Beberapa dari kumpulan faedah - faedah yang bermanfaat, yang in syaa allah dapat mengantarkan kita menuju taman taman surganya allah, .
_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_
_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Telah sampai kepada kami beberapa persaksian ataupun keterangan terkait adanya sebagian markiz atau pondokan ahlussunnah di indonesia yang mana mereka itu di dapati menerima atau pernah menerima murid untuk mondok (diasramakan) di markiz mereka dalam keadaan si anak tersebut belum mencapai baligh (dewasa).
Maka pada kesempatan ini kami ingin membahas secara singkat terkait permasalah tersebut dengan harapan agar nantinya bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua dalam rangka untuk mengedepankan sikap kehati²an, khususnya bagi setiap yang menisbatkan diri kepada salafiyyah (Ahlussunnah).
Akhi fillah barakallahu fiikum....
Perlu untuk di ketahui bersama bahwasanya syari'at islam sejatinya menghendaki atau menginginkan agar setiap anak yang belum mencapai baligh untuk tetap berada di bawah pengasuhan ibu kandungnya (tinggal bersama ibu kandungnya).
Adapun satu diantara hikmah dari perkara tersebut adalah agar si anak yang belum mencapai baligh tersebut bisa tetap memperoleh ataupun mendapatkan belaian kasih sayang dan juga perhatian dari ibu kandungnya secara langsung, setidaknya sampai si anak tersebut mencapai baligh (dewasa).
Dan tentunya hal itu adalah merupakan satu diantara bentuk rahmat Allah 'azza wajalla yang telah di tetapkan di dalam syariatNya yang mulia. Dan bahkan syariat sendiri mengancam dengan keras bagi siapa saja yang secara sengaja berusaha untuk memisahkan antara anak dengan ibu kandungnya.
Dari Abu ‘Abdirrahman Al Hubuliy, dari Abu Ayyub Radhiyyallahu'anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata,
ُ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
*“Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkan dia dan orang yang dicintainya kelak di hari kiamat.”*
(HR. Tirmidzi, beliau menyatakan bahwa hadits ini hasan ghorib dan Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Hadits diatas bersifat umum, yaitu mencakup seluruh perbuatan yang sifatnya sengaja memisahkan antara anak dengan ibu kandungnya (tanpa keridhoan), yang tentunya hal itu adalah merupakan bentuk kezhaliman.
Dan ma'ruf di zaman dahulu kasus memisahkan antara seorang anak dengan ibu kandungnya biasa terjadi dalam kasus perbudakan, di mana terkadang di dapati adanya para pemilik budak yang sengaja menjual budak wanitanya secara terpisah dari anak kandungnya yang belum mencapai baligh, maka syariatpun melarang dan mengecam tindakan yang semacam itu.
Maka secara global dapat di pahami bahwasanya dalam hal ini syariat memang menginginkan atau menghendaki agar setiap anak yang belum mencapai baligh untuk tetap berada di bawah pengasuhan ibu kandungnya.
Dari shahabat Ubadah bin Shamit radhiyyallahu'anhu berkata,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفرق بين الأم وولدها . فقيل : يا رسول الله إلى متى ؟ قال : حتى يبلغ الغلام ، وتحيض الجارية
*Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang memisahkan antara ibu dan anaknya. Ada yang bertanya pada beliau, “Wahai Rasulullah, sampai kapan?”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Sampai mencapai baligh bila laki-laki dan haidh bila perempuan,”.*
(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya. Al Hakim berkata bahwa hadits tersebut sanadnya shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim).
Meskipun hadits tersebut lebih menjurus terkait permasalahan hak asuh anak ketika terjadi suatu perceraian antara pasangan suami istri, akan tetapi makna dan cakupan dari hadits tersebut adalah bersifat global atau umum.
Yang mana pada intinya syariat islam menginginkan atau menghendaki agar setiap anak, baik itu anak laki² maupun anak perempuan agar tetap berada di bawah pengasuhan ibu kandungnya setidaknya sampai anak tersebut mencapai baligh bagi laki² dan telah mencapai haidh bagi perempuan.
Dan mafhumnya jika ayah kandung dari si anak itu sendiri tidak lebih berhak dari ibu kandungnya dalam hal hak asuh anak yang belum mencapai baligh, maka secara analoagy pihak² lain selain dari pada ayah kandung dari anak tersebut tentunya lebih tidak berhak lagi. Semisal para ustadz² pengasuh yang ada di pondokan/markiz atau pihak² selainnya.
Maka dari itu, selama ibu kandung dari si anak tersebut bukan seorang yang musyrik, kafir, murtad, ahlul bid'ah dan semacamnya, maka hendaknya kita semua membiarkan setiap anak yang belum mencapai baligh tersebut untuk tetap berada di bawah pengasuhan & pengawasan ibu kandungnya.
Dalam artian jangan buru² di titipkan atau di masukkan atau di terima untuk tinggal di asrama pondokan/markiz yang kemudian menyebabkan si anak tersebut terpisah dari ibu kandungnya (baik secara pengasuhan maupun pengawasan). Akan tetapi setidaknya kita menunggu sampai si anak tersebut mencapai baligh.
Adapun untuk sementara waktu si anak yang belum mencapai baligh tersebut bisa belajar agama melalui ta'lim yang ada di masjid sekitar kampungnya, yang memungkinkan bagi si anak untuk tetap pulang pergi setiap harinya dan juga di tambah dengan pengajaran agama dari kedua orang tuanya di rumah.
Oleh karena itu, bagi setiap orang tua yang malas untuk menuntut ilmu agama sehingga pada akhirnya menyebabkan mereka tidak mampu untuk mendidik anak²nya terkait perkara agama, maka berhati²lah!.
Sebab mereka kelak akan menanggung akibat dari kelalaiannya tersebut di hadapan Allah 'azza wajalla.
Dan bahkan Allâh 'Azza wajalla sendiri telah berwasiat kepada kita semua di dalam kitab Nya yang mulya :
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
*‘Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!’*
Imam thabari rahimahullah berkata di dalam tafsirnya :
Perkataan Allah ta'ala
*" PELIHARALAH DIRIMU "*
Maksudnya :
*Hendaklah sebagian kamu mengajarkan kepada sebagian yang lainya perkara yang dengannya orang yang kamu ajari bisa menjaga diri dari neraka, menolak neraka darinya jika diamalkan. Yaitu ketaatan kepada Allâh dan lakukanlah ketaatan kepada Allâh*.
*" DAN KELUARGAMU DARI API NERAKA "*
Maksudnya :
*‘Ajarilah keluargamu dengan melakukan ketaatan kepada Allâh yang dengannya akan menjaga diri mereka dari neraka. Para ahli tafsir mengatakan seperti apa yang kami katakan ini*.
(Tafsir ath-Thabari, 23/491)
Dan dari shahabat ibnu umar radhiyyallahu'anhu sesungguhnya Nabi Shallahu 'alaihi wasallam berkata :
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
*Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.*
(HR: Muslim)
Dan hakikat dari setiap laki² yang telah menikah adalah merupakan pemimpin bagi anak serta istrinya, maka hendaknya mereka berusaha untuk bersungguh² dalam menuntut ilmu agar bisa menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya, sebab kelak mereka akan di mintai pertanggung jawaban atas apa² yang di pimpinnya.
Wallahu ta'ala a'lam
Maka dari uraian singkat diatas kami ingin menghimbau kepada setiap markiz² Ahlussunnah di manapun mereka berada. Apabila mereka hendak menerima calon murid untuk di titipkan/di pondokan di markiz² mereka, yang mana apabila usia si calon murid tersebut masih berada di bawah usia 15 tahun.
Maka salah satu di antara perkara yang patut untuk di tanyakan kepada si wali murid adalah,
*APAKAH SUDAH MUNCUL TANDA² BALIGH PADA DIRI ANAK LAKI² ANTUM?*
atau semisal itu
Adapun terkait tanda² baligh bagi anak laki² itu sendiri maka para ulama' telah menjelaskan di antaranya :
● *Ihtilam* (mimpi basah). Hal ini berdasarkan (QS. Annur : 59). Sebagaimana yang di jelaskan oleh Syeikh Sa'di rahimahullah didalam tafsirnya dan juga Imam ibnu qudamah rahimahullah dalam ktabnya Al mughni.
● *Al inbaat* (Tumbuh Bulu kasar pada kemaluan). Hal ini berdasarkan hadist dari Shahabat Athiyyah Al Qurazhi
Radhiyyallahu'anhu yang di diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa'i dan Ibnu Majah rahimahumullah.
● *Telah genap mencapai usia 15 tahun*. Hal ini berdasarkan hadits dari Shahabat ibnu Umar Radhiyyallahu'anhu yang di sampaikan oleh Nafi' kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahumullah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari & Muslim rahimahumullah di dalam shahihnya.
Oleh karenanya, jika memang telah muncul satu diantara tanda² baligh diatas maka silahkan pemilik markiz menerima si anak untuk tinggal di asrama pondokan atau markiz. Adapun sebaliknya jika belum muncul satu diantara tanda² baligh diatas maka sebaiknya jangan di terima terlebih dahulu, setidaknya sampai di dapati muncul satu diantara tanda² baligh tersebut.
Dan tentunya hal ini adalah dalam rangka untuk mengedapankan sikap kehati²an, yaitu: menghindari keumuman dari hadist Nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang melarang untuk memisahkan antara anak dengan ibu kandungnya sebelum si anak tersebut mencapai baligh.
Wallahu ta'ala a'lam
Catatan :
Pada kesempatan ini kami menyertakan audio tanggapan dari Syeikh Abu fairuz حفظه الله تعالى terkait tulisan kami ini sebagai bentuk faidah tambahan yang saling melengkapi. Dan hal itu adalah berdasarkan pengalaman beliau ketika dahulu masih berada di markiz yaman.
Setiap kebenaran adalah datangnya dari Allah 'azza wajalla, dan setiap kekeliruan adalah datangnya dari kebodohan kami pribadi serta dari godaan syaitan yang terkutuk.
✍🏻 _*Ibnu Abdirrahman Hanif Indrapury*_
_*Berkata Syaikhuna Abu Fairuz hafidzahullah Berkaitan dengan Tulisan Nasehat Untuk Tidak Memondokkan Anak Sebelum Baligh*_
_*بسم الله الرحمن الرحيم*_
_*In sya Allah itu tulisan yang baik, nasehat yang baik, sudah pada tempat nya, bahkan ana tanyakan langsung kepada Syaikh Yahya di dammaj dulu , bagaimana dengan anak anak ini apakah memang mereka di wajibkan ada wali, padahal ini masalah laki-laki, bukan yang perempuan, yang perempuan lebih berat lagi urusan nya, tetapi yang laki laki, kata Syaikh Yahya yaitu selama belum baligh maka mereka hendaknya tetap memiliki wali di sini, karena terkait dengan pendidikan, terkait dengan pengawasan, terkait juga dengan Tarbiyah yang sangat detail, jangan sampai dia malah di bebaskan, karena boleh jadi akan rusak karena pergaulan, belum tentu orang yang di pondok semuanya adalah baik, ma'ruf yang seperti itu dan banyak kasus² di berbagai negara dan di berbagai pondok tatkala si anak itu di bebaskan mondok dalam keadaan tidak di sertai oleh wali nya*_
"Sesungguhnya orang-orang jenius mereka tidak merasakan aman dari empat perkara;
💡Berkata Imam Abdullah Bin Al Mubarok -Semoga Allah merohmati nya-:
"Sesungguhnya orang-orang jenius mereka tidak merasakan aman dari empat perkara;
- Dari dosa terdahulu, ia tidak mengetahui apa yang Robb -'Azza WaJalla- akan perbuat padanya
- Dari umur yang tersisa, ia tidak mengetahui apa yang terdapat padanya berupa kebinasaan
- Dari ketergelinciran hati -sesaat-, terkadang seseorang direnggut darinya agamanya tanpa ia sadari
- Dan dari karunia, yang terkadang seorang hamba dikaruniai, namun bisa jadi itu adalah tipu daya dan istidroj..
