*Soal Jawab membantah Syubhat Demokrasi dan Kotak Infaq*

*Soal Jawab membantah Syubhat Demokrasi dan Kotak Infaq*

_Perkongsian dari Majmu'ah عربة الإسلام_

Soalan

Bismillah..adakah ikwah ato ust yg bisa menjawab subhat org yg mengatakan..
1.wahai kalian ahlisunah...kalian mengharamkan demokrasi sementara kalian menikmati hasil dr demokrasi ...dg adanya fasilitas umum dr negara..seperti jln raya ato listrik di jln2..dsb nya...
2..wahai kalian ahlisunah kalian mengharamkan kotak infak dimasjid2 sementara kalian memanfaatkan fasilitas nya..seperti air ato listrik dsbnya..?..
Jazaakumullohkhoiron...

Dijawab oleh Sheikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Jawi AlIndonesiy
⬇️⬇️⬇️⬇️

Ada pertanyaan bagaimana yaitu adakah ikhwah atau ustaz yang bisa menjawab syubhat orang yang mengatakan,

Yang pertama Wahai kalian Ahlussunnah, kalian mengharamkan demokrasi, sementara kalian menikmati hasil dari demokrasi. 

Dengan adanya fasilitas umum dari negara seperti jalan raya atau listrik, di jalan-jalan dan sebagainya. 

Toyyib jawabannya adalah bahawasanya kemerdekaan negara kita, itu adalah *dari perjuangan mayoritas kaum muslimin*. Mungkin ada agama lain yang ikut berjuang tapi jumhur yang berjuang waktu itu adalah kaum muslimin. 

Toyyib. Demokrasi terbentuk setelah itu dengan sebab kurangnya ilmu kaum muslimin sehingga memilih cara yang lain untuk kemudian apa? Membangun negara ini. 

Tetapi negara ini dibangun di atas keringat dan darah dari Kaum Muslimin sebelum demokrasi itu ada. Sebelum demokrasi itu dipilih oleh kaum muslimin itu sendiri, tapi musliminlah yang berjuang.

Dan jauh sebelum pemikiran demokrasi meracuni kaum muslimin di negara kita, para Ahlussunnah wal Jama'ah Yaitu Teuku Imam Bonjol dan lain-lain mereka berjuang sementara para Mubtadi'ah, rata-rata justru berjuangnya adalah membela para penjajah. 

Mereka bergabung dengan penjajah Belanda untuk menjadi pengkhianat negara dan justeru melawan Teuku Imam Bonjol dan lain-lain yang mana mereka adalah murid dari cucu murid dari Imam Muhammad bin Abdul Wahab An-Najdi. 

Baik. Itu dari sisi pertama.

Dari sisi yang kedua adalah kita katakan bahwasanya pemerintah yang terbentuk, baik dia itu dari cara ini atau cara itu, atau cara apa, mereka telah bersumpah untuk melayani rakyat. Itu sudah sumpah mereka dan kita punya hak untuk menuntut pelaksanaan dari sumpah dan janji mereka itu. 

Dari sisi yang lain, Allah taala membebankan kepada pemerintah, terserah pemerintah dari bentuk apa atau dari jalan bagaimana, pemerintah itu, mereka adalah Waliyul Amr. Mereka yang memegang urusan umat ini, maka mereka wajib memenuhi tanggung jawab untuk mengurusi anak-anak mereka. 

Karena mereka ibarat orang tua dan rakyat adalah ibarat anak, dan anak punya hak. Anak adalah amanah. 

Allah subhanahu wa taala menjadikan pemerintah itu sebagai mustar'a, orang yang diamanahi untuk ri'ayah, mengelola rakyat. 

Rakyat punya hak untuk mendapatkan hasil, mendapatkan pelayanan, kesihatan, keamanan dipenuhi makanan dan minuman dan sebagainya. 

Tayyib dan kewajiban rakyat adalah tunduk patuh pada pemerintah dan tidak melakukan pemberontakan di dalam yang ma'ruf. 

Kalau perkara yang mungkar, kita wajib tidak taat kepada pemerintah dan hanya taat kepada Allah taala. 

Sekalipun pemerintah zalim, sekali pun pemerintah berbuat mungkar, maka kita menjamin, kita punya kewajiban menjamin pada pemerintah bahwasanya kita tidak memberontak.

Adapun fasilitas listrik, fasilitas mungkin, istilahnya telepon atau jalan raya, itu memang kewajiban pemerintah yang mana mereka bersumpah untuk melayani rakyat. 

Dan juga mereka memang diamanahi Allah untuk memperjuangkan kesejahteraan untuk rakyat. Itu adalah kewajiban dari mereka.

 والحمدالله رب العالمين


*HAROM MENJATUHKAN KEHORMATAN SEORANG MUSLIM*

*📚HAROM MENJATUHKAN KEHORMATAN SEORANG MUSLIM📚*

عن ابن عباس رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ النَّاسَ يَوْمَ النَّحْرِ فَقَالَ: ( يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ قَالُوا: يَوْمٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَأَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟ قَالُوا: بَلَدٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟، قَالُوا: شَهْرٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فَأَعَادَهَا مِرَارًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ – قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى أُمَّتِهِ – فَلْيُبْلِغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ ، لاَ تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ ) رواه البخاري .

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyalloohu 'anhuma, bahwasanya Rasululloh ﷺ berkhutbah di hari Idul Adha. Beliau bersabda: “Wahai manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: “Hari ini hari harom”. Nabi bertanya lagi: “Lalu negeri apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini negeri harom”. Nabi bertanya lagi: “Lalu bulan apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini bulan harom”. Beliau bersabda: “Maka sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian adalah harom atas sesama kalian sebagaimana haromnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini”. Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang lalu setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: “Ya Alloh, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ya Alloh, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Maka demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh wasiat tersebut adalah wasiat untuk ummat beliau”. Nabi bersabda: “Maka hendaknya yang hari ini menyaksikan dapat menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku, sehingga kalian satu sama lai saling membunuh”. 

📚(HR. Al Bukhari: 1739 & Muslim: 1219)

Hukum sholat berdua dengan anak yang belum berakal, apakah terhitung jama'ah apa tidak?

#faidah

*SHOLAT BERDUA DENGAN ANAK YANG BELUM BERAKAL TIDAK TERHITUNG SHOLAT BERJAMA'AH*

*pertanyaan 

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Apakah anak yang belum berakal ikut sholat dengan bapaknya bisa di katakan sholatnya berjamaah?
Dan apakakah bacaan sholat bapaknya seperti imam ?

Jawaban : 

Kalau dia sudah berakal, menjadi sahlah berjamaah dengan dia karena syarat sah ibadah taklifiyyah adalah adanya akal.
Jika dia belum berakal, maka belum sah, walaupun boleh saja dia dimasukkan ke dalam shaf, sekedar diikutkan, bukan sebagai pembangun shaf itu sendiri.
والله أعلم بالصواب.

*pertanyaan 

Berarti anak umur 3 tahun tidak terhitung yaa Syaikh, jika dia sholat sunnah di rumah nya seperti sholat qiamul lail maka anak umur 3 tahun hanya ikut saja tidak terhitung dia sholat jama'ah sehingga dia niat sholat sendiri walaupun ada anak umur 3 tahun di samping nya, mohon penjelasan Syaikh

*Jawaban 

Para ulama berselisih pendapat tentang batasan berakal. Tapi mayoritas menetapkan bahwa umur 3 tahun itu belum berakal. Para ulama berkata: "Inti berakal di sini bukan sekedar tamyiz (mampu membedakan baik dan buruk atau lelaki dan perempuan dan cantik atau tidak cantik), tapi intinya adalah: qashdul imtitsal ma'al ikhlas (niat menjalankan perintah Allah dengan ikhlas) yang mana hal itu membedakan antara ibadah dan adat, dengan memurnikan ibadah pada Allah, yang mana hal itu menjadi syarat sah ibadah.
والله أعلم بالصواب.

*Di jawab oleh 
*Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy Al Qudsiy حَفِظَهُ اللّٰه*

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta

Berhutang Atau Berniaga Lebih Baik Daripada Meminta-minta Ditulis oleh: Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsy Al Jawy Al Indonesy -semoga Alloh me...