Al ‘Allamah Al Mubarokfuriy رحمه الله berkata: Al Asyrof berkata:
yang dimaksudkan dengan amalan yang tersebut tadi adalah nafilah (mustahabbah), bukan faroidh (kewajiban).
yang dimaksudkan dengan amalan yang tersebut tadi adalah nafilah (mustahabbah), bukan faroidh (kewajiban).
Al Qori berkata:
“Wallohu a’lam dengan maksudnya, karena terkadang tergambarkan bahwasanya pendamaian tadi berlaku pada kerusakan yang bercabang darinya pertumpahan darah, perampasan harta, perusakan kehormatan, hal itu lebih utama daripada kewajiban-kewajiban ibadah yang terbatas ini, bersamaan dimungkinkannya pembayaran kewajiban tadi jika sampai ditinggalkan, dan itu adalah termasuk dari hak Alloh yang dia itu lebih ringan di sisi Alloh سبحانه daripada hak-hak para hamba. Maka jika demikian, benarlah untuk dikatakan bahwasanya jenis amalan ini lebih utama daripada jenis tadi, karena sebagian individunya itu lebih utama, seperti: manusia lebih baik daripada malaikat, dan laki-laki lebih baik daripada perempuan.”
(“Tuhfatul Ahwadzi”/7/hal. 255/cet. Darul Kutubil ‘Ilmiyyah).
Lalu beliau رحمه الله berkata: dalam “An Nihayah” pengarangnya berkata: pencukur adalah karakter yang bersifat mencukur, yaitu membinasakan dan menghabiskan agama, sebagaimana pisau cukur menghabiskan rambut.” –sampai pada ucapan beliau:
Lalu beliau رحمه الله berkata: dalam “An Nihayah” pengarangnya berkata: pencukur adalah karakter yang bersifat mencukur, yaitu membinasakan dan menghabiskan agama, sebagaimana pisau cukur menghabiskan rambut.” –sampai pada ucapan beliau:
- Ath Thibiy berkata:
dalam hadits ini ada dorongan dan anjuran untuk mendamaikan dua pihak, dan menjauhi perusakan di dalamnya, karena perbaikan itu merupakan sebab berpegang teguhnya semua dengan tali Alloh dan tiadanya perpecahan di antara muslimin. Sementara kerusakan dua pihak itu merupakan keretakan dalam agama. Maka barangsiapa mengusahakan perbaikannya dan menghilangkan kerusakannya, dia akan mendapatkan derajat di atas derajat yang dicapai oleh orang yang berpuasa dan sholat yang sibuk dengan dirinya sendiri. Maka berdasarkan ini, seharusnya sholat dan puasa (yang tersebut dalam hadits tadi) dibawa kepada kemutlakannya, dan pencukur tadi dibawa kepada makna yang diperlukan oleh urusan agama.”
(sumber yang sama).
( Dinukil dari Kitab "Tugas Penting Ahli Iman Dibulan Ramadhan dan Diseluruh Zaman | hal 56-57 | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy حفظه الله )
( Dinukil dari Kitab "Tugas Penting Ahli Iman Dibulan Ramadhan dan Diseluruh Zaman | hal 56-57 | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy حفظه الله )
https://t.me/fawaaidassunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar