APA ITU TAUHID ?

 APA ITU TAUHID ?

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

ﺇﻥ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻧﺤﻤﺪﻩ ﻭﻧﺴﺘﻌﻴﻨﻪ ﻭﻧﺴﺘﻐﻔﺮﻩ ﻭﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ ﻻ ﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ ﻭﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻋﺒﺪﻩ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺗﺴﻠﻴﻤﺎ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ :

Pembahasan yang akan dilalui dalam tulisan ini merupakan perkara terpenting yang wajib diketahui seorang muslim, tanpanya kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai. Kenapa perkara ini menjadi begitu besar ?

Karena pembicaraan adalah seputar hak-hak Al-Akbar (Dzat Yang Maha Besar).

PENGERTIAN TAUHID

Secara bahasa, kalimat “Tauhid” bisa diartikan pengesaan. Adapun secara istilah yang dipakai dalam pembahasan ilmu-ilmu syar’i, terdapat beragam penggunaan. Terkadang kata ini -oleh sebagian orang- dipakai secara meluas, mencakup seluruh pembahasan-pembahasan tentang akidah baik yang berhubungan dengan Alloh dan sifat-sifat-Nya, ataupun yang berhubungan dengan kedudukan para nabi, akhirat dan perinciannya, serta perkara-perkara ghaib yang lain. Sebagaimana di sisi lain sebagian orang yang memakai kata tersebut dalam arti sempit yaitu pada perkara yang berhubungan dengan Dzat Alloh dan sifat-sifat-Nya.

Namun para ulama yang mempelajari dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah secara mendalam dan terperinci mendapatkan bahwa pada hakikatnya pembicaraan masalah tauhid tidak terlepas dari tiga aspek, yaitu:

1. Pengesaan Alloh dalam penciptaan, pengaturan-Nya dan penguasaan terhadap segenap makhluk-Nya, yang disebut dengan Tauhid Rububiyyah . Tauhid ini juga mengandung keimanan akan wujud Alloh, karena sesuatu yang tidak ada, tidak bisa disifati dengan sifat-sifat tersebut.

2. Pengesaan Alloh dalam peribadatan, yang disebut dengan Tauhid Uluhiyyah

3. Pengesaan Alloh dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat-Nya, yang disebut dengan Tauhid Asma’ wa Shifat

Dengan makna inilah tauhid dikenal dikalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah-Salafiyyah, karena memang seluruh dalil-dalil tentang tauhid terhentinya pada tiga perkara ini –tidak ada yang keempat-.

TAUHID RUBUBIYYAH

Perkara ini hampir tidak ada yang menyelisihi, karena fithrah manusia mengetahui bahwa Allohlah yang mencipta, memberikan rezki, mengatur alam dan menguasai semuanya.

Tidak diketahui adanya manusia –terdahulu- yang mengingkari perkara ini kecuali beberapa kelompok, diantaranya Ad-Dahriyyah yaitu orang-orang yang mengingkari adanya pencipta, mereka meyakini bahwa alam semesta ini terwujud dengan sendirinya, sebagaimana mungkin sekarang ditemukan pada sebagian orang yang berpemahaman komunis. Alloh menyebutkan perkataan mereka di dalam kitab-Nya:

ﻣَﺎ ﻫِﻲَ ﺇِﻟَّﺎ ﺣَﻴَﺎﺗُﻨَﺎ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻧَﻤُﻮﺕُ ﻭَﻧَﺤْﻴَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻬْﻠِﻜُﻨَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮ

“Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa” (QS Al-Jatsiyah 24)

Kelompok lain adalah Majusy yang meyakini adanya dua pencipta. Cahaya sebagai pencipta kebaikan dan kegelapan sebagai pencipta kejelekan.

Namun ketika ada di kalangan manusia yang menyelisihi perkara ini dengan mengadakan sekutu bagi Alloh dalam perkara ini seperti keyakinan adanya orang yang bisa mengatur alam (sebagaimana keyakinan Rofidhoh terhadap para imam mereka atau keyakinan shufiyyah terhadap para wali mereka), Alloh telah membantah mereka menutup semua celah yang muncul dari dugaan-dugaan mereka. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﻌَﻪُ ﻣِﻦْ ﺇِﻟَﻪٍ ﺇِﺫًﺍ ﻟَﺬَﻫَﺐَ ﻛُﻞُّ ﺇِﻟَﻪٍ ﺑِﻤَﺎ ﺧَﻠَﻖَ ﻭَﻟَﻌَﻠَﺎ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﺼِﻔُﻮﻥ

“Tidak ada sembahan lain yang bersamanya. Apabila sembahan-sembahan itu banyak maka masing-masingnya akan pergi dengan ciptaannya., dan sebagian sembahan tersebut akan menundukkan sebagian yang lain. Maha suci Alloh dari apa yang mereka sifatkan” (QS Al-Mukminun 91)

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah Rahimahulloh dalam kitabnya Ash-Showa’iqul Mursalah mengatakan: “Perhatikanlah penjelasan yang luas dengan lafazh yang jelas lagi terang. Bahwasa Ilah (Dzat Yang Berhak Diibadahi) yang benar mestilah sang pencipta, pemilik perbuatan yang menyampaikan manfaat kepada hambanya dan menolak bahaya atas hambanya itu. Apabila bila bersamanya adanya Ilah yang lain, tentunya

Ilah tersebut juga memiliki ciptaan dan perbuatan. Maka ketika hal ini terjadi Ilah yang satu tidak akan ridho dengan keberadaan Ilah yang lain bersamanya. Bahkan kalau dia mampu untuk menundukkan Ilah yang lain sehingga dia menjadi satu-satunya yang diibadahi, maka dia akan melakukannya. Apabila dia tidak mampu untuk itu maka dia akan menyendiri dengan makhluknya dan pergi bersama mereka sebagaimana halnya raja-raja di dunia yang masing-masingnya dengan kerajaannya apabila dia tidak mampu manundukkan atau berkuasa atas raja-raja yang lain.

Maka mesti berada dalam satu dari tiga perkara: kekuasaannya.

Sebagian Ilah menguasai sebagian yang lain dalam kekuasaan salah satu Ilah . Ilah (yang berkuasa tersebut) bisa berbuat apa saja pada Ilah-Ilah yang lain sementara Ilah-Ilah

tersebut tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Mereka tidak bisa menjalankan hukum mereka terhadapnya namun dia bida menerapkan hukumnya terhadap mereka. Maka dialah Ilah yang berhak, dialah yang diibadahi, dialah yeng mengatur dan menguasai semuanya.

Teraturnya perkara alam semesta baik di langit dan di bumi, serta keterkaitan setiap perkara satu sama lain, dan berjalannya semua itu dalam pengaturan yang sempurna, tidak berselisih dan tidak ada yang cacat, menunjukkan bahwa pengaturnya adalah satu, tidak ada

llah selainnya” Selesai

Adapun perkataan Fir’aun ‘Alaihi La’natulloh

sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

ﻗَﺎﻝَ ﻓِﺮْﻋَﻮْﻥُ ﻭَﻣَﺎ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦ

“Fir’aun berkata: “Siapakah Robbul ‘Alamin ?” (QS Asy-Syu’aro’ 23)

Ini hanyalah tindakan pura-pura bodoh dan kesombongan dari seorang hamba durhaka. Buktinya adalah perkataan Musa ‘Alaihissalam kepadanya:

ﻗَﺎﻝَ ﻟَﻘَﺪْ ﻋَﻠِﻤْﺖَ ﻣَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻫَﺆُﻟَﺎﺀِ ﺇِﻟَّﺎ ﺭَﺏُّ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺑَﺼَﺎﺋِﺮ

“Musa berkata: “Engkau telah mengetahui bahwa yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu tidak lain hanyalah Robb langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata” (QS Al-Isro’ 102)

ﻭَﺟَﺤَﺪُﻭﺍ ﺑِﻬَﺎ ﻭَﺍﺳْﺘَﻴْﻘَﻨَﺘْﻬَﺎ ﺃَﻧْﻔُﺴُﻬُﻢْ ﻇُﻠْﻤًﺎ ﻭَﻋُﻠُﻮًّﺍ

“Mereka menentang mukjizat-mukjizat itu sebab kezholiman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini kebenarannya” (An-Naml 14)

Orang-orang musyrikin Quraisy meyakini Tauhid Rububiyyah ini dan tidak menjadikan sembahan-sembahan mereka sebagai sekutu bagi Alloh dalam kekuasaan dan pengaturan-Nya. Alloh Ta’ala menyebutkan tentang keyakinan para musyrikin tersebut dalam perkara ini:

ﻗُﻞْ ﻣَﻦْ ﻳَﺮْﺯُﻗُﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺃَﻡْ ﻣَﻦْ ﻳَﻤْﻠِﻚُ ﺍﻟﺴَّﻤْﻊَ ﻭَﺍﻟْﺄَﺑْﺼَﺎﺭَ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺨْﺮِﺝُ ﺍﻟْﺤَﻲَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳُﺨْﺮِﺝُ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻲِّ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺪَﺑِّﺮُ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮَ ﻓَﺴَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓَﻘُﻞْ ﺃَﻓَﻠَﺎ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥ

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Siapakah yang memberikan kalian rezki dari langit dan bumi. Atau siapakah yang berkuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan serta mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, serta yang mengatur segala urusan ?”. Mereka akan menjawab: “Alloh”. Maka katakanlah: “Maka kenapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya ?” (QS Yunus 31)

Alloh Jalla wa ‘Ala berfirman:

ﻗُﻞْ ﻟِﻤَﻦِ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽُ ﻭَﻣَﻦْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ ۞ ﺳَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻟِﻠﻪِ ﻗُﻞْ ﺃَﻓَﻠَﺎ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ ۞ ﻗُﻞْ ﻣَﻦْ ﺭَﺏُّ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﺍﻟﺴَّﺒْﻊِ ﻭَﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ ۞ ﺳَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻟِﻠﻪِ ﻗُﻞْ ﺃَﻓَﻠَﺎ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ ۞ ﻗُﻞْ ﻣَﻦْ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻣَﻠَﻜُﻮﺕُ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻭَﻫُﻮَ ﻳُﺠِﻴﺮُ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺠَﺎﺭُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ ۞ ﺳَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻟِﻠﻪِ ﻗُﻞْ ﻓَﺄَﻧَّﻰ ﺗُﺴْﺤَﺮُﻭﻥَ

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Siapakah pemilik bumi dan apa-apa yang ada padanya apabila kalian mengetahui?”. Mereka akan mengatakan: “Milik Alloh”. Maka katakanlah: “Lantas kenapa kalian tidak mengingatnya ?”. Katakanlah: “Siapakah Robb (Dzat Yang Memiliki Seluruh Sifat Rububiyyah) pemilik langit yang tujuh dan ‘Arsy yang agung ?”. Mereka akan mengatakan: “Milik Alloh”. Maka katakanlah: “Lantas kenapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya ?”. Katakanlah: “Siapakah

yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu, Dialah yang melindungi dan tidak ada yang bisa terlindung dari azab-Nya, jika kalian mengetahui ?” Mereka akan mengatakan: “Alloh”. Maka katakanlah: “Lantas kenapa kalian sampai tertipu ?”. (QS Al-Mukminun 84-89)

Bahkan dengan keyakinan kaum musyrikin terhadap

Tauhid Rububiyyah inilah Allah menjadikannya sebagai dalil yang jelas bagi mereka –dan segenap manusia- akan wajibnya Tauhid Uluhiyyah, karena yang berhak diibadahi hanyalah yang menciptakan mereka, mengatur kehidupan dan rezki mereka, mengangkat kesusahan mereka, adapun yang tidak memiliki peran sedikitpun dalam perkara-perkara tersebut bagaimana bisa diibadahi ? Alloh Ta’ala berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺭَﺑَّﻜُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ ۞ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻓِﺮَﺍﺷًﺎ ﻭَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﺑِﻨَﺎﺀً ﻭَﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻣَﺎﺀً ﻓَﺄَﺧْﺮَﺝَ ﺑِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺜَّﻤَﺮَﺍﺕِ ﺭِﺯْﻗًﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮﺍ ﻟِﻠﻪ ﺃَﻧْﺪَﺍﺩًﺍ ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ

“Wahai para manusia !! Ibadahilah Robb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadi bumi bagi kalian sebagai hamparan dan langit sebagai atap serta menurunkan air dari langit sehingga dengannya keluar buah-buahan sebagai rezki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Alloh sementara kalian mengetahui”. (QS Al-Baqoroh 21-22)

Alloh Ta’ala berfirman:

ﻗُﻞِ ﺍﺩْﻋُﻮﺍ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺯَﻋَﻤْﺘُﻢْ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜُﻮﻥَ ﻣِﺜْﻘَﺎﻝَ ﺫَﺭَّﺓٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﻣَﺎ ﻟَﻬُﻢْ ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻣِﻦْ ﺷِﺮْﻙٍ ﻭَﻣَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﻇَﻬِﻴﺮٍ ۞ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻔَﻊُ ﺍﻟﺸَّﻔَﺎﻋَﺔُ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻤَﻦْ ﺃَﺫِﻥَ ﻟَﻪ

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Serulah mereka yang kalian anggap sebagai sembahan selain Alloh. Mereka tidak memiliki kekuasaan seberat biji zarrah pun dilangit maupun di bumi. Mereka sama sekali tidak memiliki peran dalam penciptaan keduanya dan tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu-Nya. Syafaat disisi-Nya tidak bermanfaat kecuali hanya bagi orang yang diizinkan-Nya”. (QS Saba’ 22-23)

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah Rahimahulloh dalam kitabnya Ash-Showa’iqul Mursalah mengatakan: “Perhatikanlah bagaimana ayat ini membantah kaum musyrikin dari berbagai jalan masuk mereka terhadap kesyirikan, serta menutupnya dengan sempurna dan rapat. Sesungguhnya seorang hamba menggantungkan hatinya dengan yang diibadahi, dikarenakan apa yang bakal dia dapatkan berupa manfaat, kalau dia tidak mengharapkan manfaat maka hatinya tidak akan tergantung dengan yang diibadahinya tersebut.

Maka ketika ini yang diibadahi mestilah: memanfaatkannya

atau sekutu bagi pemiliknya

atau pembantu, penolongnya kehormatan dan kedudukan disisinya

apabila keempat perkara ini tidak terdapat dan batal dari seluruh sisi maka hilanglah sebab-sebab kesyirikan dan terputuslah unsur-unsurnya”. Selesai

TAUHID ULUHIYYAH

Inilah perkara utama yang didakwahkan para nabi, yaitu mengikhlaskan ibadah hanya bagi Alloh. Baik ibadah tersebut bisa berbentuk amalan hati, ataupun perkataan dan perbuatan. Alloh berfirman:

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻌَﺜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺭَﺳُﻮﻟًﺎ ﺃَﻥِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕَ

“Kami telah mengutus rasul pada setiap umat yang mengatakan: “Beribadahlah kalian kepada Alloh dan jauhilah Thogut (apa-apa yang diibadahi selain Alloh dan dia ridho dengannya)” (QS An-Nahl 36)

Perkara inilah yang diingkari oleh musuh-musuh para nabi. Alloh berfirman:

ﻟَﻘَﺪْ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎ ﻧُﻮﺣًﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﻮْﻣِﻪِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﻗَﻮْﻡِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪ ﻣَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺇِﻟَﻪٍ ﻏَﻴْﺮُﻩُ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺧَﺎﻑُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﻳَﻮْﻡٍ ﻋَﻈِﻴﻢٍ ۞ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤَﻠَﺄُ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ ﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻨَﺮَﺍﻙَ ﻓِﻲ ﺿَﻠَﺎﻝٍ ﻣُﺒِﻴﻦ

“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia berkata: “Wahai kaumku, Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian selain-Nya. Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat). Pemuka-pemuka kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami melihatmu benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS Al-A’rof 59-60)

ﻭَﺇِﻟَﻰ ﻋَﺎﺩٍ ﺃَﺧَﺎﻫُﻢْ ﻫُﻮﺩًﺍ ﻗَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﻗَﻮْﻡِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻣَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺇِﻟَﻪٍ ﻏَﻴْﺮُﻩُ ﺃَﻓَﻠَﺎ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ ۞ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤَﻠَﺄُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ ﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻨَﺮَﺍﻙَ ﻓِﻲ ﺳَﻔَﺎﻫَﺔٍ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻨَﻈُﻨُّﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜَﺎﺫِﺑِﻴﻦ

“Kepada kaum ‘Ad Kami mengutus saudara mereka Hud, maka dia berkata: “Wahai kaumku, Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian selain-Nya. Maka tidakkah kalian bertakwa ?”. Pemuka-pemuka orang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami melihatmu benar-benar tolol dan sungguh kami mendugamu termasuk para pendusta”. (QS Al-A’rof 65-66)

ﻭَﺇِﻟَﻰ ﺛَﻤُﻮﺩَ ﺃَﺧَﺎﻫُﻢْ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﻗَﻮْﻡِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺇِﻟَﻪٍ ﻏَﻴْﺮُﻩ

“Kepada kaum Tsamud Kami mengutus saudara mereka Sholih, maka dia berkata: “Wahai kaumku, Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian selain-Nya”. (QS Al-A’rof 73), sampai kepada firman-Nya

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤَﻠَﺄُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺳْﺘَﻜْﺒَﺮُﻭﺍ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺳْﺘُﻀْﻌِﻔُﻮﺍ ﻟِﻤَﻦْ ﺁَﻣَﻦَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺃَﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ ﺃَﻥَّ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻣُﺮْﺳَﻞٌ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻪِ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺇِﻧَّﺎ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﺭْﺳِﻞَ ﺑِﻪِ ﻣُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ۞ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺳْﺘَﻜْﺒَﺮُﻭﺍ ﺇِﻧَّﺎ ﺑِﺎﻟَّﺬِﻱ ﺁَﻣَﻨْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻛَﺎﻓِﺮُﻭﻥَ

Pemuka-pemuka yang sombong dari kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yaitu orang-orang yang telah beriman dari kaumnya: “Apakah kalian yakin bahwa Sholih diutus dari Robbnya ?”. Mereka menjawab: “Kami beriman dengan apa yang disampaikannya”. Orang-orang yang sombong itu berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian imani” (QS Al-A’rof 75-76)

ﻭَﺇِﻟَﻰ ﻣَﺪْﻳَﻦَ ﺃَﺧَﺎﻫُﻢْ ﺷُﻌَﻴْﺒًﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﻗَﻮْﻡِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺇِﻟَﻪٍ ﻏَﻴْﺮُﻩ

“Kepada kaum Madyan Kami mengutus saudara mereka Syu’aib, maka dia berkata: “Wahai kaumku, Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian selain-Nya”. (QS Al-A’rof 85), sampai kepada firman-Nya

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤَﻠَﺄُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺳْﺘَﻜْﺒَﺮُﻭﺍ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ ﻟَﻨُﺨْﺮِﺟَﻨَّﻚَ ﻳَﺎ ﺷُﻌَﻴْﺐُ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﻣَﻌَﻚَ ﻣِﻦْ ﻗَﺮْﻳَﺘِﻨَﺎ ﺃَﻭْ ﻟَﺘَﻌُﻮﺩُﻥَّ ﻓِﻲ ﻣِﻠَّﺘِﻨَﺎ

Pemuka-pemuka yang sombong dari kaumnya berkata: “Kami benar-benar akan mengeluarkanmu dan orang-orang yang beriman bersamamu dari dari negre kami kecuali kamu kembali kepada agama kami” . (QS Al-A’rof 88)

Karena mengingkari perkara inilah para musyrikin tidak dikatakan beriman walaupun mereka telah meyakini

Tauhid Rububiyyah , dan inilah makna kalimat Laa ilaha illalloh . Karena kalimat tersebut menuntut pelepasan diri dari seluruh jenis yang diibadahi selain Alloh dalam seluruh bentuk peribadatan. Pada kalimat itu juga terdapat tuntutan untuk mengesakan Alloh saja dalam seluruh peribadahan. Disebabkan dua tuntutan inilah maka para penentang rosul menolak kalimat yang mereka dakwahkan ini.

Alloh menyebutkan tentang mereka:

ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﻗِﻴﻞَ ﻟَﻬُﻢْ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ۞ ﻭَﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺃَﺋِﻨَّﺎ ﻟَﺘَﺎﺭِﻛُﻮﺍ ﺁَﻟِﻬَﺘِﻨَﺎ ﻟِﺸَﺎﻋِﺮٍ ﻣَﺠْﻨُﻮﻥ

“Sesungguhnya mereka, jika dikatakan kepada mereka “Tak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh” mereka menyombongkan diri. Mereka mengatakan: “Apakah kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penya’ir yang gila ?”. (QS Ash-Shoffat 35-36)

ﻭَﻋَﺠِﺒُﻮﺍ ﺃَﻥْ ﺟَﺎﺀَﻫُﻢْ ﻣُﻨْﺬِﺭٌ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮُﻭﻥَ ﻫَﺬَﺍ ﺳَﺎﺣِﺮٌ ﻛَﺬَّﺍﺏٌ ۞ ﺃَﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟْﺂَﻟِﻬَﺔَ ﺇِﻟَﻬًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﺇِﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﻟَﺸَﻲْﺀٌ ﻋُﺠَﺎﺏٌ

“Mereka heran dengan kedatangan pemberi peringatan dari kelangan mereka. Orang-orang kafir berkata: “Orang ini adalah penyihir yang banyak berdusta, apakah dia ingin menjadikan sembahan-sembahan itu menjadi sembahan yang satu saja ? Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan”. (QS Shod 4-5)

Mereka mengetahui kalau mereka menerima seruan kepada Tauhid Uluhiyyah maka mereka harus beribadah kepada Alloh saja dan meninggalkan sembahan-sembahan mereka, karena itulah mereka mengingkarinya.

Karena Tauhid Uluhiyyah merupakan keharusan dari penetapan Tauhid Rububiyyah maka sebaliknya tidak bisa seseorang dikatakan telah menetapkan Tauhid Uluhiyyah tetapi dia menyekutukan Alloh dalam Tauhid Rububiyyah seperti meyakini adanya orang yang mengetahui perkara ghoib, atau adanya benda yang bisa memberi manfaat dan bahaya dengan sendirinya.

Tauhid Uluhiyyah juga mengharuskan seseorang menetapkan apa yang Alloh tetapkan bagi diri-Nya dan meniadakan apa yang Alloh tiadakan, karena itulah bentuk ketundukan dan peribadahan seorang hamba. Makanya dari sisi ini orang yang menetapkan Tauhid Uluhiyyah mestilah menetapkan Tauhid Asma’ wa Shifat dengan pemahaman yang benar. Rusaknya Tauhid Asma’ wa Shifat pada diri seorang hamba menyebabkan kerusakan pada Tauhid Uluhiyyah.

Syaikh Sholih Alu Syaikh Hafizhohulloh dalam At-Tamhid

(434-437) mengatakan: “Demikian juga Tauhid Asma’ wa Shifat merupakan bukti akan Tauhid Uluhiyyah. Barangsiapa yang sesat dalam Tauhid Asma’ wa Shifat

maka sesungguhnya kesesatan dalam masalah Tauhid Uluhiyyah akan mengikutinya. Karena itulah anda dapatkan para mubtadi’ yang menyimpang dalam masalah nama-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya dari umat ini, dari kalangan Al-Jahmiyyah, Al-Mu’tazilah, Ar-Rofidhoh, Al-Asya’iroh, Al-Maturidiyyah dan yang semisal mereka, anda mendapatkan ketika mereka menyimpang dalam Tauhid Asma’ wa Shifat, mereka tidak mengetahui hakikat makna Tauhid Uluhiyyah. Maka mereka mantafsirkan makna “Ilah” selain maknanya, dan mengartikan “Laa ilaha illalloh” tidak sesuai dengan makna yang ditunjukkan secara bahasa (arab) ataupun istilah syari’at. Demikian juga mereka tidak mengetahui keterkaitan-keterkaitan Asma’ wa Shifat dan pengaruh-pengaruhnya terhadap kekuasan Alloh ‘Azza wa Jalla”. Selesai

TAUHID ASMA’ WA SHIFAT

Mengenal Alloh baik nama-nama-Nya maupun sifat-sifat-Nya, mana yang wajib kita tetapkan bagi-Nya ataupun apa yang mesti kita sucikan dari-Nya, adalah merupakan perkara ghoib yang ilmunya hanya dari-Nya.

Tauhid ini dibangun di atas dua landasan yaitu: pertama menyucikan Alloh ‘Azza wa Jalla dari menyerupakan-Nya dengan makhluk. Adapun yang kedua adalah mengimani apa yang disifatkan Alloh akan diri-Nya dengan sisi yang layak dengan kesempurnaan-Nya. Bersamaan dengan itu seorang hamba mesti memutus keinginan untuk mengetahui hakikat penyifatan tersebut karena Alloh berfirman:

ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻳْﺪِﻳﻬِﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠْﻔَﻬُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺤِﻴﻄُﻮﻥَ ﺑِﻪِ ﻋِﻠْﻤًﺎ

“Dia mengetahui apa yang akan mereka mereka hadapi berupa apaha dan azab serta apa yang mereka tinggalkan di dunia, sementara ilmu mereka tidak bisa membatasi ilmu, dzat dan sifat-Nya”. (QS Thoha 110)

Allohlah yang tahu tentang diri-Nya Subhanahu wa Ta’ala , dan kita tidak bisa mengetahui melainkan dari firman-Nya atau lewat sabda Rosul-Nya dan kita tidak dibebankan lebih dari itu. Apa yang Dia tetapkan maka kita tetapkan dan apa yang Dia tiadakan maka kita tiadakan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh

dalam Al-Aqidah Al-Wasithiyyah mengatakan: “Karena Dia Subhanahu yang paling tahu dengan diri-Nya dan selainnya, yang paling benar perkataannya, paling baik perkataan dari pada makhluknya. Kemudian para rosul-Nya orang-orang yang jujur dan terpercaya. Berbeda dengan orang-orang yang berkata tentang-Nya dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Karena itulah Dia

Subhanahu mengatakan:

ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺭَﺑِّﻚَ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓِ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﺼِﻔُﻮﻥَ ۞ ﻭَﺳَﻠَﺎﻡٌ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴﻦَ ۞ ﻭَﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ

“Maha Suci Robb-mu Robb segala keperkasaan, dari apa yang mereka sifatkan. Selamat bagi para Rosul dan segala puji bagi Robb semesta alam”. (QS Ash-Shoffat 180-182)

Maka Dia mensucikan dirinya dari apa-apa yang disifatkan oleh orang-orang yang menyelisihi para rasul, lalu (Dia) mengucapkan selamat kepada para rosul karena selamatnya perkataan-perkataan mereka dari kekurangan dan aib” Selesai

Karena pentingnya masalah ini banyak dalil-dalil yang mewajibkan penyucian Alloh dari pensifatan yang dilakukan oleh para penyelisih. Ketika Nashoro menyifatkan dan menamakan Alloh sebagai “Tuhan Bapa”, Alloh berfirman:

ﻗُﻞْ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻟِﻠﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻭَﻟَﺪٌ ﻓَﺄَﻧَﺎ ﺃَﻭَّﻝُ ﺍﻟْﻌَﺎﺑِﺪِﻳﻦَ ۞ ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺭَﺏِّ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﺼِﻔُﻮﻥَ

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Ar-Rohman tidak memiliki anak, sementara akulah orang yang pertama kali menentang dan tidak menyukai perkara itu. Maha Suci Robb langit dan bumi serta Robb ‘Arsy yang agung dari apa yang mereka sifatkan” . (QS Az-Zukhruf 81-82)

Penolakan salah satu nama ataupun sifat Alloh yang telah dia tetapkan pada hakikatnya adalah pendustaan terhadap-Nya. Adapun keluar tidaknya mereka dari Islam sesuai jenis penyimpangan yang mereka lakukan dan udzur syar’i yang ada pada mereka.

Perlu dicermati banyak orang keliru menganggap bahwa dua landasan Tauhid Asma’ wa Shifat yang telah disebutkan di atas bertolak belakang. Sesungguhnya penetapan nama dan sifat Alloh tidak berarti kita menyerupakan-Nya dengan Alloh, karena Alloh berfirman:

ﻟَﻴْﺲَ ﻛَﻤِﺜْﻠِﻪِ ﺷَﻲْﺀٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟْﺒَﺼِﻴﺮ

“Dia benar-benar tidak serupa dengan apapun, dan Dia adalah As-Sami’ (Dzat Yang Maha Mendengar) dan Al-Bashir (Dzat Yang Maha Melihat)”. (QS Asy-Syuro 11)

Dalam ayat ini Alloh meniadakan adanya penyerupaan dengan-Nya, namun setelah itu Alloh menetapkan bagi diri-Nya sifat mendengar dan sifat melihat padahal manusia juga disifati dengan kedua sifat tersebut.

Hal ini disebabkan karena tidak mesti sesuatu yang memiliki penyebutan yang sama maka hakikatnya harus sama. Kita punya kaki, dan kursi pun punya kaki, apakah sama kaki kita dengan kaki kursi, padahal keduanya dinamakan kaki ? Maka kaki manusia adalah sesuatu yang layak dengan manusia dan kaki kursi adalah yang layak dengannya. Pada makhluk saja perbedaannya bisa dimaklumi, maka bagaimana bisa penetapan hakikat sifat Alloh dianggap penyerupaan ?

Sebagai misal firman Alloh Ta’ala:

ﺑَﻞْ ﻳَﺪَﺍﻩُ ﻣَﺒْﺴُﻮﻃَﺘَﺎﻥِ ﻳُﻨْﻔِﻖُ ﻛَﻴْﻒَ ﻳَﺸَﺎﺀ

“Bahkan kedua tangan-Nya terbentang, dia menafkahkan sebagaimana yang Dia kehendaki”. (QS Al-Ma’idah 64)

Karena Alloh menetapkan dua tangan bagi-Nya maka Ahlus Sunnah pun menetapkan sifat dua tangan Alloh yang layak bagi-Nya tidak sama dengan makhluk-Nya, sempurna tidak ada kekurangan dari sisi apapun. Adapun bagaimana hakitat tangan-Nya hanya Alloh yang tahu, kita tidak diberi ilmu untuk itu dan kita meyakini bahwa kedua tangan-Nya tidak seperti tangan-tangan makhluk-Nya. Karena itulah tidak boleh bagi seseorang membayang-bayangkan hakikat tangan Alloh karena secara tidak sadar orang tersebut telah menetapkan suatu bentuk dalam khayalannya, sementara khayalan itu sendiri adalah makhluk.

Maka berbahagialah orang-orang yang bisa memahami perkara ini sebagaimana para shohabat dahulu memahaminya, mereka tidak memberat-beratkan diri dengan pemikiran-pemikiran yang aneh yang menyebabkan orang-orang setelahnya banyak yang sesat bahkan sampai keluar dari Islam. Ibnul Qoyyim

Rahimahulloh dalam At-Tibyan fi Ahkamil Qur’an (1/144) mengatakan: “Apabila seorang hamba memperoleh pemahaman dalam masalah Asma’ was Shifat maka hal dia akan mendapatkan manfaatnya, manfaat yang agung dan sempurna dalam mengetahui mana yang benar dan yang salah dari pendapat-pendapat, tarikat-tarikat, madzhab-madzhab dan keyakinan-keyakinan”. Selesai

SEMPURNAKAN TAUHIDMU !!

Barangsiapa yang sempurna tauhidnya, memenuhi syarat-syaratnya dan menunaikan tuntutan-tuntutannya, maka dosa-dosanya akan diampuni dan mendapatkan ketenangan di dalam dirinya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻠْﺒِﺴُﻮﺍ ﺇِﻳﻤَﺎﻧَﻬُﻢْ ﺑِﻈُﻠْﻢٍ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺄَﻣْﻦُ ﻭَﻫُﻢْ ﻣُﻬْﺘَﺪُﻭﻥَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kesyirikan apapun, mereka mendapatkan rasa aman dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk”. (Al-An’am 82)

Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata:

ﻳﺎ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺇﻧﻚ ﻟﻮ ﻟﻘﻴﺘﻨﻲ ﺑﻘﺮﺍﺏ ﺍﻷﺭﺽ ﺧﻄﺎﻳﺎ ﺛﻢ ﻟﻘﻴﺘﻨﻲ ﻻ ﺗﺸﺮﻙ ﺑﻲ ﺷﻴﺌﺎ ﻷﺗﻴﺘﻚ ﺑﻘﺮﺍﺑﻬﺎ ﻣﻐﻔﺮﺓ

“Wahai anak Adam Sesungguhnya kamu jika menemui-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, lantas kamu menemui-Ku tanpa adanya kesyirikan sedikitpun, maka sungguh Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi”. (HR Tirmidzi dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu. Hadits ini di shohih kan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh)

Maka barangsiapa yang betul-betul menyempurnakan tauhidnya, pada dirinya terdapat rasa takut yang sangat untuk terjatuh kepada kesyirikan baik syirik besar maupun kecil.

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ


KITAB-KITAB SEPUTAR MASALAH INI: Marrot Biha wa Masyahir Du’atiha karya Syaikh Muhammad Kholil Haros

Rahimahullohu Ta’ala Qoyyim Al-Jauziyyah Rohimahullohu Ta’ala

Al-Adhwa’ul Bayan Fi Idhohil Qur’an bil Qur’an karya Imam Asy-Syinqithy Rohimahullohu Ta’ala Syaikh Sholih bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Syaikh Hafizhohulloh Ta’ala


YAYASAN, JAMIYYAH DAN MUASSASAH

 YAYASAN, JAMIYYAH DAN MUASSASAH

Oleh: Abu Turob Saif bin Hadhor Al-Jawy

-semoga Alloh menjaga dan mengampuninya-

Jam’iyyah (dalam istilah bahasa kita yayasan) : adalah suatu istilah yang bersifat sosial politik yang umumnya digunakan untuk menamai suatu perkumpulan dari beberapa orang, dengan tujuan menjaga kemashlahatan mereka bersama atau mencapai cita-cita bersama di bawah aturan-aturan tertentu yang jelas.

Beberapa undang-undang dalam mendefinisikan istilah jam’iyyah menentukan tidak adanya tujuan untuk mengambil laba dan tidak ditentukan kapan mulainya perkumpulan tersebut. (Undang-undang tersebut) di antaranya Undang-Undang Perancis, Belgia, Italia, Spanyol dan negara-negara latin lainnya. Juga Undang-Undang Jam’iyyat yang dikeluarkan di Lebanon pada masa Daulah Utsmaniyyah tanggal 3 Agustus 1909M, yang tertera pada pasal pertama: “Jam’iyyah adalah suatu perkumpulan yang terdiri dari beberapa orang dengan tujuan menyatukan pikiran dan usaha mereka dengan bentuk yang berkesinambungan dan tidak adanya tujuan untuk mengambil laba .[1]

Dalam kamus Mu’jam Al-Wasith, pada kata ﺟﻤﻊ : Jam’iyyah adalah perkumpulan yang terdiri dari bagian-bagian dengan tujuan tertentu dan kesatuan pendapat. Masuk di dalamnya Lembaga Sosial Islami, Lembaga Dakwah Syar’iyyah, badan kerjasama dan lembaga ilmu dan adab (muhdats). Orang-orang yang datang kemudian lebih memperluas istilah Jam’iyyah, mereka mempergunakan istilah tersebut apa yang dinamakan mu’assasah (yayasan), syirkah (badan usaha), muntadayat dan semisalnya. Hal ini karena yang menjadi tolak ukur adalah apa yang dinamai dan hakikatnya, bukan nama dan penampilannya, harap diperhatikan.[2]

SEJARAH JAM’IYYAH

Sejarah menyebutkan bahwa metode yang paling awal yang digunakan oleh Yahudi untuk menyebarkan paham mereka yang beratur yaitu Al-Maasuuniyyah sampai berhasil adalah dengan perantaraan jam’iyyah Al-Ittihad wat Taraqqi di Turki yang didirikan tahun 1898M/1316H untuk mengakhiri kerajaan Islam Al-Utsamaniyyah. Jam’iyyah ini memiliki cabang di sebagian besar Negara-negara Arab.[3]

Kemudian fikroh ini diambil oleh Jamaluddin Al-Afghani dan orang-orang yang semisalnya lalu disebarkan di tengah-tengah muslimin. Kemudian diambil oleh muridnya Muhammad Abduh, sampai-sampai dia dan para seterunya bangkit untuk mendirikan Jam’iyyah Al-Khairiyyah Al-Islamiyyah dan dialah yang menetapkan peraturan dan tujuannya, di antaranya mendidik anak-anak dengan tujuan menjaga aqidah, adab, akhlak dan pengamalan mereka. Jam’iyyah tersebut dijadikan sarana untuk menopang kehidupan anak-anak tersebut dan sarana untuk mencari rezki.[4] Kemudian diikuti oleh muridnya: Muhammad Rasyid Ridha , ditegaskan hal tersebut dalam kitabnya Al-Mannar.[5]

Dari sinilah hizbiyyun seperti Ikhwanul Muslimin dan selain mereka mengambil istifadhah, dan menerapkannya di kalangan mereka, sampai sebagian orang yang menisbatkan diri kepada sunnah dan salafiyyah terpengaruh oleh pemikiran ini dan melakukan seperti yang mereka (para hizbiyyun) lakukan, dengan harapan meraih mashlahat darinya dan menyangka bahwa hal tersebut baik, padahal sebenarnya itu adalah salah satu keburukan dari keburukan-keburukan hizbiyyah dalam usaha memecah belah dakwah, melemahkan para pengikutnya bahkan sampai hilang semangat sebagian besar dari mereka, wallahul musta’an.

Dari sejarah di atas jelaslah bahwa jami`yah dan yang sejenisnya tidaklah berasal dari Islam akan tetapi dari non Islam bahkan dari musuh Islam dalam rangka untuk menghancurkan keutuhan kemurnian Islam dan pemeluknya, walaupun ada sebagian perkara telah dipoles sedemikian rupa agar memikat untuk mengelabuhi kaum muslimin seperti : Kerja sama dalam bidang sosial, Membantu orang-orang yang membutuhkan dari para fakir miskin, anak-anak yatim dan lain-lainnya.

Padahal kenyataan yang ada di lapangan hanyalah sekedar memakmurkan anggota yayasan tersebut, kalau toh ada yang tersalurkan kepada yang berhak, hanyalah sebagian kecil saja karena memang semua di bangun di atas kepentingan duniawi belaka.

KEMAKSIATAN-KEMAKSIATAN YAYASAN

Berikut ini kami sebutkan beberapa point dari kebobrokan-kebobrokan yayasan secara syari`at agar menjadi peringatan bagi yang telah terjerumus ke dalamnya, dan sebagai perhatian bagi yang belum menjalankannya.

YAYASAN ITU ADALAH BID`AH DALAM DIEN.

Hal itu sangat jelas sekali bagi yang melihatnya dengan kacamata syar`i dan perbuatan para salaf dalam da`wah, kalau kita tanya kepada mereka: Yayasan apa milik rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam ? apa namanya? siapa sekertarisnya? siapa bendaharanya? siapa seksi dananya? kapan didirikannya?

Begitu pula bila kita alihkan pertanyaan tadi kepada keadaan shohabat nabi r dan juga para tabi`in? tentu tak satupun dari pertanyaan tersebut yang terjawab dengan jawaban yang pasti dan benar. Maka kalau itu tidak ada di zaman nabi r dan juga di zaman para salaf sementara dipergunakan dalam sarana da`wah maka tidak syak lagi bahwa itu adalah muhdats atau bid`ah, sebagaimana kata Syaikhuna Yahya ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ .

Dan kita telah tahu semua akibat apa yang akan terjadi di balik bid`ah bila terdapat dalam suatu ibadah yang paling parah adalah tercabutnya sunnah dan nikmatnya menegakkan sunnah.

Maka cukuplah satu kerusakan ini yang merusak semua yang ada di dalamnya, karena kalau pondasinya sudah rapuh maka semua yang berkaitan dengannya rusak pula.

Syikhuna Yahya ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ berkata : ketahuilah bahwa jam`iyah adalah muhdats (bid`ah), hendaknya orang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, dan yang marah ucapan ini yang menjadi hakim antara kita dengannya adalah kitaabulloh dan sunnah rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam: ﻣﻦ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﻪ ﻓﻮ ﺭﺩ

“Barang siapa yang mengadakan perkara baru dalam perkara kami ini yang bukan darinya maka dia tertolak”.

TASYABBUH DENGAN ORANG BARAT.

Tasyabbuh ini sangat nampak dari berbagai sisi :

Asal dari perkara ini adalah dari mereka.

AD – ART nya adalah dari mereka walaupun ada yang dirubah.

Program kerja dan tata laksana tak jauh berbeda.

Tujuan utama juga mirip sekali yakni ketentraman duniawi belaka.

Dan sudah sama-sama kita ketahui bahwa tasyabbuh merupakan dosa yang tidak boleh diremehkan, bagaimana kalau dosa ini sebagai sarana cari pahala ?? bisakah ??

TUNDUK DI BAWAH UNDANG-UNDANG BUATAN ORANG.

Hal itu terbukti dari keharusan mendaftarkan diri dengan persyaratan yang mereka tetapkan, walaupun tidak semua persyaratan harus terpenuhi tetapi mesti ada salah satu persyaratan yang tidak boleh ditinggalkan yang itu mesti bertentangan dengan syar`i karena memang landasan aslinya adalah bukan syariat, kalau mereka mengatakan itu sekedar formalitas dan bukan suatu kelaziman maka memenuhinya hanyalah basa-basi, maka kami katakan berarti kalian telah melakukan kedustaan atas nama da`wah, padahal da`wah tidak akan berbarokah dengan kedustaan, berarti kalian telah membangun da`wah di atas podasi yang rapuh.

Juga dengan pendaftaran tersebut kita ikut andil melestarikan dan mengembangkan apa yang menjadi program mereka yang sudah sama-sama kit ketahui landasan utamanya.

ADANYA KEPEMIMPINAN DI LUAR SAFAR .

Padahal Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam tidaklah mengijinkan adanya amir dalam pemerintahan kecuali kalau dalam perjalanan (safar) adapun pimpinan yayasan terbentuk bukan dalam safar, dan ini telah bertentangan dengan perintah nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, kalau mereka berhujjah seperti hujjah di atas berarti kedustaannya berlipat.

ADANYA SISTEM PEMILU WALAUPUN LOKAL ATAU KECIL-KECILAN.

Hal itu terbukti adanya pemilihan ketua yayasan, sekertaris, bendahara dst yang semua itu adalah dalam kandungan kaidah pemilu dan demokrasi, walaupun mungkin ada perubahan sedikit pada tatacara pemilihan, akan tetapi pokok aslinya adalah dari tatanan pemilu, karena lucu dong yayasan tanpa kepala, dan juga kalau ketuanya mengundurkan diri atau terjadi perselisihan yang berakibat morat-maritnya yayasan karena kurang bijaksananya sang ketua atau dengan sebab lain, mereka akan bermusyawarah untuk memilih atau bahasa halusnya menunjuk ketua baru, dan kaidah ini adalah murni kaidah pemilu. Dan kita telah tahu semua hukum pemilu.

MENETAPKAN ATURAN-ATURAN MUHDATS.

Tentunya masing-masing yayasan memiliki aturan yang tidak dimiliki oleh yayasan lain, yang apabila anggota atau pengurus yayasan ada yang menyelisihi aturan tersebut akan terkena tuntutan dari yayasan, padahal barangkali yang menyelisihi itu lebih mencocoki syariat, akan tetapi merugikan yayasan maka yang berlaku adalah aturan yayasan, padahal kita semua paham bahwa semua hukum dan perkara harusnya dikembalikan kepada syari`at (alkitab dan assunnah), maka dengar berdirinya yayasan ini seolah-olah mengenyampingkan kaidah syari`ah.

SERING TERJADI PERTEMUAN –PERTEMUAN RUTIN

Yang berakibat adanya pertemuan-pertemuan rahasia hizbiyah dengan alasan laporan pertanggunganjawaban atau mengefaluasi hasil kerja selama masa jabatan atau musyawarah dalam rangka memungut dana dsb, dan ini semua tak terjadi pada zaman salaf.

Lagipula kalau ada pertemuan–pertemuan di atas, permasalahan yang paling dominan dibahas adalah masalah dunia belaka, maka barokah apa yang bisa dipetik dari majlis yang cuma membicarakan dunia.

Padahal kepentingan urusan da`wah yang dipikul Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam sangatlah banyak dan berat dan memerlukan banyak rapat akan tetapi belum kita dengar bahwa beliau melakukan rapat-rapat model jami`yat atau yayasan.

TAKALLUF (memaksakan diri atau membebani diri)

Kalau seandainya da`wah dibangun di atas sunnah dan da`inya penuh ketawakalan kepada Alloh, tidak perlu terlalu capek memikirkan kebutuhan ummat dari sisi dunia ummat, karena semua makhluq telah ditetapkan batasannya oleh Pemberi rezki, dan bukan menjadi kewajiban da`i untuk memenuhi kebutuhan ummat dalam sisi ini atau memikirkan fasilitas mereka, kalau memang ada yang mampu dan sedia mengulurkan tangannya untuk membantu meringankan beban mereka tanpa adanya ikatan-ikatan semacam yayasan dan sejenisnya sebagaimana yang dilakukan rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam dan para sahabatnya, maka itu merupakan amal sholih yang bisa diharapkan berlipat pahalanya bila dibarengi dengan keikhlasan dari pelakunya.

Adapun dengan terbentuknya yayasan maka terjadilah pemaksaan diri dari pengurus untuk memikirkan ini dan itu dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota yayasannya atau yang di bawah kelolaannya, padahal mereka bukanlah orang yang mampu pada asalnya dan bukan pula atas kepedulian pribadi.

Bukankah melakukan perkara yang dimampui dan dengan kerelaan jiwa lebih sehat dan bersih dibandingkan dengan pemaksaan diri yang terkadang melampaui kekuatannya.

MELETAKKAN SESUATU BUKAN PADA POSISINYA.

Urusan da`wah dan ummat dalam bidang ilmu dan penyampaian adalah tugas yang mulia, bukan sembarang manusia diberi karunia Alloh untuk menempati posisi ini, Alloh I berfirman :

+ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺣَﻴْﺚُ ﻳَﺠْﻌَﻞُ ﺭِﺳَﺎﻟَﺘَﻪُ _ ‏[ ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ 124/ ]

“Alloh lebih mengetahui di mana Dia meletakkan risalah-Nya.”

Adapun dalam kaidah yayasan siapa yang lihai dalam organisasi dunia (karena dia orang pernah belajar di bidang keorganisasian atau banyaknya pengalaman) walaupun tidak begitu mempuni dalam bidang dien bahkan mungkin orang yang kosong sama sekali dia bisa menempati posisi elit dan bisa mengatur urusan da`wah, begitu pula orang yang memiliki kantong tebal akan cepat menduduki posisi bidang pendanaan walaupun tidak memiliki bekal cukup untuk mengatur hartanya sesuai ilmu, karena tidak ada ceritanya kalau bendahara yayasan itu orang yang di bawah standar, dari sini jelas terlihat betapa jauhnya kondisi ini dengan kondisi salaf, jaman rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam yang mengurusi urusan ekonomi adalah shahabat Bilal bin Robah rodhiyAllohu ‘anhu beliau tidak terkenal memiliki harta banyak akan tetapi memiliki ilmu kuat dan ketawakkalan tinggi, dan mengurusinya pun dengan penuh kesederhanaan.

Dari kondisi yang ada pada yayasan demikian adanya, akhirnya sulit bagi yang memiliki kewajiban amar ma`ruf dan nahi mungkar untuk melakukan operasinya, bila yang terjatuh ke dalam kemungkaran adalah orang gede di yayasan tersebut seperti yang pernah disampaikan kepada kami bahwa salah seorang pejabat teras yayasan masih belum bisa meninggalkan rokok atau televisi atau nyimpan uang di bank atau yang lainnya dari kemaksiatan, maka penasehat yayasan tidak bisa untuk membuka mulut dan mengucapkan kata-kata sindiran atas kesalahannya karena khawatir terhadap keutuhan yayasannya.

MEMINTA-MINTA BUKAN KARENA TERPAKSA.

Dan masalah ini bukan menjadi rahasia umum lagi bahkan kenyataan yang ada menunjukkan bahwa inilah di antara tujuan utama mendirikan yayasan, untuk memudahkan mencari dana, atau mempermudah urusan sosial, memberi kepercayaan kepada ummat bahwa mereka dengan yayasan ini tidak menyia-nyiakan harta yang mereka tampung karena yang mengelola bukan satu orang saja, dst.

Akhirnya karena mereka memiliki wadah resmi untuk meminta-meminta, tidak sungkan-sungkan dan tidak merasa malu lagi untuk melakukan operasi ngemis dengan berbagai cara seperti: kotak amal, proposal, badan penerimaan zakat dll, bahkan kebanyakan mereka merasa bangga dan percaya diri bahwa amalan ini penuh pahala.

Tidak tahunya bahwa syari`at tidak memberi keluasan izin dalam masalah meminta-meminta, bahkan sangat amat sempit pintunya, seperti dalam hadits Qobishoh radhiyaAllohu ‘anhu di shohih(1) , padahal kita semua tahu bahwa perbuatan pengemis yayasan tidak termasuk salah satu dari tiga golongan yang mendapat izin syar`i.

Oleh karena harta hasil usaha ngemis yayasan adalah suhktun (kotor, harom) sesuai dengan hadits Qobishoh rodhiyAllohu ‘anhu ini. Lalu bagaimana da`wah yang mulia ini dibangun di atas keharoman, atau paling minim syubhat ??

Wahai para pengelola yayasan!! kalian letakkan di mana pelajaran `iffah ??, kalian letakkan di mana ilmu waro` dan zuhud ?? mana rasa malumu terhadap Alloh I dan Rosul-Nya shallallahu ‘alayhi wasallam dan hamba-hambaNya yang sholih?? Apakah hanya dengan syubhat bolehnya memberi syafa`at atau pandainya seseorang mengolah kata atas dasar istihsaan, kalian tinggalkan hadits rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam ini ??? Atau karena ada keuntungan duniawi yang tak seberapa kalian berani melanggar ancaman-ancaman Alloh I ?? atau karena ada salah seorang alim yang tergelincir dalam kekeliruan, atau karena adanya fatwa yang miring dari kebenaran kalian campakkan fatwa rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam ??

Bertaqwalah kalian kepada Alloh atas kesalahan kalian yang tidak ringan ini, dan kembalilah ke jalan yang murni dan tengoklah kembali keberadaan kalian di dunia ini sebagai hamba yang seharusnya tunduk kepada aturan Yang telah menetapkan perkara dengan penuh hikmah dan arti.

BERMUDAH-MUDAH DALAM BERHUBUNGAN DENGAN BANK RIBAWI.

Satu pintu maksiat kalau sudah terbuka akan merambah ke mana-mana , apalagi kalau pelakunya merasa berada di atas jalan yang berpahala, dan dia tidak akan mengetahui bahwa perbuatan itu dosa kecuali dengan hidayah Alloh I lewat Rosul-Nya dan para pengemban syariat-Nya.

Apa yang sedang kita bicarakan adalah contoh kongkrit dan bukti akurat akan kebenaran kaidah di atas.

Setelah berusaha sekuat tenaga dan banting tulang memeras keringat untuk mendapatkan dana yayasan, dan tentunya sedikit banyak akan membuahkan hasil , bahkan sangat minim kalau yayasan agama ketika mengobralkan proposalnya memperoleh hasil yang tidak memadai, karena kebanyakan orang menganggap bahwa pengeluaran semacam itu adalah dalam rangka shodaqoh jariyah, akhirnya mereka tidak enggan-enggan mengeluarkan koceknya untuk yayasan agama, maka dari itu, setelah terkumpul dana yang lumayan besar akhirnya mereka diwaswasi shaithon atau diberi bayangan –bayangan yang berpandangan jauh seperti bisikan: harta sebanyak ini jangan langsung dihabiskan, karena barangkali bulan depan donatur sedang pailit dan tidak bisa lagi menyumbang, atau bisikan lainnya: agar lebih berbarokah dan lebih besar faedahnya bagaimana kalau dana ini untuk usaha dulu? Bisikan berikutnya: demi keselamatan harta ummat dari kehancuran entah itu hilang dicuri atau disikat perampok atau sebab yang lainnya maka lebih amannya kalau kita titipkan dibank dengan fatwa ulama fulan, karena kondisi ini mendesak, tentunya kita tidak mengambil bunganya karena itu kan harom.

Ya miskin begitu rapuhnya iman kalian !!! sudah salah kalian dalam mengumpulkan dunia kalian tambah lagi kerunyaman dengan memsukkannya ke dalam tempat terlaknat, pekerja terlaknat, saksi terlaknat , sekertaris terlaknat , pelanggan terlaknat , dan semua yang berkaitan dengan riba terlaknat.

Apa kalian kira bahwa yang terlaknat cuma pemakan riba belaka ?? camkan benar-benar hadits ini :

Dari Jabir radhiyAlloh ‘anhu berkata:

ﻟﻌﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺁﻛﻞ ﺍﻟﺮﺑﺎ ﻭﻣﻮﻛﻠﻪ ﻭﻛﺎﺗﺒﻪ ﻭﺷﺎﻫﺪﻳﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﻫﻢ ﺳﻮﺍﺀ . . ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ]

“Rasulullah telah melaknat para pemakan riba, dan orang-orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba, dan yang menulisnya (pencatatnya), serta saksi-saksinya kemudian beliau bersabda ” mereka semua adalah sama ” (HR. Muslim).

Ketahuilah sesungguhnya orang-orang yang mendapat laknat pada hadits di atas bukanlah hanya pemakan ribanya saja bahkan termasuk (mendapat laknat) orang-orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba, sebagaimana dalam musnad Imam Ahmad dengan lafadz (wa muth’imuhu) artinya “Dan orang-orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba”. Maka dari manakah makan atau gaji para pegawai dan penjaga bank tersebut?! sudah tentu jawabannya “Dari para nasabah dan orang-orang yang bermu’amalah dengan bank tersebut, baik itu orang-orang yang menabung, menyimpan, menukar dan seterusnya dari kalangan orang-orang yang punya hubungan dengan bank.” Allohumma sallim sallim.

PENYALURAN HARTA TIDAK PADA TEMPATNYA .

Dari Khoulah Al Anshoriyyah radhiyAllohu ‘anhu bahwa Rosulloh shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

” ﺇِﻥَّ ﺭِﺟَﺎﻻً ﻳَﺘَﺨَﻮَّﺿُﻮﻥَ ﻓِﻰ ﻣَﺎﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣَﻖٍّ ، ﻓَﻠَﻬُﻢُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ “

“Sungguh banyak orang yang menghamburkan harta Alloh dengan tanpa haq (bukan pada jalan yang benar), maka mereka akan mendapatkan adzab neraka pada hari kiamat.” ]HSR : Bukhori(3118)[

Agaknya hadits ini sangat tepat diletakkan pada bab ini, karena banyak orang terjatuh kedalam kegelapan ini tanpa disadari, dan kelompok yang paling terdepan masuk urutan ini adalah ashabul jamiyyat (para pengelola yayasan) yang tidak bertaqwa kepada Alloh, adapun yang masih memiliki rasa takut akan ancaman Alloh maka lebih jauh dari hal itu walaupun tidak menutup kemungkinan terkena imbasnya.

Bukti nyatanya adalah dari awal mula mereka melakukan kegiatan ini adalah adanya unsur kedustaan, contohnya: mereka menetapkan anggaran dalam proposalnya melebihkan target asalnya (istilahnya: “Mark up”) dengan alasan kebutuhan tak terduga, setelah itu memberi persenan bagi tenaga kerja baik di lapangan atau intern dengan alasan a`amil, selanjutnya mereka tidak menghabiskan semua harta tersebut sesuai isi permohonan, dengan alasan sebagai persediaan untuk kepentingan yang lebih penting, dan sebagainya.

Begitu pula gambaran di atas bisa terlihat pada perkara dibawah ini yaitu: kalau terjadi perselisihan antar pengurus (dan ini sangat mungkin terjadi) yang mengakibatkan keluarnya salah seorang dari mereka dari yayasan, yang barangkali keluarnya dia menjadi sebab hancurnya yayasan, lantas kalau bubar yayasan tersebut dikemanakan harta yayasan ??? , siapa yang bertanggung jawab atas harta ummat ??, siapa pengelolanya setelah itu ?? siapa yang menanggung hutang yayasan kalau memiliki hutang ?? mana janji muluk mereka kepada donatur ?? mana bukti kejujuran mereka ??

Maka alangkah jauhnya apa yang dilakukan oleh rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola yayasan, seperti dalam hadits Bilal bin Robah rodhiyAllohu ‘anhu dalam hadits yang panjang, didalamnya:

“Dan Rosulullohpun bermalam di masjid dan tidak masuk kedalam rumah, sampai terbagi seluruh harta yang datang kepada beliau, karena khawatir bila sampai ajalnya belum terbagi semuanya.” ]Hadits ini di ٍShohih Musnad[

KESIBUKAN YAYASAN SERING MENGALAHKAN IBADAH DAN SUNNAH.

Sungguh suatu kerugian besar apabila waktu banyak terbuang percuma untuk sesuatu perkara yang tak menghasilkan pahala di sisi Alloh, walaupun tidak terkait dengan dosa, tentu lebih merugi bila yang menyita waktu kita adalah perkara dosa atau yang menjurus kepada dosa seperti urusan yang sedang kita bahas ini.Di mana telah terbukti bahwa kebanyakan pengurus yayasan habis waktu mereka untuk perkara yang telah kita sebutkan di atas kebobrokan-kebobrokannya.

Mereka mengganti waktu menimba ilmu dengan meminta-minta atau rapat ini dan itu, atau membangun ini dan itu, padahal masalah ilmu tidak ada yang bisa menandingi keutamaannya menurut salaf.

Mereka ganti waktu munajat dengan rihlat dan mencari hajat.

Mereka ganti waktu ibadah dan menyerahkan perkara kepada Alloh dengan mondar-mandir mencari sesuatu yang tidak berbarokah.

Berapa banyak para pengurus yayasan yang bertahun–tahun tinggal di tempat menuntut ilmu namun tidak mendapatkan siraman ilmu yang mencukupi atau sepantar dengan masa tinggalnya di tempat itu, berbeda dengan yang tidak memiliki kesibukan seperti kesibukan mereka, bukankah ini merupakan kerugian yang sangat besar.

Ketahuilah wahai para pengurus yayasan, keberadaanmu seperti itu membuat nilai ilmiyahmu sangat melorot dan tidak memiliki bobot di hadapan ummat, karena ummat tidak akan menimba ilmu kepada ketua yayasan fulan, atau sekretaris yayasan fulan dst, dan merekapun akan lari ketika ditanya suatu masalah ringan dalam masalah dien karena merasa dirinya kosong dari ilmu dan tidak mampu memenuhi kebutuhan ummat dalam sisi ini, bukankah kedokmu terbongkar wahai pengurus ketika berhadapan dengan masalah ini, ummat di kampungmu menunggu ilmu dan fatwamu akan tetapi harapan mereka tinggalah harapan, karena kamu terlalai dan terlena dengan kenikmatan mengurusi yayasan.

Kami kira perkara-perkara yang kami sebutkan di atas sangat jelas dan gamblang dan juga hal yang bukan asing lagi kebenarannya bagi yang menilainya dengan kejujuran dan tanpa tendensi hawa nafsu, adapun yang dihatinya penuh syubhat dan ketidakadilan dalam menilai masalah ini sesuai dengan kenyataan yang ada atau memandangnya tanpa pandangan syar`i tentu akan berkelit dan mencari-cari syubhat baru untuk membantahnya.

Adapun syubhat-syubhat yang mereka buat-buat seperti:

Yayasan hanyalah sekedar payung dan benteng untuk melindungi dakwah dari tuduhan dakwah sesat.

Yayasan hanyalah hanya formalitas di depan pemerintah.

Yayasan cuma wasilah untuk memudahkan urusan.

Yayasan sekedar untuk mengenalkan kepada ummat akan dakwah ahlussunnah.

Yayasan adalah kewajiban dan kelaziman yang dibebankan oleh pemerintah kepada rakyatnya dan kalau kita tidak mentaati mereka berarti kita telah keluar dari dari tho`at kepada pemerintah.

Yayasan memiliki faedah yang besar dalam penyebaran dakwah.

Yayasan menjadikan dakwah kita kuat dari rongrongan orang luar yang ingin menghancurkan dakwah karena telah memiliki hukum kuat di pemerintahan.

Yayasan memberi kemudahan untuk peningkatan para pelajar kejenjang yang lebih tinggi karena sekarang tidak bisa belajar ke jami`ah (Perguruan Tinggi) atau belajar keluar negri kecuali kalau di bawah naungan suatu lembaga seperti yayasan.

Kami mendirikannya karena adanya fatwa dari para ulama.

Semua syubhat di atas adalah sekadar prasangka-prasangka rendahan dan kehawatiran-kehawatiran semu yang telah didustakan oleh yang orang-orang yang pernah terjun langsung bergelut dengan mereka.

Adapun bantahan secara ilmu syar`i sebagai berikut :

` Alasan mereka bahwa yayasan sekedar payung yang menaungi untuk kesinambungan da`wah maka jawabannya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala :

+ ﻭَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟِﻴًّﺎ ﻭَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻧَﺼِﻴﺮًﺍ _ ‏[ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ 45/

“Dan cukuplah Alloh sebagai wali dan cukuplah Alloh sebagai penolong”

Dakwah ini adalah perintah Alloh kepada hamba-Nya, maka Dialah Yang akan menolong dakwah-Nya, kita hanyalah diperintahkan untuk menyampaikan syariat Alloh saja sesuai dengan tuntunannya, dan tidak perlu merekayasa cara baru demi dakwah, dan kalau kita telah menjalani tata cara yang telah digariskan Alloh pasti Alloh akan menolong kita walaupun tidak spontanitas datangnya pertolongan Alloh sebagaimana yang telah dijalani oleh para Rosul, mereka tidak cari jalan lain ketika melihat ummat tidak menerima dakwahnya atau bahkan minta perlindungan kepada mereka agar dakwah tetap berjalan, sama sekali itu bukanlah metode para nabi dalam mengemban tugas berat ini.

Dikhawatirkan orang-orang yang menjadikan yayasan sebagai payung dan pelindung dakwah terjatuh kepada syirik walaupun kecil, karena ketawakkalan mereka dengan perkataan itu tergores dan turun derajatnya dari kesempurnaan.

Maka bagaimana kondisi mad`u kalau keadaan da`inya demikian adanya, tidakkah dia mendengar ketegaran para nabi ketika ditekan kaumnya:

+ ﻭَﺍﺗْﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻧَﺒَﺄَ ﻧُﻮﺡٍ ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻘَﻮْﻣِﻪِ ﻳَﺎ ﻗَﻮْﻡِ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﺒُﺮَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻣَﻘَﺎﻣِﻲ ﻭَﺗَﺬْﻛِﻴﺮِﻱ ﺑِﺂَﻳَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻌَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻓَﺄَﺟْﻤِﻌُﻮﺍ ﺃَﻣْﺮَﻛُﻢْ ﻭَﺷُﺮَﻛَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺛُﻢَّ ﻟَﺎ ﻳَﻜُﻦْ ﺃَﻣْﺮُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻏُﻤَّﺔً ﺛُﻢَّ ﺍﻗْﻀُﻮﺍ ﺇِﻟَﻲَّ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻨْﻈِﺮُﻭﻥِ * ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻴْﺘُﻢْ ﻓَﻤَﺎ ﺳَﺄَﻟْﺘُﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﺮٍ ﺇِﻥْ ﺃَﺟْﺮِﻱَ ﺇِﻟَّﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺃُﻣِﺮْﺕُ ﺃَﻥْ ﺃَﻛُﻮﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦ _ ‏[ ﻳﻮﻧﺲ 71/ ، 72 ]

“Dan bacakanlah kepada mereka berita nabi Nuh ketika dia menyeru kaumnya: wahai kaumku jikalau kedudukanku dan peringatanku dengan ayat-ayat Alloh memberatkan kalian, maka ketahuilah bahwa hanyalah bertawakkal kepada Alloh, maka kumpulkanlah seluruh perkara dan serikat kalian semua kemudian perkara kalian tidak perlu disembunyikan, setelah itu tunaikanlah rencana kalian kepadaku dan tidak perlu menunggu-nunggu (untuk menunaikannya), adapun apabila kalian berpaling (dari dakwahku) maka ketahuilah bahwa aku tidaklah meminta upah kepada kalian, gaanjaranku hanyalah aku mohon kepada Alloh, dan aku diperintahkan untuk menjadi golongan orang yang memasrahkan diri (kepada Alloh).”

Dan berkata Nabiyyulloh Hud ‘alayhissalam :

+ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧِّﻲ ﺃُﺷْﻬِﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﺷْﻬَﺪُﻭﺍ ﺃَﻧِّﻲ ﺑَﺮِﻱﺀٌ ﻣِﻤَّﺎ ﺗُﺸْﺮِﻛُﻮﻥَ * ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﻓَﻜِﻴﺪُﻭﻧِﻲ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﺛُﻢَّ ﻟَﺎ ﺗُﻨْﻈِﺮُﻭﻥِ * ﺇِﻧِّﻲ ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺭَﺑِّﻲ ﻭَﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﺁَﺧِﺬٌ ﺑِﻨَﺎﺻِﻴَﺘِﻬَﺎ ﺇِﻥَّ ﺭَﺑِّﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﺮَﺍﻁٍ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴﻢٍ * ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺑْﻠَﻐْﺘُﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺃُﺭْﺳِﻠْﺖُ ﺑِﻪِ ﺇِﻟَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﻳَﺴْﺘَﺨْﻠِﻒُ ﺭَﺑِّﻲ ﻗَﻮْﻣًﺎ ﻏَﻴْﺮَﻛُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻀُﺮُّﻭﻧَﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺇِﻥَّ ﺭَﺑِّﻲ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺣَﻔِﻴﻆٌ _ ‏[ ﻫﻮﺩ 57-54/ ]

“Aku bersaksi kepada Alloh dan saksikanlah oleh kalian semua bahwa berlepas diri dari apa yang kalian sekutukan dari selain Alloh, maka buatlah tipu daya untukku semua kemudian jangan kalian tunggu-tunggu (untuk menunaikannya), jikalau kalian berpaling maka aku telah sampaikan kepada kalian apa yang aku diutus untuk menyampaikannya kepada kalian, dan Robbku akan mengganti suatu kaum selain kalian, dan tidaklah (penolakan kalian) membahayakan Alloh sedikitpun, sesungguhnya Robku Hafidh (Penjaga) atas segala sesuatu.”

Lihatlah betapa tegarnya nabi Nuh ‘alayhissalaam dan nabi Hud ‘alayhissalaam dalam menghadapi sikap keras kaumnya, tidak seperti para pengelola yayasan, belum apa-apa sudah nyerah dan tunduk dengan aturan mereka padahal belum ada secuil ancamanpun dari pihak mereka.

Demikian pula nabi-nabi yang lain sampai nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, tidak ada yang ciut hati menghadapi keganasan ummatnya yang berakibat meminta perlindungan atau payung pelindung dari mereka, bukankah meminta perlindungan kepada musuh menunjukkan kelemahannya.

Kami katakan bahwa “mereka itu musuh” secara umum saja, dari sisi ketidakcocokan mereka dalam menegakkan syariat bukan musuh secara fisik.

Dari situ jelaslah bahwa alasan mereka sekedar menjadikan yayasan sebagai payung dakwah adalah salah kaprah dan tidak masuk dalam kaidah dakwah yang berbarokah.

` Alasan mereka bahwa yayasan hanyalah hanya formalitas di depan pemerintah dan cuma wasilah untuk memudahkan urusan.

Jawabannya adalah : perkara dakwah adalah ibadah dan ajakan kepada semua sifat mulia dhohiron wa bathinan, kalau kalian berkata yayasan hanyalah sekedar formalitas berarti telah melanggar tatanan syariat dari sisi kejujuran, karena seakan-akan kalian mengelabuhi pemerintah bahwa dakwah ini kayak begini di hadapan mereka adapun prakteknya tidaklah demikian, bukankah diterimanya dakwah Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam karena kejujuran beliau, lantas apa hasilnya kalau sang da`i begitu bermudah-mudah dalam berbohong???

Adapun ucapan kalian yayasan adalah sekedar wasilah itu adalah keliru sekali, karena wasilah haruslah yang sesuai syar`i, dan kami kira kita sependapat kalau wasilah dakwah itu tauqifiyah[6], lantas wasilah tauqifiyah apa yang kalian inginkan, karena sebagaimana telah lewat di atas bahwa tidak ada model yayasan di zaman Rosululloh sebagai sarana dan wasilah dakwah.

+ ﻫَﺎﺗُﻮﺍ ﺑُﺮْﻫَﺎﻧَﻜُﻢْ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺻَﺎﺩِﻗِﻴﻦَ _ ‏[ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ 111/ ]

` Alasan mereka bahwa yayasan sekedar untuk mengenalkan kepada ummat akan dakwah ahlussunnah.

Maka jawabannya: Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

+ ﻭَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﺷَﻬِﻴﺪًﺍ _ ‏[ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ /]

“Dan cukuplah Alloh sebagai saksi.”

Bukankah kita berdakwah karena mengharap wajah Alloh semata dan cukup Allohlah yang mengetahui bahwa kita telah menyampaikan dakwah-Nya sesuai dengan perintah-Nya, apakah jika kita berdakwah tanpa yayasan kemudian tidak diketahui masyarakat lantas dakwah itu salah, atau kalau suatu dakwah dengan yayasan dan dikenal masyarakat atau diidzinkan dan terdaftar di pemerintahan secara otomatis sebagai dakwah yang benar dan baik ?? Sejak kapan kaidah ini diterapkan dalam menentukan kebenaran dan kesalahan suatu perbuatan ??

` Alasan mereka bahwa yayasan adalah kewajiban dan kelaziman dari pemerintah.

Maka jawabannya adalah hadits ‘Aisyah radhiyAllohu ‘anha:

ﻗﺎﻡ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﺒﺮ ﻓﻘﺎﻝ ” ﻣﺎ ﺑﺎﻝ ﺃﻗﻮﺍﻡ ﻳﺸﺘﺮﻃﻮﻥ ﺷﺮﻭﻃﺎ ﻟﻴﺴﺖ ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﺷﺘﺮﻁ ﺷﺮﻃﺎ ﻟﻴﺲ ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻟﻪ ، ﻭﺇﻥ ﺍﺷﺘﺮﻁ ﻣﺎﺋﺔ ﺷﺮﻁ “

Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam berdiri di atas mimbar seraya berkata : “ Kenapa ada beberapa kaum yang menetapkan syarat-syarat yang tidak terdapat di kitabulloh ??? barang siapa menetapkan suatu syarat yang tidak terdapat di kitabulloh maka tidak ada hak baginya untuk melaksanakannya (dalam suatu riwayat dengan lafadz : maka dia itu bathil) sekalipun seratus syarat ». (HSR Al Bukhori (2735))

Itupun kalau khabarnya benar bahwa bahwa pemerintah melarang melakukan kegiaatan rohani (agama) kecuali harus di bawah wadah yang menaungi, akan tetapi pada kenyataanya tidaklah demikian, buktinya berapa banyak kajian-kajian dien yang dilakukan oleh kiayai-kiyai kampung atau pondok-pondok klasik (tradisional) atau da`i-da`i masjid di kampung bahkan di kota tak memiliki yayasan yang menaunginya tetap saja eksis dan berjalan tanpa ada hambatan, karena yang menginginkan kajian tersebut adalah masyarakat sendiri, demikian pula mereka yang suka hilir mudik menenteng panci dan kompor keliling dunia untuk berdakwah kepada kejahilan (JABLEG alias Jamaah ndableg) tak satupun mereka memiliki wadah model yayasan ketika menjalankan aksinya walaupun mungkin di pusat kegiatannya ada semacam wadah, itu semua menunjukkan bahwa prasangka mereka bahwa pemerintah melazimkan adanya yayasan bagi sebuah lembaga dakwah adalah kekhawatiran yang dibuat-buat, hasil dari dangkalnya ketawakkalan da`i, apa kalian rela wahai para ustadz salafi bila dikatakan lebih penakut dan terlalu banyak was-was serta terlalu menggantungkan keselamatan dakwah kepada yayasan di bawah pemerintah daripada jamaah sesat di atas ???

Kami ingin bertanya: Apa hukum mendirikan yayasan secara syar`i ?? wajibkah atau sunnahkah atau sekedar mubah (boleh) ?? ataukah lebih baik ditinggalkan atau ketidakadaannya lebih baik daripada adanya ?? kalau itu wajib berarti mereka yang TIDAK mendirikan yayasan berdosa dong karena meninggalkan perkara yang wajib, kalau jawabannya sunnah berarti para salaf semua meninggalkan sunnah, kalau mubah ngapain kita sibuk dengan perkara yang tidak berpahala bahkan meninggalkan sebagian sunnah yang berpahala. Kalau memang utamanya ditinggalkan kenapa kita mati-matian membela yang sebaiknya ditinggalkan dan tidak berusaha untuk mengambil yang afdhol dan membuang jauh-jauh yang tidak afdhol, maka tidak ada pilihan lain kecuali harus mengikuti salaf kalau kita ingin mendapatkan barokah dakwah.

` Alasan mereka bahwa yayasan memiliki faedah yang besar dalam penyebaran dakwah.

Sanggahannya: Itu benar yang memiliki sudut pandang duniawi belaka, adapun yang melihatnya dengan kacamata ilmu dan kejujuran serta meninjaunya dari segala sisi, baik dari sisi manfaat atau dari sisi madhorrot seperti yang telah kita paparkan sebagiannya niscaya dia akan mengatakan sebagaimana Alloh I mengatakan tentang khomr dan judi:

+ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻮﻧَﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺨَﻤْﺮِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴْﺴِﺮِ ﻗُﻞْ ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﺇِﺛْﻢٌ ﻛَﺒِﻴﺮٌ ﻭَﻣَﻨَﺎﻓِﻊُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺇِﺛْﻤُﻬُﻤَﺎ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻣِﻦْ ﻧَﻔْﻌِﻬِﻤَﺎ _ ‏[ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ 219/ ]

“ Mereka bertanya kepadamu tentang khomr dan judi , jawablah : bahwa didalam keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia , akan tetapi dosa yang terkandung didalamnya lebih besar daripada manfaatnya”.

Bahkah boleh dikatakan bahwa satu saja dari madhorrot-madhorrot yang tersebut di atas tidak bisa ditebus dengan manfaat besar yang diduga ada dalam yayasan, karena asal-usulnya saja sudah muhdats dan perkara muhdats itu sebagai penghambat terkabulnya amalan, belum lagi kabair–kabair lainnya seperti tasawwul dan tasyabbuh, itu semakin membuat sirnanya faedah yang terkandung didalam yayasan.

Dari situ jelaslah kesalahan fatal ucapan Askari dalam judul makalahnya: ”Mendulang Berkah dengan membuat yayasan salafiyah” , barokah apa yang bisa didulang dari perkara bid`ah dan salah lagi penuh maksiat dan sejak kapan ada yayasan salafiyyah ?? sahabat siapa ? tabi`in siapa ?? imam mujtahid siapa ?? pada tahun berapa mereka memulainya ?? Hati-hati wahai ustadz menisbatkan kepada salaf hal yang tidak ada pada mereka .

` Anggapan mereka bahwa yayasan menjadikan dakwah kita kuat dari rongrongan orang luar yang ingin menghancurkan dakwah karena telah memiliki hukum kuat di pemerintahan.

Bantahannya : Telah lalu jawabannya pada soal pertama, dan sebagai tambahan dari apa yang telah lewat, bahwa itu sama sekali tidak menjamin keutuhan dakwah karena kemaksiatan tidak akan menjadikan keadaan aman dan tentram bahkan menjadikan kondisi runyam, taruhlah sekarang pemerintah mengidzinkan yayasan tersebut berdiri karena sedang mencocoki kemauan mereka yang bertentangan dengan syariat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan keadaan akan berbalik karena aturan mereka telah berubah atau ada salah satu sebab yang membuat pemerintah berang kepada yayasan tersebut dan dengan mudahnya pemerintah akan menutupnya dan memblokirnya karena merasa memiliki kuasa, atau kalau tidak ya mengancamnya dengan ancaman dan memberi tambahan syarat sehingga dakwah lewat yayasan ini menjadi sangat hina dan tak memiliki `izzah, lain halnya dengan dakwah yang tidak terikat dengan aturan–aturan manusia bahkan semua perkaranya dipasrahkan keapada Alloh dan dikembalikan permasalahannya kepada kitab dan sunnah maka akan terhindar dari tekanan-tekanan aturan mereka, dan Alloh yang akan menjaganya, kalau toh terjadi sesuatu pada dirinya semua dikembalikan kepada Alloh dengan tanpa menambah dosa dan hina.

Kalau negara saja bisa hancur kapan saja Alloh menghendaki, apalagi sekedar yayasan yang berlindung pada Negara. Kalau memang dakwah kalian adalah Salafiyyah, ikutilah salaf dengan murni dan konsekuen, baik dari segi metodenya, maupun dari pemurnian tawakkal dan berlindung pada Alloh Al ‘Azizul Qohhar.

` Anggapan mereka bahwa yayasan memberi kemudahan untuk peningkatan para pelajar ke jenjang yang lebih tinggi karena sekarang tidak bisa belajar ke jami`ah (Perguruan Tinggi) atau belajar keluar negri kecuali kalau di bawah naungan suatu lembaga seperti yayasan.

Jawabannya : ini alasan yang tidak memiliki bobot ilmiyah salafiyah, dan bukti yang paling kuat adalah betapa banyak mereka diberi ilmu oleh Alloh dan berbarokah ilmunya tanpa melewati model yayasan, atau jam’iyyah, atau jami`ah, bahkan ilmu mereka lebih mumpuni dan mendapat kepercayaan lebih dari ummat daripada yang melewati model yayasan, karena dia langsung dididik oleh seorang yang syaikh tanpa campur tangan dari pemerintah. Dan lebih berbarokah karena jauh dari kungkungan muhdatsat, maksiat dan tasyabbuhat atau yang lain, dan juga karena belajarnya benar-benar karena mengharap wajah Alloh semata dan ilmu yang bermanfaat, sementara mereka yang belajar lewat model yayasan, kebanyakan karena adanya tujuan duniawi yang menyertainya baik itu ijazah atau pangkat atau masa depan yang cerah, di mana sekembalinya dia dari menuntut ilmu sudah disiapkan area oleh yayasan.

Adapun alasan bahwa dengan yayasan memudahkan para pelajar untuk meningkatkan keilmuannya dengan rihlah ke luar negri maka itu adalah alasan yang dibuat-buat , buktinya Dammaj, tidak ada syarat-syarat yang mereka sebutkan dan sangat mudah sekali untuk sampai ke sana, asalkan dia itu sunni beradab dan semangat belajar maka silakan datang bagi yang mampu tidak perlu lewat yayasan atau yang sejenisnya.

` Alasan mereka : Kami mendirikannya karena adanya fatwa dari para ulama dan juga ada sebagian ulama yang memiliki yayasan.

Jawabannya : Alloh I berfirman :

+ ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﺇِﻟَﻴْﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀَ _ ‏[ ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ 3/ ]

« Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian oleh Rob kalian dan janganlah mengikuti dari selainnya sebagai para wali (yang di ikuti). »

Dan Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :

ﻟﻴﺲ ﺃﺣﺪ ﺇﻻ ﻳﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻳﺘﺮﻙ، ﺇﻻ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ .

” Tidaklah seorangpun diambil dan ditinggalkan perkataannya kecuali Rosululloh ﷺ .“ ( Hadits Shohih secara marfu kepada Nabi dari Ibnu ‘Abbas diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jamil Kabir (1/33 ), dari jalan Ibnu Dinaar dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas marfu’an dari Nabi ﷺ . Dan dari perkataan Mujahid di Hilyatul Auliya’ (2/31 ))

Dan bukankah ulama juga diperintahkan mengikuti dalil, dan mereka bukan ma`shum suatu saat benar dan pada saat lain keliru.

Dan juga fatwa yang mereka sampaikan adalah sebatas pertanyaan yang terlihat dan terpahami pada dhohirnya, adapun pada hakekat sebenarnya bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang di tanyakan, contohnya saja dalam masalah yang sedang kita bahas, adakah si penanya menyebutkan secara rinci yayasan yang ditanyakan, baik dari sisi madhorrot atau manfaat, dan sudahkah ulama yang ditanya diberitahu gambaran kegiatan yang dilakukan oleh yayasan dengan rinci , atau AD/ART nya, agar membuahkan jawaban yang seeuai dengan syari`at ???

Kami yakin kalau mereka mengetahui secara pasti sepak terjang yang dilakukan yayasan atau akibat yang terlahir darinya dan kemaksiatan yang muncul darinya tentu tidak akan jauh fatwanya dengan jawaban ulama yang melarangnya .

Adapun alasan mereka bahwa ada ulama yang memiliki yayasan maka jawabannya adalah : perbuatan seseorang selain nabi bukanlah hujjah yang kuat kalau munculnya dari ijtihad mereka karena perbuatan mereka harus ditinjau pada dalilnya bukan dalil yang harus menyesuaikan ulama.

Lagi pula kita sangat husnuzhzhon kepada mereka (kalau ada yang memiliki yayasan) bahwa sistim kerjanya dilakukan dengan bimbingan ilmu mereka yang memadai, walaupun bukan suatu hal yang tabu kalau mereka bisa dan mungkin tergelincir dari jalan yang benar walaupun tetap mendapatkan satu pahala atas ijtihadnya, adapun para pengurus yayasan yang ada sekarang adalah seperti yang telah lewat dalam pembahasan yakni orang yang sangat minim dalam ilmu dien atau mereka yang masih banyak terpengaruh dengan ilmu lamanya sebelum mengikuti pemaham salaf, sehingga tidak ragu lagi bahwa aturan dan metode kerjanya sangat berlawanan dengan tatanan syariat yang benar.

(lihat lebih rinci dalam kitab : “Al Jam`iyaat Harokaat Bila barokat” karya : Abul Husain Muhammad Al – Jaawy yang insya Alloh akan segera terbit)

SOLUSI

` Kalau memang dakwah dengan memakai yayasan tidak ada salafnya bakan terlalu banyak salahnya lantas bagaiman mereka berdakwah, dan apa solusinya ketika kita membutuhkan terwujudnya suatu pondok umpanya atau majlis ta`lim secara umum ??

Adapun metode dakwah salaf adalah sangat sederhana sekali yaitu menyampaikan ilmu yang dia kuasai kepada yang menginginkannya dengan ikhlash tanpa menarik upah, tanpa ikatan dinas tanpa pamrih tanpa harapan terkenal tanpa mengorbankan kemuliaan diri di hadapan pemerintah.

Yang mereka inginkan adalah agar semua manusia bisa beribadah kepada Alloh dengan benar dan terhindar dari kesesatan.

` Adapun solusi dari masalah yayasan dan semua masalah adalah firman Alloh I :

+ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟًﺎ ‏( 2 ‏) ﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﺎ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺑَﺎﻟِﻎُ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﻗَﺪْ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻜُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪْﺭًﺍ _ ‏[ ﺍﻟﻄﻼﻕ 2/ ، 3 ]

Dan firman Alloh I :

+ ﻓَﺎﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢ _ ‏[ ﺍﻟﺘﻐﺎﺑﻦ 16/ ]

` Ajari manusia semampu kita, karena tidak harus memiliki pondok atau harus memiliki masjid sendiri, kalau memang diberi kemampuan oleh Alloh untuk memilikinya tanpa ini dan itu maka banyak bersyukurlah, dan kalau memang tidak diberi kemampuan maka teruslah berdakwah dengan sarana yang telah Alloh mudahkan seperti lewat tulisan, lewat surat menyurat, lewat kaset, lewat telpon lewat internet dst yang tidak menyelisihi syariat.

Mulailah dalam dakwah dari keluarga kita terlebih dahulu, anak, istri, bapak, ibu, kakak, adik, dan semua keluarga dekat atau jauh, kemudian beranjak ke tetangga dan masyarakat sekeliling kita dan kepada siapa saja bisa didakwahi .

` Ajari mereka di masjid kalau memungkinkan, kalau tidak ya di manapun tempat bisa berdakwah, di rumah, di kebun, di ladang, di sawah, di lapangan, di pinggir jalan, di rumah sakit, di mobil , di pasar, kalau ada yang berziarah ke rumah, kalau ada hubungan dagang atau lainnya, yang jelas di manapun ada kesempatan dan memungkinkan untuk menyampaikan ilmu maka sampaikanlah dengan penuh hikmah dan rohmah, dan jangan sering memutus pelajaran.

Ajari mereka tauhid, aqidah shohihah, kitabulloh dan sunnah, didik mereka dengan adab syar`i dan tatanan-tatanan dien hanief.

` Semangati mereka untuk menghafal Al-Qur`an, menghafal sunnah, memahami pelajaran, dan menyampaikannya bila telah mampu.

` Beri mereka contoh dalam beramal dengan sunnah dan ilmu, ajak mereka sholat berjamaah, menyebarkan salam, berpakaian secara syar`i, berbicara denga jujur dan benar, berakhlaq mulia, bersabar menghadapi ujian dengan terus memohon kepada Alloh taufiq dan hidayah-Nya.

` Jauhkan majlis kalian dari pembicaraan masalah dunia kecuali seperlunya, dan jangan sampai kamu menengadahkan muka dan tanganmu kepada harta mereka, jaga ‘izzahmu (kemuliaanmu) dengan iffah (penjagaan diri dari meminta-minta dsb).

` Hindari penyebutan perkara wanita dan yang menjurus ke sana kecuali dalam batasan ilmu, hindari menyebutkan masalah pemerintah yang mengarah kepada huru-hara .

` Tegakkan amar ma`ruf nahi mungkar dengan penuh hikmah dan ketegasan di majlis kalian, dan banyak dzikrulloh dan sholawat kepada nabi r agar barokah, sakinah dan malaikat rohmah turun di majlis.

` Jauhi sekuat mungkin bermujalasah dengan ahli bid`ah, hizbi, ahlul maksiat, ahlu dunia, para pengangguran, penguasa, dan orang-orang yang tidak mementingkan perkara dien karena mereka adalah teman duduk yang bisa membuat penyakit hati.

` Banyak berdoa kepada Alloh untuk keselamatan dienmu, dan keluargamu, untuk hidayah mad`umu dan kokohnya mereka dalam dien, banyak bertobat atas dosa-dosamu dan kesalahan–kesalahanmu.

` Jangan merasa gengsi untuk rujuk dari kesalahan atau mengatakan secara jujur kalau tidak menguasai suatu masalah dengan mengatakan «Allohu A`lam» atau «aku tidak tahu» , atau «aku tidak paham» karena itu semua adalah menunjukkan sifat ketawadu`anmu.

` Jangan merasa bangga bila dakwahmu mendapat respont baik dari ummat, karena itu semua adalah karunia Alloh semata bukan karena kepandaian dan kehebatanmu dalam berdakwah, bahkan banyaklah bersyukur dan memuji Alloh atas nikmat ini.

` Dan jangan merasa sedih serta kecil hati apabila mereka tidak begitu menanggapi dakwahmu selama kamu berada di atas jalan yang lurus, karena Alloh tidak akan mensia-siakan usahamu, dan cukuplah pahala Alloh yang kamu raih, karena Alloh tidaklah meridhoi kecuali yang benar dan ikhlash bukan sekedar banyak pengikutnya, bahkan kalau ada yang mengikutimu walaupun beberapa gelintir tetapi mereka istiqomah di atas al-haq, kamu sungguh telah sukses dalam berdakwah, bahkan sekalipun yang berdakwah di atas al-haq tidak memiliki pengikut sama sekali dan dia bertemu Alloh dalam istiqomah sungguh telah beruntung.

` Dan awas jangan mencari jalan pintas demi mencari paras dengan meninggalkan nash, karena mereka bila sampai mengikutimu dalam keadaan lepas, bisa menyebabkanmu di akherat menjadi orang yang nasibnya paling memelas.

` Ketahuilah bahwa dien ini milik Alloh dan Dialah yang akan menjaganya, maka pasrahkanlah segala perkaramu kepada-Nya dan jangan sampai terluputkan sedikitpun bergantung kepada-Nya.

Semoga solusi ini bisa memberi siraman hati dan menjadi pemacu untuk lebih berhati-hati dalam meniti jalan ilaahi. Wallohul muwaffiq.

[1] Al-Mausu’at Al-Muyassarah fi Al-Adyan wa Al-Madzahib wa Al-Ahzab Al-Mu’asharah, terbitan An-Nadwah Al-‘Alamiyyah li Asy-Syabab Al-Islamiyyah (juz 2 hal. 1048).

[2] Syaikhuna Al-‘Allamah Abu Abdurrahman Yahya bin Ali Al-Hajury telah ditanya tentang masalah ini. Si penanya berkata: “Kami mempunyai yayasan yang dibangun untuk menopang dakwah. Setelah kami tahu bahwa hal itu bid’ah, kami ingin mengingkarinya, tetapi kami berbeda pendapat tentang metode dalam mengingkari kemungkaran tersebut. Sebagian dari kami berkata: “Kita tangguhkan perkara ini sampai kita mempelajari bagaimana cara mengingkarinya dan mempelajari metode dakwah. Kemudian bila kita sudah kembali ke negeri kita, akan kita dakwahi mereka dengan cara yang paling baik.” Yang lainnya berkata: “Menunda penjelasan pada saat diperlukan hukumnya haram, bahkan sebaliknya kita harus mengirimkan kepada mereka kaset-kaset, risalah-risalah dan perkataan para ulama’, karena kita tidak tahu kapan datangnya maut yang dengannya putuslah kesempatan.” Kami mohon ditunjukkan mana cara yang paling tepat.” Dijawab oleh beliau –hafidhahullah-: “Apabila kalian telah mengetahui kemungkaran-kemungkaran padanya yang berkaitan dengan syari’ah, maka ingkarilah itu sebelum kepulangan kalian atau setelahnya. Lafadz mu’assasah adalah lafadz yang umum, terkadang berarti persekutuan mereka namakan perserikatan, karena didirikan dari para serikat. Tetapi penggunaan kata mu’assasah untuk da’wah bid’ah, tidak ada pada zaman dahulu mu’assasah Sufyan Ats-Tsauri, mu’assasah Ibnul Mubarak, mu’assasah fulan dan fulan, sama sekali. Mereka menamakannya dakwah, qaul, ra’yu, madrasah ahli ra’yi, daar dan sebagainya. Ini (mu’assasah) adalah salah satu dari kalimat umum yang dimasukkan ke dalam dakwah. Mereka menamakannya mu’assasah, padahal yang mereka maksudnya adalah jam’iyyah. Mereka memaksudkan ini dan itu. Maka apabila kamu mendapati kemungkaran, ingkarilah dengan pengingkaran yang sesuai dengan syari’at selagi kalian ada di tempat tersebut atau setelah kalian pergi, untuk melepas tanggung jawab.

Oleh karena itu, Syaikh Muqbil rahimahullah menamakan ma’hadnya “Darul Hadits” dan tidak menamakannya “yayasan” sejak dulu, tidak pula “jam’iyyah” tetapi beliau menamakan “Darul Hadits” dan “Markazul Hadits” dan semisalnya. Mereka (para hizbiyyun) berusaha menarik ahlus sunnah kepada mereka walaupun dalam hal nama. Mereka berusaha menarik ahlus sunnah kepada mereka walaupun hanya dengan menggunakan kata-kata yang bermakna global, sehingga apabila kamu ingkari mereka, kamu katakan: “Pada kalian ada jam’iyyah.” Mereka akan menjawab: “Pada kalian ada yayasan, itu juga tergolong jam’iyyah. Yayasan adalah lembaga yang didirikan jam’iyyah juga demikian.” Hal yang seperti ini tidak benar. Apabila kalian mengungkapkan, ungkapkanlah dengan kata jam’iyyah, tinggalkan kata yayasan, kata yang terbuka dan luas maknanya. Kalau itu jam’iyyah katakanlah jam’iyyah, kalau syirkah berserikat di dalamnya orang-orang dalam jual beli mobil, toko, makanan kaleng dan semisalnya. Tidak apa kalau dinamakan yayasan atau dinamakan dengan lainnya, akan tetapi umumnya semua ini dinamakan jam’iyyah. Apabila mereka ingin menyamarkannya mereka katakan yayasan, padahal hakikatnya jam’iyyah. Mereka menginginkan dengannya untuk memperindah penampilan. Dahulu ada yayasan Al-Haramain dan itu adalah jam’iyyah. Mereka menamakannya yayasan, padahal hakikatnya jam’iyyah, hartanya disimpan di bank-bank dan padanya ada hal-hal yang telah diketahui bersama. Di banyak tempat, apabila gagal dalam hal jam’iyyah, mereka ganti nama yayasan, apabila nama yang sudah menjadi mungkar di kalangan manusia tidak membuahkan hasil, mereka mengatakan: “Ganti nama!” padahal tujuannya satu. (Fatwa ini direkam pada malam Senin tanggal 19 Ramadhan 1428H)

[3] Al-Mausu’ah Al-Muyassarah (juz 1 hal . 500).

[4] Manhaj Al-Madrasah Al-Aqliyyah.

[5] Jamaluddin dan Muhammad Abduh, keduanya berpaham Masuuny. Adapun Muhammad rasyid Ridha, dia tergelincir dari kebenaran, kitabnya “Al-Mannar” lebih dekat kepada kesalahan. Lihat “Tuhfatul Mujib” (hal. 211) dan “Al-Majruhiin ‘inda Al-Imam Al-Wadi’i” (hal. 64).

(1) Qobishoh rodhiyAllohu ‘anhu berkata “Suatu ketika aku terbebani suatu tanggungan, kemudian aku pergi menemui Rasulullah meminta bantuan untuk menutupinya, maka beliaupun bersabda “Tinggallah dulu di sini sampai nanti datang shodaqoh, agar kami berikan untukmu“. dia berkata, kemudian Rasulullah bersabda lagi: “Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak dihalalkan kecuali bagi salah satu di antara tiga orang:

Yang pertama : seseorang yang memiliki beban yang sangat berat maka boleh baginya untuk meminta-minta sampai dia terbebaskan dari tanggungan tersebut, kemudian berhenti dari meminta-minta,

Yang kedua : seseorang yang tertimpa mushibah besar sehingga mengakibatkan hartanya habis, maka boleh baginya meminta-minta sampai dia mampu menutupi kebutuhannya atau hajatnya,

Yang ketiga : seseorang yang tertimpa kefakiran dan disaksikan oleh tiga orang dari pembesar kaumnya maka boleh baginya meminta-minta, sampai tertutupi kebutuhannya, maka adapun yang selain mereka wahai Qobishoh adalah harom, dan yang melakukannya adalah memakan harta yang harom,” (hadits riwayat Muslim).

[6] Sampai-sampai kalian dan kita semua mempopulerkan kitab “Al Hujajul Qowiyyah ‘ala Anna Wasa’ilad da’wah Tauqifiyyah” karya Syaikh Abdul Karim bin barjas -rohimahulloh-, Alhamdulillah.

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta Ditulis oleh: Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsy Al Jawy Al Indonesy -semoga Alloh me...