan 'an'anah.

Dalam riwayat Abdurrozzaq nomor (14813) ada riwayat 'an'anah Abu Ishaq dari istrinya yang berkata: aku mendengar istri Abus Safar berkata: Aku bertanya pada Aisyah.

Istri Abus Safar juga majhulah.

Riwayat Abu Ishaq didukung oleh riwayat Yunus bin Abi Ishaq dari ibunya yang bernama Al 'Aliyah binti Aifa' yang berkata: "Aku dan Ummu Mahabbah keluar ke Makkah, lalu kami masuk menemui 'Aisyah … dst. Al 'Aliyah adalah istri Abu Ishaq itu sendiri.diriwayatkan Ad Daruquthniy dalam "As Sunan" (211).

Al Imam Ad Daruquthniy berkata: Ummu Mahabbah dan Al 'Aliyah sama-sama majhul, tidak bisa menjadi hujjah.

Al Imam Al Baihaqiy dalam "Ma'rifatus Sunan Wal Atsar" (3557) menyebutkan isyarat pelemahan Asy syafi'iy dan Ahmad tentang hadits ini karena majhulnya Al 'Aliyah binti Aifa'.

Alhamdulillah selesai , Sabtu pagi, 15 Jumadil Ula 1435 H

sumber : 

https://www.salafyweb.com/

 https://www.thaifahalmanshurah.wordpress.com/

╭─┅─═ঊঊঈ═─┅─╮
      SEBARKANLAH
      ENGKAU AKAN
      MENDAPATKAN
         PAHALANYA
╰─┅─═ঊঊঈ═─┅─╯

🅹🅾🅸🅽 🅲🅷🅰🅽🅽🅴🅻 🆃🅴🅻🅴🅶🆁🅰🅼

Hukum Bermain Gendang Dan Rebana


بسم الله الرحمن الرحيم

Hukum Bermain Gendang Dan Rebana


Pertanyaan: apa hukum gendang? Apakah dia harom seperti alat musik yang lain?

Jawaban dengan pertolongan Alloh semata:

Thobl (Gendang) adalah benda yang telah dikenal, alat musik untuk dipukul, punya satu atau dua sisi. 

(“Lisanul Arob”/11/hal. 398).

Dan bermain thobl (gendang) itu tidak diperbolehkan.

Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إن الله حرم علي أو حرم الخمر والميسر والكوبة».

“Sesungguhnya Alloh telah mengharomkan melalui lidahku, atau mengharomkan khomr (minuman yang memabukkan), maisir (perjudian), dan kubah (gendang).”

Sufyan berkata: maka aku bertanya pada Ali bin Budzaimah –salah seorang rowi- tentang kubah, maka beliau berkata: “Thobl (gendang).”

(HR. Ahmad (2476), Abu Dawud (3696) dan Ath Thobroniy dalam “Al Kabir” (12598)/shohih).

Abu Sulaiman Al Khoththobiy rohimahulloh berkata: dikatakan bahwa Kubah adalah nard (dadu), dan masuk di dalamnya semua watar (dawai), muzhir (semacam rebana tapi punya kerincingan) dan alat-alat permainan yang lainnya.” 

(sebagaimana dalam “Ma’rifatus Sunan Wal Atsar” /Al Baihaqiy/16/hal. 30).

Al Al Qoriy rohimahulloh berkata tentang syarh hadits tadi: 

“Yaitu: dan Alloh mengharomkan kubah melalui lidah Rosululloh, yaitu: memukul kubah. Dan kubah adalah gendang kecil.”

(“Mirqotul Mafatih”/13/hal. 246).

Al Munawiy rohimahulloh berkata:

“Dan menjualnya juga batil menurut Asy Syafi’iy. Dan mengambil harganya (uang hasil penjualannya) itu termasuk memakan dengan batil. Dan beliau mengingatkan dengan pengharoman gendang tadi, akan haromnya menjual seluruh alat-alat musik, seperti tambur dan seruling.” 

(“Faidhul Qodir”/3/hal. 338).

Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh rohimahulloh setelah menyebutkan hadits tadi dalam rangkaian penyebutan dalil-dalil diharomkannya nyanyian, beliau berkata: 

“Dan kubah adalah gendang kecil. Ada yang mengatakan: kubah adalah barith (sejenis gitar/rebab), dan dia adalah alat untuk bernyanyi. Adapun para imam yang empat, maka mereka –semoga Alloh meridhoi mereka semua- tidak diam dari menjelaskan hukum perkara yang munkar tadi.” 

(“Fatawa Wa Rosail Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh”/10/hal. 173-174).

Al Imam Ibnu Baz rohimahulloh setelah menyebutkan hadits tadi, beliau berkata: 

“Dan hadits-hadits dan atsar-atsar yang banyak telah diriwayatkan tentang tercelanya nyanyian dan alat-alat permainan, yang ucapanku ini tidak cukup untuk menyebutkannya. Dan dalil yang kami sebutkan itu sudah cukup dan memuaskan bagi seorang pencari kebenaran. Dan tidak ada keraguan bahwasanya orang-orang yang menyerukan ditambahkannya nyanyian-nyanyian dan alat-alat permainan dalam siaran berita itu, mereka tertimpa bencana dalam pikiran mereka hingga mereka menganggap bagus perkara yang buruk, dan menganggap buruk perkara yang baik. Dan mereka mengajak pada perkara yang membahayakan mereka dan membahayakan orang lain. Dan mereka tidak menyadari bahaya-bahaya, kerusakan-kerusakan dan kejelekan-kejelekan yang dihasilkan dari perkara tadi. Dan alangkah baiknya firman Alloh ta’ala Yang berfirman:

﴿أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُون﴾.

“Maka apakah orang yang dihiaskan untuk dirinya amalan buruknya lalu dia memandangnya bagus (sama dengan orang yang terbimbing di jalan yang benar)? Karena sesungguhnya Alloh menyesatkan orang yang Dia kehendaki dan membimbing orang yang Dia kehendaki. Maka janganlah jiwamu binasa karena terlalu berduka menyesali keadaan mereka, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”

(selesai dari “Fatawa Ibni Baz”/3/hal. 417).

Sedangkan duff (rebana) adalah sejenis gendang juga, tapi agak kecil.

Ibnu Hajar rohimahulloh berkata: 

“Dan duff adalah yang tidak memiliki kerincing. Jika dia punya kerincing, maka dia adalah muzhir.” 

(“Fathul Bari”/2/hal. 441).

Dan wanita boleh memainkannya di hari raya, hari pernikahan dan hari kegembiraan tertentu yang diidzinkan oleh syariat.

عن الربيع بنت معوذ بن عفراء قالت: جاء النبي صلى الله عليه وسلم فدخل حين بني علي فجلس على فراشي كمجلسك مني فجعلت جويريات لنا يضربن بالدف ويندبن من قتل من آبائي يوم بدر إذ قالت إحداهن: وفينا نبي يعلم ما في غد. فقال: «دعي هذه وقولي بالذي كنت تقولين».

Dari ar-Rubayyi' binti Mu'awwidz berkata: 

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang menemuiku ketika aku dinikahi (seseorang). Lalu beliau duduk di atas tikarku seperti posisi dudukmu di hadapanku ini. Saat itu, ada gadis-gadis kecil sedang menabuh duff (gendang kecil/rebana) sambil bersenandung menyebut-nyebut orang-orang yang terbunuh dari kalangan orangtua kami pada perang Badar. Hingga berkata salah seorang dari gadis kecil itu: "Bersama kami ada Nabi yang mengetahui apa yang bakal terjadi besok". Maka Nabi shollallohu 'alaihi wasallam segera berkata: "Janganlah kamu mengatakan begitu. Tapi cukup katakan apa yang kamu katakan sebelumnya". 

(HR. Al Bukhoriy (5147)).

Al ‘Allamah Muhammad Abdirrohman Al Mubarokfuriy rohimahulloh berkata:

“Juwairiyyatain” dengan pola kecil (dua gadis kecil). Ada yang mengatakan: yang dimaksudkan adalah: anak-anak kecil Anshor, bukan hamba sahaya. “Mereka memukul duff mereka.” Dikatakan bahwasanya para anak-anak tadi belum mencapai batasan syahwat, dan duff mereka itu tidak disertai dengan kerincing.” 

(“Tuhfatul Ahwadziy”/4/hal. 179).

عن عائشة رضي الله عنها: أن أبا بكر رضي الله عنه دخل عليها وعندها جاريتان في أيام منى تدففان وتضربان والنبي صلى الله عليه وسلم متغش بثوبه، فانتهرهما أبو بكر، فكشف النبي صلى الله عليه وسلم عن وجهه فقال: «دعهما يا أبا بكر فإنها أيام عيد». وتلك الأيام أيام منى.

Dari 'Aisyah rodhiyallohu ‘anha, bahwa Abu Bakr rodhiyallohu 'anhu pernah masuk menemuinya pada hari-hari saat di Mina (Tasyriq). Saat itu ada dua anak wanita yang sedang bermain duff (rebana), sementara Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menutupi wajahnya dengan kain. Kemudian Abu Bakr melarang dan menghardik kedua anak gadis itu, maka Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menyingkap kain yang menutupi wajah beliau seraya bersabda: "Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar. Karena ini adalah Hari 'Ied." Hari-hari itu adalah hari-hari Mina (Tasyriq)." 

(HR. Al Bukhoriy (987) dan Muslim (892)).

Al Imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh berkata dalam membantah orang yang membolehkan rebana secara umum: “Dan telah datang dalil yang lebih pasti dari sisi sanad tentang dikhususkannya pembolehan rebana itu pada hari-hari raya dan hari pernikahan saja.” 

(“At Tamhid”/22/hal. 199).

Juga di hari kegembiraan yang besar, dan dilakukan oleh wanita yang dirasa kita aman dari fitnahnya.

Dari Buroidah rodhiyallohu ‘anh berkata:

خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم في بعض مغازيه فلما انصرف جاءت جارية سوداء فقالت: يا رسول الله إني كنت نذرت إن ردك الله صالحا أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى. فقال لها رسول الله صلى الله عليه و سلم: «إن كنت نذرت فاضربي وإلا فلا». فجعلت تضرب فدخل أبو بكر وهي تضرب ثم دخل علي وهي تضرب ثم دخل عثمان وهي تضرب ثم دخل عمر فألقت الدف تحت استها ثم قعدت عليه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الشيطان ليخاف منك يا عمر إني كنت جالسا وهي تضرب فدخل أبو بكر وهي تضرب ثم دخل علي وهي تضرب ثم دخل عثمان وهي تضرب فلما دخلت أنت يا عمر ألقت الدف».

“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah keluar di sebagian peperangan beliau. Manakala beliau pulang, datanglah seorang hamba sahaya berkulit hitam seraya berkata: “Wahai Rosulalloh, sesungguhnya saya telah bernadzar jika Alloh mengembalikan Anda dengan selamat, saya akan memukul rebana di hadapan Anda dan saya bernyanyi.” Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berkata padanya: “Jika engkau telah bernadzar, maka silakan memukul rebana itu, tapi jika tidak, maka jangan.” Maka mulailah dia memukul rebana. Lalu Abu Bakr masuk, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Ali, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Utsman, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Umar, maka wanita itu melemparkan rebananya ke bawah pantatnya/bontotnya, lalu dia duduk di atas rebananya. Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setan itu benar-benar takut kepadamu wahai Umar. Sungguh aku tadi duduk, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Abu Bakr, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Ali , dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Utsman, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah engkau wahai Umar, maka dia melemparkan rebana tadi.” 

(HR. Ahmad (23039), At Tirmidziy (3690)/shohih).

Al Khoththobiy rohimahulloh berkata: 

“Memukul rebana bukanlah termasuk perkara yang terhitung di dalam bab ketaatan pada Alloh yang terkait dengan nadzar. Kondisi terbaiknya adalah bahwasanya dia itu masuk dalam bab mubah. Hanya saja manakala dia berhubungan dengan ditampakkannya kegembiraan dengan kepulangan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam ketika beliau tiba dari sebagian peperangan beliau, dan amalan tadi membuat orang-orang kafir kecewa, dan kaum munafiqin jengkel, jadilah penabuhan rebana tadi seperti sebagian pendekatan diri pada Alloh. Oleh karena itulah maka disukai penabuhan rebana dalam acara pernikahan karena di dalamnya ada penampakan kegembiraan dan keluar dari makna perzinaan yang tidak jelas. Dan termasuk yang menyerupai kasus ini adalah sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam tentang menghujat orang kafir:

«اهجوا قريشا فإنه أشد عليهم من رشق النبل».

“Hujatlah Quroisy, karena hujatan (yaitu hantaman dengan syair) itu lebih keras bagi mereka daripada tembakan panah.”

(selesai dari “Aunul Ma’bud”/Abuth Thoyyib Abadiy/9/hal. 100).

Dan tidak ada keraguan bahwasanya menabuh rebana itu khusus bagi wanita: anak kecil atau wanita yang dirasa tidak menimbulkan fitnah.

Syaikhul Islam rohimahulloh berkata: 

“Dan telah diketahui dengan pasti dari agama Islam bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam tidak mensyariatkan untuk orang-orang sholih dari umat beliau, para ahli ibadah mereka dan para ahli zuhud mereka untuk berkumpul demi mendengarkan dan menyimak bait-bait yang dilagukan, disertai dengan tepuk tangan atau pukulan stik, atau duff (rebana), sebagaimana beliau tidak membolehkan seseorang untuk tidak mengikuti beliau dan tidak mengikuti apa yang datang dari Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), baik dalam perkara batin ataupun perkara lahiriyyah, baik untuk orang awam ataupun juga untuk orang khusus. Akan tetapi Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan para beberapa jenis permainan dalam pernikahan dan semisalnya, sebagaimana beliau memberikan keringanan pada para wanita untuk menabuh rebana dalam pernikahan dan kegembiraan-kegembiraan. Adapun para pria pada zaman Nabi, maka tidak ada seorangpun dari mereka yang menabuh rebana, ataupun bertepuk tangan, dan bahkan telah pasti dalam hadits shohih bahwasanya Nabi bersabda:

«التصفيق للنساء والتسبيح للرجال»،

“Bertepuk tangan adalah untuk para wanita, dan bertasbih adalah untuk para pria.”

Dan:

«لعن المتشبهات من النساء بالرجال، والمتشبهين من الرجال بالنساء ».

“Rosululloh صلى الله عليه وسلم melaknat para lelaki yang menyerupakan diri dengan perempuan, dan para perempuan yang menyerupakan diri dengan lelaki.” 

(Diriwayatkan oleh Al Bukhoriy (5885) dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma).

Dan manakala nyanyian dan menabuh rebana dan telapak tangan adalah termasukd dari amalan para wanita, dulu para Salaf menamakan para lelaki yang melakukan itu sebagai MUKHONNATS (bencong/bondan), dan mereka menamakan para lelaki yang bernyanyi sebagai MAKHONITS (para bencong). Dan ini terkenal di dalam ucapan para Salaf. Dan masuk di dalam bab ini adalah hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha: bahwa Abu Bakr rodhiyallohu 'anhu pernah masuk menemuinya pada hari-hari ‘Id dalam keadaan di samping Aisyah ada dua anak wanita Anshor yang sedang bernyanyi dengan ucapan-ucapan orang Anshor saat perang Bu’ats. 

Kemudian Abu Bakr berkata: 

“Apakah seruling setan ada di rumah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam?” sementara itu Nabi shollallohu 'alaihi wasallam tadinya memalingkan wajah beliau dari kedua gadis tadi, dan menghadapkan wajah beliau yang mulia ke dinding, lalu beliau bersabda: "Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar. Karena setiap kaum itu punya hari ‘Id, dan ini adalah Hari 'Ied kita kaum Muslimin."

Maka di dalam hadits ini ada penjelasan bahwasanya bukanlah termasuk adat Nabi shollallohu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau untuk berkumpul mendengarkan permainan tadi. Oleh karena itulah maka Ash Shiddiq menamakan hal itu sebagai SERULING SETAN. 

Dan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam membiarkan kedua gadis kecil tadi berbuat itu dengan alasan bahwasanya saat itu adalah hari ‘Id. Dan anak-anak kecil diberi keringanan untuk bermain di hari-hari Id, sebagaimana di dalam hadits:

«ليعلم المشركون أن في ديننا فسحة»،

“Agar kaum musyrikin mengetahui bahwasanya di dalam agama kita itu ada kelapangan.”

Dan dulu ‘Aisyah punya mainan yang dengannya dia bermain, dan teman-temannya dari kalangan perempuan yang masih kecil datang dan bermain bersamanya. Dan tidak ada di dalam hadits dua gadis kecil tadi berita bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam menyimak permainan mereka, sementara perintah dan larangan itu hanyalah terkait dengan penyimakan, bukan sekedar pendengaran.”

(selesai dari “Majmu’ Fatawa”/11/hal. 565-566).

Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: 

“Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam itu tidaklah mengingkari Abu Bakr yang menamai nyanyian itu sebagai seruling setan. Dan Nabi membiarkan kedua gadis kecil tadi karena keduanya adalah dua anak kecil yang belum terbebani syariat, menyanyi dengan nyanyian badui yang diucapkan pada hari perang Bu’ats, yang menceritakan keberanian dan peperangan. Dan pada hari itu adalah hari ‘Id. Lalu tentara setan memperluas area amalan tadi sampai pada menggunakan suara wanita cantik yang bukan mahrom, atau suara anak lelaki yang belum tumbuh jenggotnya, suaranya adalah fitnah, dan wajahnya adalah fitnah, dia bernyanyi mengajak pada perzinaan, kemaksiatan dan pada minuman khomr, disertai dengan alat-alat musik yang diharomkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam di sekian banyak hadits, sebagaimana akan datang penyebutannya, disertai dengan bertepuk tangan dan menari. Maka itu adalah bentuk kemungkaran yang tidak dihalalkan oleh satu orangpun dari pemeluk agama, lebih-lebih lagi pemilik ilmu dan keimanan.

Dan mereka berdalilkan dengan nyanyian dua gadis kecil yang belum terbebani syariat yang mengumandangkan nasyid-nasyid badui dan semisalnya yang berisi keberanian dan semisalnya, pada hari ‘Id tanpa ada rayuan/godaan ataupun rebana ataupun tarian ataupun tepuk tangan di dalamnya.

Mereka meninggalkan dalil yang jelas dan terang untuk mendapatkan dalil yang masih samar-samar ini. Dan itulah sifat setiap ahli batil.

Iya, kami tidak mengharomkan dan tidak memakruhkan amalan semisal yang dikerjakan di rumah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam dalam bentuk tadi. Dan kami dengan seluruh pemilik ilmu dan keimanan hanyalah mengharomkan nyanyian yang menyelisihi isi hadits tadi. Dan hanya dengan pertolongan Alloh sajalah kita mendapatkan taufiq.”

(selesai dari “Ighotsatil Lahfan”/1/hal. 257).

Ucapan Al Imam Ibnul Qoyyim sangat benar dan bagus, hanya saja untuk ucapan beliau:

 “Tanpa ada rebana”, maka yang benar dalam hadits tadi adalah: para gadis kecil tadi memainkan rebana.

Dan Al Hafizh Ibnu Hajar rohimahulloh dalam bantahan beliau pada orang yang berkata tentang bolehnya lelaki memainkan rebana, beliau berkata: 

“... hadits-hadits yang kuat di dalamnya ada idzin untuk wanita memainkan rebana. Dan para lelaki tidaklah dimasukkan ke dalam urusan para wanita karena adanya dalil umum yang melarang lelaki menyerupai wanita.” 

(“Fathul Bari”/9/hal. 226).

والله تعالى أعلم، والحمد لله رب العالمين.


sumber: http://maktabahfairuzaddailamiy.blogspot.com/
╭─┅─═ঊঊঈ═─┅─╮
      SEBARKANLAH
      ENGKAU AKAN
      MENDAPATKAN
         PAHALANYA
╰─┅─═ঊঊঈ═─┅─╯

🅹🅾🅸🅽 🅲🅷🅰🅽🅽🅴🅻 🆃🅴🅻🅴🅶🆁🅰🅼

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta Ditulis oleh: Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsy Al Jawy Al Indonesy -semoga Alloh me...