Menagih Hutang Di Hadapan Khalayak Ramai

 MENAGIH HUTANG DI HADAPAN KHALAYAK RAMAI


Pertanyaan :


 Assalamu'alaikum yaa Syikh bagaimana cara adab menagih hutang? Bolehkah kita menagih hutang ketika orang ramai? Apakah dzholim ketika ana menagih hutang dikeramaian orang setelah itu diapun malu dan mau membayarnya dengan marah2, di ketahui yang berhutang ini hutang makanan suka gak bayar bahkan lama dia bayarnya. 

-----------------------


Jawaban dengan memohon pertolongan pada Allah ta'ala :


 وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.


Dalam hadits Abu Hurairah رضي الله عنه disebutkan :


أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ يَتَقَاضَاهُ فَأَغْلَظَ لَهُ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُهُ فَقَالَ دَعُوهُ فَإِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالًا. 


Ada seorang laki-laki datang menemui Nabi ﷺ untuk menagih apa yang dijanjikan kepadanya. Lalu si lelaki ini berbucara dengan suara yang kasar. Maka para sahabat Nabi ingin berbuat sesuatu kepadanya. Maka beliau ﷺ bersabda: "Biarkanlah saja dia, karena pemilik hak itu boleh menyampaikan ucapannya." (HR. Al Bukhariy dan Muslim).


Zhahir hadits ini menunjukkan bahwasanya si lelaki tadi menagih hutang Nabi صلى الله عليه وسلم dalam keadaan Nabi tidak sendirian. Padahal Nabi sangat jujur dan sangat menepati janji selama tidak ada udzur syari'iy.


Maka bagaimana dengan orang yang disebutkan dalam pertanyaan tadi bahwasanya dia itu tidak suka membayar hutang dan bahkan lama dalam membayar hutang?


Dan Nabi tidak marah disikapi dengan kasar oleh si penagih hutang tadi, dan beliau melarang Sahabat marah pada si penagih.

Maka bagaimana dengan orang yang disebutkan dalam pertanyaan tadi justru marah² dan lupa bahwasanya si penagih hutang memang diberi hak untuk berbicara kasar?


والله تعالى أعلم بالصواب.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖


(Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Hafidzahullah )

Hukum jual-beli secara borongan hasil pertanian

Pertanyaan dari akh Faturahman
Ust bagaimana hukumnya sistem memborong sawah yang sudah siap panen padi dengan harga tertentu misalnya 10 juta (istilah nya ngebas). Begitu di panen kadang terjual lebih kadang rugi.
Apakah termasuk jual beli ghoror.

Dan halal kah jika kita ikut kerja panen padi (derep) dengan keadaan yang demikian 

Jawabannya :

Pertanyaan ini mengandung dua sisi permasalahan :
• Hukum jual-beli secara borongan.
• Dan hukum jual-beli padi yang sudah nyata tuanya (siap panen) secara borongan.
*Pertama* : _Hukum jual-beli secara borongan._
Para ulama sepakat atas bolehnya jual-beli secara borongan atau taksiran. Hal ini berdasarkan hadits :
عَنِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنَّا نَشْتَرِي الطَّعَامَ مِنَ الرُّكْبَانِ جِزَافًا فَنَهَانَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ نَبِيْعَهُ حَتَّى نَنْقُلَهُ مِنْ مَكَانِهِ
Dari *Abdullah bin Umar* rodhiyallohu anhuma, dia berkata :
_“Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan secara taksiran (borongan), kemudian Rasulullah melarang kami menjual lagi, sampai kami memindahkannya dari tempat membelinya.”_ (HR. *Muslim* no. 1526)
Makna dari جِزَافًا adalah : *jual-beli makanan tanpa ditakar, tanpa ditimbang, dan tanpa ukuran tertentu. Akan tetapi menggunakan sistem taksiran*, dan inilah makna jual-beli borongan !
Sisi pengambilan hukum dari hadits ini, adalah : *bahwa jual beli sistem borongan itu merupakan salah satu sistem jual-beli yang dilakukan oleh para Sahabat pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak melarangnya.* Hanya saja, beliau melarang untuk menjualnya kembali, sampai memindahkannya dari tempat semula (tempat membelinya). Ini merupakan taqriri (persetujuan) beliau atas bolehnya jual-beli sistem tersebut !
Seandainya terlarang, pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarangnya dan tidak hanya menyatakan hal di atas !
*Al-Hafizh Ibnu Hajar* rohimahulloh berkata :
_“Hadits ini menunjukkan bahwa jual-beli makanan dengan sistem taksiran (borongan) itu hukumnya boleh !”_ ( *Fathul Bari*, no.4351)
*Imam Ibnu Qudamah* rohimahulloh juga berkata :
_”Kami tidak mengetahui adanya perselisihan/perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini.”_
(Lihat pula *Mausu’ah al-Manahi Syar’iyyah*(2/233) oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafidzohulloh)
*Kedua* : _Jual beli padi yang sudah nyata tuanya (siap panen) secara borongan._
Untuk masalah ini, ada dua kemungkinan, yaitu:
a. Jika jual beli itu dilakukan saat padi (atau tanaman yang sejenisnya, misalnya kacang tanah, singkong, wortel, kentang dan lainnya) sudah dipanen dan sudah berada di atas tanah, maka hukumnya sebagaimana di atas (yakni boleh).
b. Jika masih berada dalam tanah, maka dalam masalah ini ada perselisihan di kalangan para ulama.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyatakan : *tidak memperbolehkan jual beli tersebut !*
Namun Imam Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat *bahwa hal itu boleh !*
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh *Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah* dan murid beliau, *Ibnul Qayyim* rohimahumalloh.
Letak permasalahannya adalah :
_"Apakah jual-beli padi dan yang semisalnya yang masih berada dalam tanah, termasuk jual -beli yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dari Abu Hurairah, dia berkata : _“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli ghoror.”_ (HR. *Muslim* no. 1513)
Ghoror adalah jual beli yang terdapat unsur penipuan atau sesuatu yang tidak jelas di dalamnya. (Lihat *al-Manahi Syariyyah*, 2/205)
Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini, insya Allah adalah *yang membolehkan,* berdasarkan beberapa sebab, diantaranya adalah sebagai berikut :
• Jual-beli tersebut tidak termasuk dalam jual beli ghoror, karena *orang yang sudah berpengalaman*, akan mampu untuk mengetahui isi dan kadar tanaman tersebut, meskipun belum dicabut dari dalam tanah (dengan catatan, tanaman sdh siap panen/sdh menguning).
Misalnya, dengan melihat batang dan daunnya, maka bisa diprediksikan apakah biji-bijian tersebut bagus ataukah tidak. Juga dengan mencabut satu atau dua tanaman, akan bisa diprediksikan berapa jumlah yang akan dihasilkan dalam, sawah, kebun atau ladang tersebut.
• Jual-beli dengan cara tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia, terutama yang mempunyai lahan yang luas, yang akan sangat menyulitkan sekali kalau diharuskan kita memanennya sendiri lebih dulu.
Oleh karena itu, kalau diharamkan, maka akan sangat memberatkan.
Padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mencabut sesuatu yang berat dari syariat agama ini. Allah berfirman :
… وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ ….
_“…Dan tidaklah Allah menjadikan dalam agama Islam ini kesulitan bagi kalian…”_ (QS Al-Hajj : 78)
(Lihat : *Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah* (29/33), dan hal. 227, 487, dan *Zsadul Ma’aad* (5/920), oleh Imam Ibnul Qayyim rohimahulloh)
_Wallohu a'lamu bis showwab....._
Demikianlah pembahasan ini. Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
Allohu yubaarik fiikum.

Abu Abdirrohman Yoyok WN Surabaya.

SYAIKHUNA, WALAU TIDAK MENGAMBIL ILMU SECARA LANGSUNG

SYAIKHUNA, WALAU TIDAK MENGAMBIL ILMU SECARA LANGSUNG


Pertanyaan :

 السلام عليكم ور حمة الله وبركاته


Pertanyaan : 

Ya syaikh Apakah boleh bagi kami mengatakan Syaikhuna Abu Fairuz sementara kami belum pernah duduk mengambil ilmu langsung di hadapan Syaikh.. ?

-----------------------


Jawaban dengan memohon pertolongan pada Allah ta'ala :


 وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.


Ya, boleh saja.

Bagi ana sendiri: orang yang telah ana ambil darinya satu ilmu, baik itu berupa ayat Al Qur'an, atau hadits Nabi, atau atsar ulama, atau syair hikmah, maupun nasihat keagamaan yang bermanfaat bagi ana, maka dia adalah guru bagi ana. 

Baik itu bertemu langsung ataupun lewat telpon maupun melalui surat-menyurat, karena dulu sebagian imam Salaf juga mendapatkan hadits dari guru mereka lewat surat, lalu mereka meriwayatkan itu, dan si pemberi hadits dinilai sebagai syaikh bagi si murid tadi. 


Orang yang telah mengambil suatu faidah dari seorang guru, walaupun satu hadits saja, maka dia terhitung sebagai murid bagi guru tadi, dan jadilah pengajar tadi adalah guru dia , sebagaimana hal itu telah dikenal  

di dalam biografi para muhadditsin.

 

Al Imam Muhammad Bin Isma’il Ash Shan’aniy رحمه الله berkata: “Jika si murid tidak mendengar ucapan syaikh (guru), dan murid tadi meminta penjelasan kepada pendengar yang ada di dekatnya terhadap ucapan syaikh tadi, lalu temannya tadi mengabarinya tentang ucapan syaikh mereka; si murid tadi tidak boleh meriwayatkan kabar -yang dia minta dari  

temannya- tadi lansung dari syaikh; kecuali dengan perantaraan teman yang memberinya berita itu, karena  

teman yang memberinya berita tadi telah menjadi syaikh baginya di dalam berita yang dia kabarkan kepada si murid itu”. (“Taudhihul Afkar”/2/hal. 213).

 

Al ‘Allamah Jamaluddin Al Qasimiy رحمه الله berkata: “Dan barangsiapa menyampaikan satu hadits dari orang lain  

yang dia dengar dari orang lain tadi; jadilah orang lain tadi syaikh baginya secara umum. Orang lain tadi adalah syaikh dia di dalam hadits tadi dan di seluruh hadits yang dia dengar dari orang itu, bukan hadits-hadits yang dia riwayatkan darinya secara langsung padahal kenyataannya  

dia tidaklah mendengar hadits-hadits tadi darinya, maka orang itu bukanlah syaikh dia dalam hadits-hadits yang terakhir tadi”. (“Lisanul Muhadditsin”/2/hal. 289).


Namun si penyampai ilmu tadi memang boleh disebut sebagai syaikh bagi si murid tersebut. Adapun gelar Ilmiyyah "Syaikh" secara umum maka hendaknya kita bersikap waro' dan tidak memberikannya kecuali pada orang yang telah digelari demikian oleh ulama Salafiyyin. 


والله تعالى أعلم بالصواب.

---------------------


(Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Hafidzahullah )



📚 Ⓙⓞⓘⓝ Ⓒⓗⓐⓝⓝⓔⓛ 📚

               📒📕📗📘📙 

📡 https://t.me/MaktabahFairuzAddailamiy


Fawaid Maktabah Fairuz Ad Dailamiy, [27/05/2022 16:45]

KESEDIHAN KAUM MUSLIMIN YANG MENDALAM ATAS WAFAT NYA FADHILATUSY SYAIKH SHALIH BIN MUHAMMAD AL LUHAIDAN رحمه الله


بسم الله الرحمن الرحيم.

الحمد لله على كل حال، وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين.


Kemudian setelah itu:


Maka sungguh telah sampai kepada saya berita-berita yang terpercaya dan sekaligus menyedihkan; tentang wafatnya mantan pemimpin Majelis Kehakiman Tertinggi dan juga anggota Panitia Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi/ Fadhilatusy Syaikh Al Allamah As Salafiy/ Shalih bin Muhammad Al Luhaidan -Semoga Allah merahmati beliau-, pada hari Rabu tanggal 2 Jumadats Tsaniyah 1443 H.


Maka ini termasuk dari musibah yang sangat besar yang menimpa umat ini. Kadar musibah ini diketahui oleh orang yang mengenal kadar para ulama Sunnah, dan di dalam hatinya ada kecemburuan yang benar untuk agama yang lurus ini.


    فإنا لله وإنا إليه راجعون، اللهم أجرنا في مصيبتنا واخلف لنا خيراً منها.


“Maka sesungguhnya kita hanyalah milik Allah, dan sesungguhnya kita hanya akan kembali kepada-Nya. Ya Allah berilah kami pahala atas musibah yang menimpa kami dan berilah kami ganti yang lebih baik daripada itu.”


Beliau ini adalah seorang Salafiy yang yang menampilkan kebenaran -demikianlah yang kami nilai, dan cukuplah Allah yang menilai beliau. Dan kami tidak memberikan tazkiyah pada siapapun atas nama Allah-.


Dan Asy Syaikh Shalih Al Luhaidan -semoga Allah merahmati beliau- memiliki sikap-sikap yang indah, dan perkataan-perkataan yang agung.


Di antaranya adalah:

beliau رحمه الله ketika mengadakan ceramah di Riyadh dengan judul “Keselamatan Manhaj Adalah Penunjuk kepada Keberuntungan”, beliau ditanya: “Apakah termasuk dari manhaj Ahlus Sunnah Wal Jamaah di dalam memperingatkan umat dan ahlul bidah dan pelaku kesesatan itu menyebutkan kebaikan-kebaikan si mubtadi'ah, menyanjung mereka serta memuliakan mereka dengan alasan sebagai bentuk keseimbangan dan keadilan?”


Maka beliau رحمه الله menjawab: “Apakah dulu orang Quraisy di masa jahiliah dan para pemimpin kesyirikan mereka itu tidak memiliki kebaikan? Apakah datang di dalam Al Qur’an penyebutan salah satu dari kebaikan-kebaikan mereka? Apakah datang di dalam As Sunnah penyebutan salah satu dari kemuliaan-kemuliaan mereka? Mereka dulu memuliakan tamu. Orang-orang Arab di masa jahiliah; mereka memuliakan tamu. Mereka juga menjaga hak-hak tetangga. Sekalipun demikian, keutamaan-keutamaan keutamaan-keutamaan orang yang durhaka kepada Allah عز وجل itu tidak disebutkan.”

(Penukilan selesai dari kitab “Huzzul Ghalasyim Fi Qath’i Lujajil Bura’iy Al Ghasyim”/karya Fadhilatu Syaikhina Thariq Bin Muhammad Al Ba’daniy حفظه الله/hal. 45-46).


Termasuk dari ucapan beliau رحمه الله yang bersinar juga adalah: “... maka Ikhwanul Muslimin, kami berharap kepada Allah agar mereka itu tidak memiliki kekuasaan di Mesir, juga di negeri-negeri Muslimin yang lainnya.”

(Penukilan selesai dari yang disebarkan oleh sebagian ikhwah di “Multaqal Ahibbah”).


Termasuk juga ucapan beliau رحمه الله yang bersinar juga adalah: beliau mengatakan: “Demi Allah, sesungguhnya saya sudah bekerja di Majelis Kehakiman dan Haiah Kibaril Ulama selama lebih dari tiga puluh tahun. Demi Allah, kami tidak pernah satu haripun diperintahkan untuk berfatwa yang sesuai dengan hawa nafsu siapapun. Kami hanyalah berfatwa dengan sesuatu yang kami pandang sebagai kebenaran.”

(Penukilan selesai dari yang disebarkan oleh sebagian ikhwah di “Multaqal Ahibbah”, dari kitab “Ru’yatun Syar’iyyah”/ karya Asy Syaikh Ibrahim Al Muhhaimid/ halaman 49).


Beliau رحمه الله juga berkata tentang kitab “Fi Zhilalil Qur’an” karya Sayyid Quthb: “Bahkan kitab tadi itu penuh dengan perkara yang menyelisihi akidah. Orang tadi -semoga Allah merahmatinya, dia bukan termasuk ulama. Dia itu termasuk dari tokoh pembelajaran masalah perkotaan, ahli masalah adab.”

(Selesailah penukilan dari kitab “Baroatu Ulamail Ummah Min Tazkiyati Ulamail Bid’ah”/ sebagaimana yang disebarkan sebagian ikhwah di “Multaqal Ahibbah”).


Fawaid Maktabah Fairuz Ad Dailamiy, [27/05/2022 16:45]

Dan juga perkataan beliau رحمه الله yang bersinar adalah: “Operasi-operasi pengeboman itu termasuk dari perbuatan-perbuatan Khawarij yang mana mereka tidak bersikap wara’ (berhati-hati dan menghindar) dari membunuh orang yang menyelisihi mereka.”

(Penukilan selesai dari yang disebarkan oleh sebagian ikhwah di “Majmu’atuddin An Nashihah”).


Dan termasuk dari ucapan beliau رحمه اله yang bersinar adalah: “Maka apabila para hamba Allah ingin memberikan manfaat kepada mereka sendiri, hendaknya mereka mengikhlaskan ibadah untuk Allah dan tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun. Dan hendaknya mereka mewaspadai jangan sampai ibadah-ibadah mereka menjadi sebab masuknya mereka ke dalam Neraka.”

(Selesailah penukilan dari kitab “Syarhul Qawa’idil Arba’”/ sebagaimana yang disebarkan sebagian ikhwah di “Multaqal Ahibbah”).


Maka kita memohon kepada Allah عز وجل dengan kedermawanan-Nya dan kurnia-Nya agar memberikan pahala yang terbaik kepada Asy Syaikh Shalih Al Luhaidan, juga mengampuni untuk beliau, merahmati beliau, dan meninggikan derajat beliau di Surga Firdaus yang tertinggi, dengan rahmat-Nya yang luas.

---------------------------


Ditulis oleh pelajar yang fakir kepada Allah Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy -semoga Allah memberinya taufik dan mengampuninya-


Di negara Malaysia, hari Rabu 2 Jumadats Tsaniyah 1443 Hijriah.




_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_

_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_                بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَن...