penulisan yg benar kalimat إن شآءالله

Sarapan pagi dgn menu bergizi dari faedah tanya jawab
----------------------------------------

TANYA:

Bismillah
Afwan ustadz mau tanya, penulisan yg benar kalimat إن شآءالله dlm bhs indonesia bagaimana? Disambung atau terputus/insyaallah atau in syaa allah?
Jazakallahu khoir atas penjelasannya.

diJAWAB oleh Ust Abu Zakariya Harits Aljabaly hafidzhohulloh [3/6 21.46]

Bismillaah...
 Adapun masalah tulisan secara ejaan yg benar adalah :
IN SYAA ALLOH (dg terpisahnya IN)
(إن شاء الله).
"jika Alloh ta'aala menghendaki "

- Karena jika di baca dg bersambung maknanya berbeda :
INSYAA ALLOH (إنشاء الله).
" mewujudkan /menciptakan Alloh "

🏽 intinya cara bacanya jangan sampai keliru baik bersambung maupun terpisah.... Karena ejaan tersebut sekedar ejaan bahasa Indonesia... Bukan bahasa arab... Jadi jangan di bahas dalam dalam/panjang lebar sehingga menyibukkan diri untuk mengurusi Pembahasan tersebut....

Yg penting jangan sampai keliru dalam membaca dan menulis arabnya...

wallohu a'lam.

KETIKA MUADZIN (PENGANGGURAN) BERLOMBA-LOMBA DENGAN AYAM DI WAKTU FAJAR

KETIKA MUADZIN (PENGANGGURAN) BERLOMBA-LOMBA DENGAN AYAM DI WAKTU FAJAR
__________________________________________

قال ابن حزم: سئل الحسن البصري عن الرجل يؤذن قبل الفجر يوقظ الناس؟ فغضب..

Ibn Hazm rahimahullâh mengatakan,"

Al-Hasan Al-Bashriy pernah ditanya tentang orang yang adzan sebelum masuk waktu Shubuh dengan tujuan untuk membangunkan manusia? Maka beliau marah dan mengatakan, "

وقال علوج فراغ لو أدركهم عمر بن الخطاب لأوجع جنوبهم من أذن قبل الفجر فإنما صلى أهل ذلك المسجد بإقامة لا أذان فيه .

“‘Uluj Faragh (orang-orang keterlaluan yang pengangguran), seandainya 'Umar bin Khathab mendapati mereka tentu ia akan memukul sisi-sisi tubuh mereka. Siapa yang adzan sebelum waktu subuh, maka jama’ah masjid itu shalat berdasarkan iqamah saja, tidak ada adzan padanya (adzan tidak sah. Itu jika iqamahnya sudah masuk waktu, jika belum maka shalat tanpa adzan dan iqamah; shalat di luar waktu).”

وفي رواية: انه سمع مؤذنا أذن بليل فقال: علوج تباري الديوك: وهل كان الأذان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا بعد ما يطلع الفجر.

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ia (Al-Hasan Al-Bashriy) mendengar seseorang adzan di malam hari, ia berkata, " 'Uluj (orang-orang kasar) berlomba dengan ayam! Bukankah adzan di masa Rasulullâh –Shallallâhu 'alayhi wasallam - tidak dilakukan kecuali setelah terbit fajar?”

وعن إبراهيم النخعي أنه كان يكره أن يؤذن قبل الفجر.
وعنه أيضا قال: سمع علقمة بن قيس مؤذنا بليل فقال: لقد خالف هذا سنة من سنة أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، لو نام على فراشه لكان خيرا له) المحلى (3/118)

Dari Ibrahim an-Nakha’iy, disebutkan bahwa ia membenci dikumandangkannya adzan sebelum terbit fajar.

dia juga mengatakan, “Alqamah bin Qais mendengar seseorang adzan di malam hari (sebelum terbit fajar), maka ia berkata, “Orang ini telah menyelisihi salah satu sunnah para sahabat Rasulullâh -Shallallâhu 'alayhi wasallam-, seandainya ia tidur di tikarnya, tentu itu lebih baik baginya.”
(al-Muhalla, 3/118)

Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah, Hasan Bashri berkata:

“Orang-orang kasar pengangguran, mereka tidak menyambung dengan iqamah. Seandainya 'Umar mendapati mereka, tentu sudah memukuli atau memukul kepada mereka.”

(Mushannaf: 2306)

:paperclip:Follow ISNAD on TELEGRAM

Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain

YA IKHWAANI DATANGKANLAH HAK SAUDARAMU..!
بسم الله الرحمن الرحيم
Sebagaimana perkataan rosululloh sholallohu 'alayhi wa sallam,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ
“ Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima yaitu menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin (bila yang bersin mengucapkan hamdalah, pent.).”
[HR. Al-Bukhari no.1240 dan Muslim no.5615]
Hukum menjenguk orang sakit, dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, namun kami melihat pendapat yang lebih rojih adalah hukumnya fardhu kifayah, Allooh a'lam.
Artinya, bila ada sebagian orang yang melakukannya maka gugur kewajiban dari yang lain. Bila tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka wajib bagi orang yang sudah mengetahui dan mendengar khabar tentang keberadaan si sakit hendaknya bersegera ia untuk menjenguknya.
Kemudian yang perlu diketahui, orang sakit yang dituntunkan untuk dijenguk adalah yang terbaring di rumahnya (atau di rumah sakit) dan tidak keluar darinya.
Adapun orang yang menderita sakit yang ringan, yang tidak menghalanginya untuk keluar dari rumah dan bergaul dengan orang-orang, maka tidak berhak / tidak perlu dijenguk.
Namun bagi orang yang telah mengetahui tentang khabar sakitnya hendaknya menanyakan keadaannya.
Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rohimahulloh dalam kitabnya Syarhu Riyaadhish Sholihin (3/55).
Keutamaan yang besar dijanjikan bagi seorang muslim yang menjenguk saudaranya yang sakit seperti ditunjukkan dalam hadits² berikut ini:
Tsauban rodhiyallohu 'anhu mengabarkan dari Nabi sholallohu 'alayhi wa sallam, beliau bersabda :
إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ
“Sesungguhnya seorang muslim bila menjenguk saudaranya sesama muslim maka ia terus menerus berada di khurfatil jannah hingga ia pulang (kembali).”
 [HR. Muslim no.6498. Dalam lafadz lain hadits no.6499] :
مَنْ عَادَ مَرِيْضًا، لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا خُرْفَةِ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: جَنَاهَا
“ Siapa yang menjenguk seorang yang sakit maka ia terus menerus berada di khurfatil jannah.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah khurfatil jannah itu?”. Beliau menjawab, “Buah-buahan yang dipetik dari surga.”
Ali rodhiyallohu 'anhu berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah sholallohu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُوْدُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ، وَكَانَ لَهُ خَرِيْفٌ فِي الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lain di pagi hari melainkan 70.000 malaikat bersholawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di sore hari. Dan jika ia menjenguknya di sore hari maka 70.000 malaikat bersholawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di pagi hari. Dan ia memiliki buah-buahan yang dipetik di dalam surga.”
[HR. At-Tirmidzi no. 969, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rohimahulloh dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 5767 dan Ash-Shahihah no. 1367]
Ada beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh seseorang bila hendak menjenguk orang sakit, sebagaimana disebuntukan Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh.
Di antaranya:
1   Ia melakukan amalan tersebut dengan niat menjalankan perintah Nabi sholallohu 'alayhi wa sallam.
2  Ia meniatkan untuk berbuat baik kepada saudaranya dengan menjenguknya, karena seorang yang sakit bila dijenguk saudaranya akan merasa senang dan menjadi lapang hatinya.
3    Ia gunakan kesempatan membesuk tersebut untuk memberikan arahan kepada si sakit dalam perkara yang bermanfaat baginya, seperti menyuruhnya bertaubat, istighfar, dan menyelesaikan hak-hak orang yang lain yang belum dipenuhinya.
4    Bisa jadi si sakit memiliki permasalahan yang membutuhkan bantuan orang lain yang ketika dia sakit hal tersebut tak dapat dikerjakannya sendiri karena sakitbya, contoh; gas kompornya ato air minumnya habis dan tak ada orang yang bisa membelikannya ato dimintainya bantuan untuk itu...dan mungkin juga si sakit ada permasalahan tentang bagaimana tata cara thaharah atau shalat selama sakitnya atau yang semisalnya...maka bila si penjenguk mampu dan memungkinkan baginya untuk berbuat baik membantu sisakit dalam hajat² yang dibutuhkan saat itu,,,dan bila ia punya ilmu tentang yang jadi permasalahan ibadah si sakit hendaknyalah ia mengajarkan kepadanya.
5    Ia melihat mana yang maslahat bagi si sakit, apakah dengan ia lama berada di sisi si sakit atau cukup sebentar saja. Bila ia melihat si sakit senang, terlihat gembira dan menyukai bila ia berlama-lama di tempat tersebut, hendaknya ia pun menahan dirinya lebih lama bersama si sakit dalam rangka membagi kebahagiaan kepada saudaranya. Namun bila ia melihat yang sebaliknya, hendaklah ia tidak berlama-lama di tempat tersebut.
6    Hendaknya ia mengingat nikmat Allah subhaanahu wa ta'ala berupa kesehatan yang sedang dinikmatinya, karena biasanya seseorang tidak mengetahui kadar nikmat Allah subhaanah kepadanya kecuali bila ia melihat orang yang ditimpa musibah berupa kehilangan nikmat tersebut. Dengan nikmat tersebut, ia memuji Allah ta'ala dan memohon agar melanggengkan nikmat sehat untuk dirinya.
7    (*) Ia doakan si sakit dengan doa yang diajarkan oleh rosulullooh sholallohu 'alayhi wa sallam:
لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Tidak mengapa, insya Allah (sakit ini) sebagai pembersih.”
[HR.Bukhari dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma]
Dalam hadits yang lain, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa menjenguk orang sakit yang belum datang ajalnya lalu dia mengucapkan doa
,أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ
“Aku meminta kepada Allah yang Maha Kuasa, Rabb al-’Arsy yang agung, agar memberikan kesembuhan kepadamu.”
Sebanyak 7 kali, niscaya Allah akan memberikan kesembuhan kepadanya.”
[HR.Tirmidzi dan Abu Dawud dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma].
8    (*) Tidak mengapa membawa sesuatu untuk dihadiahkan kepada si sakit, karena dengan hadiah akan semakin erat tali persaudaraan dan kasih sayang.
 Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
“Saling memberikan hadiahlah di antara kalian niscaya kalian akan saling mencintai"
[HR.Bukhari dalam Adabul Mufrad dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu].
9    (*) Hendaknya tidak berkunjung atau menjenguk di waktu-waktu yang memberatkan si sakit, seperti waktu-waktutidur atau istirahat.
✅🔟 (*) Meruqyah si sakit tanpa diminta olehnya, tentu dengan meminta izin kepadanya terlebih dulu, yaitu dengan membacakan kepadanya bacaan-bacaan yang disyariatkan yaitu ayat-ayat Al-Qur`an atau doa-doa yang tidak mengandung kesyirikan.
Alloh ta’ala berkata:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
[QS. Al-Isroo`: 82]
Al-Qur`an itu mengandung obat dan rahmat. Namun kandungan tersebut tidak bermanfaat bagi setiap orang, dan hanya bermanfaat bagi orang yang beriman dengannya, yang membenarkan ayat-ayat-Nya, dan mengilmuinya. Adapun orang² yang zholim, yang tidak membenarkannya atau tidak beramal dengannya, maka Al-Qur`an tidak akan menambahkan kepada mereka kecuali kerugian.
[Lihat Tafsir as-Sa’di]
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk sebagian keluarganya yang sakit, lalu beliau mengusap si sakit dengan tangan kanannya sambil membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ، أَنْتَ الشَّافِيْ لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاءُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Robb seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini. Sembuhkanlah, Engkau adalah Dzat yang Maha Menyembuhkan. (Maka) tidak ada kesembuhan (yang sempurna menyembuhkan) kecuali kesembuhan (dari)Engkau, yakni kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” [Muttafaqun ‘alayhi]
maroji' Syarhu Riyadhish
 Sholihin, hal.55-56, Syaikh Al Utsaimin rohimahulloh.

dinukil faedahnya di medan pada hari ahad qoblal 'ashr 11 Romadhon 1436 H / 28-062015, oleh akhukum fillaah, alfaqiir ilalloohi wa maghfirotihi wa liwalidaytih :
Abu Jundi Ahmad ibn Titok Harianto Al Jaawiy As Surobawiy
Catatan kaki:
(*) : adalah sdikit tambahan dari ana sendiri, dari apa yang Alloh mudahkan untuk ana memahaminya. Mohon koreksinya dari para asatidzh bila terdapat banyak kesalahan disana sini. Jazaakumulloh khoyron...

Semoga manfaat & barokah

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta Ditulis oleh: Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsy Al Jawy Al Indonesy -semoga Alloh me...