[ Dari Kitab: "Siyar A'lamin Nubala", (8/359) ].
💡 قال الإمام عبدالله بن المبارك
رحمه الله :
إن البصراء لا يأمنون من أربع :
ذنب قد مضى لا يدري ما
يصنع فيه الرب عز وجل.
وعمر قد بقي لايدري ما فيه من الهلكة،
وزيغ قلب ساعة،
قد يسلب المرء دينه ولا يشعر
وفضل قد أعطى العبد لعله
مكر واستدراج...
سير أعلام النبلاء ( 8/359)
✍Faidah Dari Ummu Yusuf Marwah Al Ambooniyyah Istri Asy Syaikh Al Waalid Abu Ibrohim Muhammad Maani' حفظهما الله
Aden Yaman Selasa 16 Jumaadil Akhir 1444 / 10.1.2023
✍Diterjemahkan Oleh Al Ustadz Abu Sulaim Sulaiman Al Ambooniy حفظه الله
⏳TA'AWUN DAN BERSEMANGAT MEMBERI IFTHAR (HIDANGAN BUKA PUASA) KEPADA ORANG YANG BERPUASA.
نصـيـحـة للـنــساء:
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda dari Zaid Bin Khalid Al_Juhany Radhiallahu Anhu:
من فطَّر صائمًا كان له مثلُ أجرِه ، غير أنه لا ينقُصُ من أجرِ الصائمِ شيءٌ
"Siapa yang memberi hidangan buka puasa untuk orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan seperti pahalanya, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu."
📚 HR. At Tirmidzi no 807, Ibnu Majah no 1746, Imam Ahmad 5/182 dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib no 1078, dan Shahih Al_Jami' 6415.
⭕BAGAIMANA UKURAN PORSI MEMBERI HIDANGAN BUKA PUASA SEHINGGA IA MENDAPATKAN PAHALA NYA ORANG BERPUASA SEBAGAIMANA DALAM HADITS ?
🖋️Berkata Imam As-Shon'aany rahimahullah :
( من فطر صائما ) أعطاه ما يفطر به ولو جرعة من ماء ( كان له مثل أجره ) أي مثل أجر صومه ( غير أنه لا ينقص ) مما يعطاه المفطر ( من أجر الصائم شيئا ) وينبغي للصائم قبول ما يعطاه أن يفطر به إعانة لأخيه على الآخرة وإجابته إن دعاه للعشاء.
(Barangsiapa yang memberikan buka kepada orang berpuasa) memberikan kepadanya sesuatu untuk dia berbuka walaupun hanya SATU TEGUK AIR, (baginya pahala semisal pahalanya), yaitu semisal pahala puasanya, (tanpa mengurangi) dari apa yang diberikan kepada orang yang berbuka, (dari pahala orang berpuasa sedikitpun) dan sepantasnya bagi orang berpuasa menerima apa yang diberikan kepadanya untuk dia berbuka dengannya sebagai bentuk pertolongan bagi saudaranya atas akhiratnya (sehingga ia mendapatkan pahala), dan memenuhi panggilannya jika dia mengundangnya untuk makan malam.
📚 At_Tanwiir Syarh Al Jaami'is Shoghiir/1/329
🖋️Berkata Imam Nawawi rahimahullah,
قَالَ الْمُتَوَلِّي فَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى عَشَائِهِ فَطَّرَهُ عَلَى تَمْرَةٍ أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ أَوْ لَبَنٍ
"Al-Mutawalli mengatakan, jika seseorang tidak mampu memberi buka puasa dengan hidangan makan malam, maka dia bisa memberi buka dengan KURMA, AIR MINUM, ATAU SUSU."
📚Al-Majmu', 6/363
🖋️Al Allamah Ibnul Utsaimin mengatakan,
ولكن ظاهر الحديث : أن الإنسان لو فطر صائما ولو بتمرة واحدة فإنه له مثل أجره .
"Namun, zhahir hadis ini, seseorang memberi makan orang yang puasa, MESKIPUN SEBUTIR KURMA, maka dia mendapat semisal pahalanya."
📚 Syarh Riyadus_shalihin 5/315
🖋️Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah
Penanya :
هل يلزم الإشباع في أجر مَن فطَّر صائمًا؟
“Barangsiapa yang memberi hidangan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala semisal pahala puasanya, apakah hal ini harus sampai kenyang.
Apa pendapat anda dalam perkara ini?
Jawaban :
لا، الأحاديث تدل على أنه ما هو لازم الإشباع.
Tidak, hadits-hadits menunjukkan, bahwasanya TIDAK HARUS SAMPAI MENGENYANGKAN.
Penanya : Berarti bisa diperoleh pahalanya, walaupun tidak mengenyangkan?
Jawaban :
ولو ما أشبعه نعم
Iya , walaupun tidak mengenyangkan.
📚Fatawa Ad-Durus
Jangan menganggap kesempatan terbatasi dan peluang tertutup serta terhalangi demi mendapatkan keutamaan pahala orang yang berpuasa sebagaimana dalam hadits, karena dengan alasan ketidakmampuan kita dalam menyiapkan nasi dos dan kue yang beranekaragam dan sementara kemampuan kita sekedar hanya memberikan buka puasa dengan sebutir kurma atau satu gelas air minum ukuran kecil.
Apa yang kita sumbangkan berupa hidangan buka puasa besar atau kecil itu termasuk:
Dari kesempurnaan iman dan baiknya keislaman seseorang,
Sebagai dalil akan berbaik sangkanya ia kepada Allah dan tsiqah terhadapnya.
Sebagai bentuk menjalankan kesyukuran atas nikmat Allah Ta'ala,
Sebagai sebab mendapatkan kecintaan Allah dan kecintaan makhluk.
Sebagai bentuk antipati dan rasa kasihan untuk saling berbagi serta demi menutup hajat pada orang yang miskin dan orang yang butuh
Sebagai bentuk pensucian diri dengan mengeluarkan kekikiran dan kebakhilan dari jiwa.
Sebagai sebab keberkahan harta dan berkembangnya dan terjaganya seseorang dari segala musibah dan bala'
Sebagai jalan untuk sampai kesurga Allah.
⭕APAKAH YANG DIBERI HIDANGAN BUKA PUASA ITU HARUS ORANG MISKIN?
DAN TERMASUK SALAH SATU SUNNAH ISLAM ADALAH MEMBERI HIDANGAN BUKA PUASA PADA ORANG YANG MISKIN
🖋️Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
إعانة الفقراء بالإطعام في شهر رمضان ؛ هو من سنن الإسلام ، فقد قال النبي ﷺ (من فطّر صائماً فله مثل أجره)
"Membantu kepada orang miskin dengan memberi makanan pada bulan ramadhan termasuk dari sunnah Islam,
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
'Barang siapa memberi hidangan berbuka bagi seorang yang sedang berpuasa maka baginya pahala semisal pahala berpuasa.'
📚 Majmu' Fatawa 25/298
Bukan suatu keharusan hidangan buka puasa diberikan kepada orang yang miskin, tapi bisa juga diberikan orang yang mampu baik dari kerabat atau teman, maka ia akan mendapatkan keutamaan dari hadits tersebut, hanya saja lebih dianjurkan memberikan hidangan buka puasa bagi orang yang miskin.
🖋️ Al-'Allamah Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menerangkan,
الحديث عام يعم الغني والفقير، والفرض والنفل، وفضل الله واسع سبحانه وتعالى
"Hadits di atas bersifat umum, mencakup orang yang berpuasa tersebut berkecukupan dan orang yang miskin, baik itu puasa wajib atau sunnah. Keutamaan Allah subhanahu wa ta'ala amat luas."
📚Majmu' Fatawa wa Maqalat, 25/207
🖋️Asy-Syaikh Muhammad al-'Utsaimin berkata,
ينبغي للإنسان أن يحرص على تفطير الصوام بقدر المستطاع لاسيما مع حاجة الصائمين وفقرهم أو حاجتهم لكونهم ليس في بيوتهم من يقوم بتجهيز الفطور لهم وما أشبه ذلك
"Sepantasnya bagi seseorang untuk bersemangat memberi hidangan berbuka bagi orang yang berpuasa sesuai dengan kemampuannya, terkhusus lagi orang orang yang berpuasa kondisinya butuh dan kehidupannya miskin, dikarenakan keberadaan mereka yang tidak ada menyiapkan buka puasa di rumah rumah mereka ataupun yang semisal itu.
📚Syarah Riyadhus_ Shalihin, 5/314
🖋️ Dan beliau rahimahullah juga berkata :
وينبغي لمَن عنده القدرة أن يحرص على تفطير الصُوَّام إما في المساجد، أو في أماكن أخرى؛ لأن مَن فطَّر صائمًا له مثل أجره، فإذا فطَّر الإنسان إخوانه الصائمين، فإن له مثل أجورهم، فينبغي أن ينتهز الفرصة مَن أغناه الله تعالى حتى ينال أجرًا كثيرًا.
Dan sepantasnya bagi siapa yang punya kemampuan untuk bersemangat memberikan hidangan buka puasa, sama saja di masjid masjid atau ditempat lain, karena siapa yang memberikan hidangan buka puasa, maka baginya pahala semisal pahalanya orang yang berpuasa, dan jika seseorang memberikan hidangan buka puasa pad a saudara saudaranya yang berpuasa, maka baginya semisal pahala mereka yang berpuasa. Dan sepantasnya siapa yang Allah berikan kecukupan padanya untuk bersemagat mengambil kesempatan dalam hal ini hingga ia mendapatkan pahala yang besar.
📚 As_sual Fish_shiyam hal 19_20.
والله اعلم بالصواب
Abu Hanan As-Suhaily
2 Sya'ban 1444 -22/2/2023
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda dari Zaid Bin Khalid Al_Juhany Radhiallahu Anhu:
من فطَّر صائمًا كان له مثلُ أجرِه ، غير أنه لا ينقُصُ من أجرِ الصائمِ شيءٌ
"Siapa yang memberi hidangan buka puasa untuk orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan seperti pahalanya, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu."
📚 HR. At Tirmidzi no 807, Ibnu Majah no 1746, Imam Ahmad 5/182 dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib no 1078, dan Shahih Al_Jami' 6415.
⭕BAGAIMANA UKURAN PORSI MEMBERI HIDANGAN BUKA PUASA SEHINGGA IA MENDAPATKAN PAHALA NYA ORANG BERPUASA SEBAGAIMANA DALAM HADITS ?
🖋️Berkata Imam As-Shon'aany rahimahullah :
( من فطر صائما ) أعطاه ما يفطر به ولو جرعة من ماء ( كان له مثل أجره ) أي مثل أجر صومه ( غير أنه لا ينقص ) مما يعطاه المفطر ( من أجر الصائم شيئا ) وينبغي للصائم قبول ما يعطاه أن يفطر به إعانة لأخيه على الآخرة وإجابته إن دعاه للعشاء.
(Barangsiapa yang memberikan buka kepada orang berpuasa) memberikan kepadanya sesuatu untuk dia berbuka walaupun hanya SATU TEGUK AIR, (baginya pahala semisal pahalanya), yaitu semisal pahala puasanya, (tanpa mengurangi) dari apa yang diberikan kepada orang yang berbuka, (dari pahala orang berpuasa sedikitpun) dan sepantasnya bagi orang berpuasa menerima apa yang diberikan kepadanya untuk dia berbuka dengannya sebagai bentuk pertolongan bagi saudaranya atas akhiratnya (sehingga ia mendapatkan pahala), dan memenuhi panggilannya jika dia mengundangnya untuk makan malam.
📚 At_Tanwiir Syarh Al Jaami'is Shoghiir/1/329
🖋️Berkata Imam Nawawi rahimahullah,
قَالَ الْمُتَوَلِّي فَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى عَشَائِهِ فَطَّرَهُ عَلَى تَمْرَةٍ أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ أَوْ لَبَنٍ
"Al-Mutawalli mengatakan, jika seseorang tidak mampu memberi buka puasa dengan hidangan makan malam, maka dia bisa memberi buka dengan KURMA, AIR MINUM, ATAU SUSU."
📚Al-Majmu', 6/363
🖋️Al Allamah Ibnul Utsaimin mengatakan,
ولكن ظاهر الحديث : أن الإنسان لو فطر صائما ولو بتمرة واحدة فإنه له مثل أجره .
"Namun, zhahir hadis ini, seseorang memberi makan orang yang puasa, MESKIPUN SEBUTIR KURMA, maka dia mendapat semisal pahalanya."
📚 Syarh Riyadus_shalihin 5/315
🖋️Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah
Penanya :
هل يلزم الإشباع في أجر مَن فطَّر صائمًا؟
“Barangsiapa yang memberi hidangan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala semisal pahala puasanya, apakah hal ini harus sampai kenyang.
Apa pendapat anda dalam perkara ini?
Jawaban :
لا، الأحاديث تدل على أنه ما هو لازم الإشباع.
Tidak, hadits-hadits menunjukkan, bahwasanya TIDAK HARUS SAMPAI MENGENYANGKAN.
Penanya : Berarti bisa diperoleh pahalanya, walaupun tidak mengenyangkan?
Jawaban :
ولو ما أشبعه نعم
Iya , walaupun tidak mengenyangkan.
📚Fatawa Ad-Durus
Jangan menganggap kesempatan terbatasi dan peluang tertutup serta terhalangi demi mendapatkan keutamaan pahala orang yang berpuasa sebagaimana dalam hadits, karena dengan alasan ketidakmampuan kita dalam menyiapkan nasi dos dan kue yang beranekaragam dan sementara kemampuan kita sekedar hanya memberikan buka puasa dengan sebutir kurma atau satu gelas air minum ukuran kecil.
Apa yang kita sumbangkan berupa hidangan buka puasa besar atau kecil itu termasuk:
Dari kesempurnaan iman dan baiknya keislaman seseorang,
Sebagai dalil akan berbaik sangkanya ia kepada Allah dan tsiqah terhadapnya.
Sebagai bentuk menjalankan kesyukuran atas nikmat Allah Ta'ala,
Sebagai sebab mendapatkan kecintaan Allah dan kecintaan makhluk.
Sebagai bentuk antipati dan rasa kasihan untuk saling berbagi serta demi menutup hajat pada orang yang miskin dan orang yang butuh
Sebagai bentuk pensucian diri dengan mengeluarkan kekikiran dan kebakhilan dari jiwa.
Sebagai sebab keberkahan harta dan berkembangnya dan terjaganya seseorang dari segala musibah dan bala'
Sebagai jalan untuk sampai kesurga Allah.
⭕APAKAH YANG DIBERI HIDANGAN BUKA PUASA ITU HARUS ORANG MISKIN?
DAN TERMASUK SALAH SATU SUNNAH ISLAM ADALAH MEMBERI HIDANGAN BUKA PUASA PADA ORANG YANG MISKIN
🖋️Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
إعانة الفقراء بالإطعام في شهر رمضان ؛ هو من سنن الإسلام ، فقد قال النبي ﷺ (من فطّر صائماً فله مثل أجره)
"Membantu kepada orang miskin dengan memberi makanan pada bulan ramadhan termasuk dari sunnah Islam,
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
'Barang siapa memberi hidangan berbuka bagi seorang yang sedang berpuasa maka baginya pahala semisal pahala berpuasa.'
📚 Majmu' Fatawa 25/298
Bukan suatu keharusan hidangan buka puasa diberikan kepada orang yang miskin, tapi bisa juga diberikan orang yang mampu baik dari kerabat atau teman, maka ia akan mendapatkan keutamaan dari hadits tersebut, hanya saja lebih dianjurkan memberikan hidangan buka puasa bagi orang yang miskin.
🖋️ Al-'Allamah Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menerangkan,
الحديث عام يعم الغني والفقير، والفرض والنفل، وفضل الله واسع سبحانه وتعالى
"Hadits di atas bersifat umum, mencakup orang yang berpuasa tersebut berkecukupan dan orang yang miskin, baik itu puasa wajib atau sunnah. Keutamaan Allah subhanahu wa ta'ala amat luas."
📚Majmu' Fatawa wa Maqalat, 25/207
🖋️Asy-Syaikh Muhammad al-'Utsaimin berkata,
ينبغي للإنسان أن يحرص على تفطير الصوام بقدر المستطاع لاسيما مع حاجة الصائمين وفقرهم أو حاجتهم لكونهم ليس في بيوتهم من يقوم بتجهيز الفطور لهم وما أشبه ذلك
"Sepantasnya bagi seseorang untuk bersemangat memberi hidangan berbuka bagi orang yang berpuasa sesuai dengan kemampuannya, terkhusus lagi orang orang yang berpuasa kondisinya butuh dan kehidupannya miskin, dikarenakan keberadaan mereka yang tidak ada menyiapkan buka puasa di rumah rumah mereka ataupun yang semisal itu.
📚Syarah Riyadhus_ Shalihin, 5/314
🖋️ Dan beliau rahimahullah juga berkata :
وينبغي لمَن عنده القدرة أن يحرص على تفطير الصُوَّام إما في المساجد، أو في أماكن أخرى؛ لأن مَن فطَّر صائمًا له مثل أجره، فإذا فطَّر الإنسان إخوانه الصائمين، فإن له مثل أجورهم، فينبغي أن ينتهز الفرصة مَن أغناه الله تعالى حتى ينال أجرًا كثيرًا.
Dan sepantasnya bagi siapa yang punya kemampuan untuk bersemangat memberikan hidangan buka puasa, sama saja di masjid masjid atau ditempat lain, karena siapa yang memberikan hidangan buka puasa, maka baginya pahala semisal pahalanya orang yang berpuasa, dan jika seseorang memberikan hidangan buka puasa pad a saudara saudaranya yang berpuasa, maka baginya semisal pahala mereka yang berpuasa. Dan sepantasnya siapa yang Allah berikan kecukupan padanya untuk bersemagat mengambil kesempatan dalam hal ini hingga ia mendapatkan pahala yang besar.
📚 As_sual Fish_shiyam hal 19_20.
والله اعلم بالصواب
Abu Hanan As-Suhaily
2 Sya'ban 1444 -22/2/2023
Langganan:
Postingan (Atom)
Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta
Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta Ditulis oleh: Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsy Al Jawy Al Indonesy -semoga Alloh me...
-
Audio Majaalis AhlisSunnah: بسم الله الرحمن الرحيم Faedah Tanya - Jawab TANYA : Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh bang , k...
-
SAYYIDUL ISTIGHFAR عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَيِّدُ الْاِس...
-
_*(Disertai sedikit kritikan kepada Ust. Abu Ubaid Al bughisy terkait permasalahan shurah)*_ _*Telah di periksa oleh Al Ustadz Abu Abdirro...