Jawaban dari Asy Syaikh Abu Hatim Yusuf al Jazairi hafizhahullohu ta'ala
Para ahlul ilmi berbeda dalam pembolehan perkara tersebut. Sebagian dari para ulama berpendapat bahwasanya seorang wanita muslimah tidak halal baginya untuk melepas hijabnya dihadapan wanita kafir. Kecuali wanita kafir tersebut adalah budaknya, atau dari kerabatnya(kalangan wanita) karena
Allah _subhaanahahu wa ta'ala_ berfirman:
أو ما ملكت ايمانهن
"Atau dari budak-budakyang mereka(wanita) miliki"
Dan juga mereka berdalilkan dengan firman Allah _subhaanahu wa ta'ala_ :
ۖ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا لِبُعولَتِهِنَّ أَو ءابائِهِنَّ أَو ءاباءِ بُعولَتِهِنَّ أَو أَبنائِهِنَّ أَو أَبناءِ بُعولَتِهِنَّ أَو إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى أَخَوٰتِهِنَّ أَو نِسائِهِنَّ أَو ما مَلَكَت
أَيمٰنُهُنَّ
"Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) terlihat darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke leher baju (sekitar dada) mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suamu mereka (dari istri yang lain), atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan (sesama islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki"
Jadi mereka mengatakan (yang melarang) bahwa penyandaran wanita-wanita kalimat (نساءهن) dalam ayat tersebut penyandarannya kepada wanita kaum muslimah menunjukkan bahwasanya menampakkan perhiasan seorang wanita itu pengkhususan terhadap wanita mukminah, bukan wanita kafir.
Dan membuka wajah di hadapan wanita kafir itu ada beberapa kerusakan. Karena sungguh wanita-wanita kafir dari satu sisi tidak aman fitnah mereka dengan mereka me sifatkan wanita-wanita kaum muslimah kepada lelaki-lelaki mereka (wanita kuffar) walaupun dikhawatirkan kepada semua wanita masuk juga wanita muslimah, akan mensifatkan wanita-wanita mukminah kepada laki-laki mereka. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dan selainnya.
Kecuali perempuan ahlu dhimmah (kafir) itu lebih kuatnya fitnahnya
Karena sungguh mereka itu tidak ada yang mencegah mereka untuk mesifati(menceritakan) kaum wanita muslimah terhadap laku-laki mereka.
Adapun
Wanita muslimah maka mereka itu mengtahui bahwa perkara itu (mensifatkan wanita kepada lelaki) adalah haram. Akhirnya diapun tercegah darinya. Dan nabi _shallallahu 'alaihi wa sallam_ bersabda:
"Janganlah seorang wanita berteman dengan wanita lainnya, lalu ia mengabarkan sifat-sifat teman wanitanya kepada suaminya (hingga suaminya seakan-akan melihat langsung wanita tersebut)"
Hadits dikeluarkan dalam Bukhari Muslim dari sahabat Ibnu Mas'ud.
Dan dari sebagian pendapat ulama, bolehnya kaum wanita muslimah menampakkan perhiasannya dihadapan wanita kafir. Berdalilkan tentang masuknya wanita yahudiyah kepada Aisyah _radhiyallahu 'anha_ dalam kisah tentang azab kubur. Hadits ini diriwayatkan dalam Bukhari Muslim.
"Ibuku datang kepadaku dan ingin sekali meminta sesuatu yang ada padaku (ibuku dalam keadaan musyrik)" maka Asma' bertanya pada nabi. 'Apakah saya menyambung silaturahim pada ibuku?' Maka nabi mengatakan 'Iya'
Dan dalil-dalil yang semisalnya, yang telah tsabit dari zaman wahyu.
Jadi para ulama mengatakan, tidak pernah dinukil dari para sahabiyat dan wanita-wanita istri-istri nabi _shallallahu 'alaihi wa sallam_ tentang hukum larangan penampakan wajah wanita muslimah pada wanita kafir. Bersamaan dengan itu terjadinya perkumpulan antara wanita muslimah dengan ahlul kitab dan selain daripada mereka dari banyaknya kejadian-kejadian. Atas dasar inilah permasalahan ini tidak tegak dalil. Dikarenakan tidak dinukil dari para sahabiyat bahwasanya mereka membuka hijab mereka dihadapan wanita kafir.
Dan mereka juga mengatakan bahwasanya aurat seorang wanita terhadap seorang wanita itu tidak berbeda dengan berbedanya agama. (Inilah dalil-dalil dari