*MEMURNIKAN ITTIBA’ DAN MEMBERSIHKAN NAMA BAIK ULAMA AHLUSSUNNAH*

 

*MEMURNIKAN ITTIBA’ DAN MEMBERSIHKAN NAMA BAIK ULAMA AHLUSSUNNAH*

 

(Study Kasus Munculnya Syaikh  Sholeh Al-Fauzan di Televisi yang Menimbulkan Polemik dan Kontradiksi)

 

Ditulis oleh: Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al Jawy

-Semoga Alloh mengampuni dosa-dosanya-

 

Darul Hadits Dammaj, Jumat, 20 Robiul Awwal 1434H

 

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

الحمدلله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى أله وأصحابه ومن واله، أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد:

 

Di antara prinsip utama aqidah Ahlussunnah wal jamaah adalah peletakan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai dasar utama pengambilan hukum serta mengedepankan keduanya dalam setiap perkara. Alloh telah berfirman:

 

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ

Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Robb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya, amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al-A’rof: 3)

 

Hal ini dikarenakan tidaklah tersisa satu perkara pun baik di masa dahulu maupun sekarang bahkan yang akan datang, kecuali Alloh dan Rosul-Nya telah menentukan hukumnya, baik secara nash maupun istimbath. Alloh adalah Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu, tahu semua perkara yang akan muncul dan tidak, serta tahu dampak yang akan ditimbulkannya jika perkara tersebut muncul. Adapun perselisihan yang terjadi dalam menentukan suatu hukum kembali pada kekurangan manusia dalam memahami syariat Alloh dan penjelasan-penjelasan yang disampaikan Rosul-Nya.

 

Dengan ini jelaslah bahwa penempatan seseorang sebagai sesuatu yang diikuti dalam setiap perbuatan dan perkataannya tanpa mengetahui dalilnya merupakan penyelisihan terhadap manhaj ahlus sunnah.

 

Prinsip di atas secara sekilas memang mudah, tapi pada kenyataannya merupakan perkara yang berat untuk diterapkan –kecuali bagi orang-orang yang mendapat taufiq dari Alloh-. Oleh karena itu, banyak kita lihat orang-orang terjerembab ke dalam kesesatan disebabkan jauhnya mereka dari pengamalan prinsip utama tersebut. Sehingga mereka mengedepankan perkataan dan perbuatan para pemimpin mereka atas perkataan Alloh dan Rosul-Nya.

 

Ironisnya, penyakit ini juga menjangkiti sebagian saudara kita yang menisbahkan dirinya sebagai salafy, walaupun tarafnya tidak sekronis yang menimpa para hizbiyyun. Namun merupakan kaidah yang diakui oleh syariat dan akal yang sehat bahwa sesuatu yang menimbulkan dampak negatif harus dipupus dengan segera sehingga tidak menjalar dan mencelakakan diri dan orang-orang sekitarnya.

 

Diantara kasus yang menunjukkan ketidak kokohan sebagian orang dalam memahami dan memegang prinsip di atas adalah mudahnya mereka goyah dari pijakan yang diyakininya ketika melihat ada ulama  melakukan hal yang menyelisihi keyakinannya. Sebagai contoh adalah munculnya Syaikh Sholeh Al-Fauzan –hafidzohulloh- di layar Televisi pada tahun-tahun terakhir ini.

 

Hal ini tidak bisa dipungkiri memang menimbulkan polemik dan kontradiksi yang butuh untuk diperjelas dan didudukkan dengan benar. Terlebih lagi ketika banyak manusia berbicara dalam kasus ini tanpa didasari ilmu. Sebagian menjadikan kemunculan beliau itu sebagai dalil bahwa gambar makhluk bernyawa boleh, sebagian lainnya: televisi itu boleh. Sebagian lainnya bersikap kebalikannya: mereka mencela dan menempatkan Syaikh pada kedudukan yang tidak sepantasnya. Sebagiannya lagi bertanya-tanya; bagaimanakah hakekat perkara yang sebenarnya?

 

Oleh karena itu pada pembahasan kali ini –Insya Alloh- akan kami kupas permasalahan ini sehingga tidak menimbulkan tanda tanya lagi. Harapan kami, penjelasan yang akan datang juga bisa memberikan wacana dan pelajaran dalam menghadapi kasus-kasus lain yang semisal dengannya. Nasalullohat Taufiq was Sadad.

 

♻️ Bimbingan Syareat dalam Menyikapi Perbuatan Ulama.

 

Ikhwany –waffaqokumulloh- merupakan hal yang disepakati bahwa ulama adalah manusia biasa yang terkadang lupa dan tidak mendapat jaminan bahwa semua perbuatannya itu benar. Oleh karena itu, tidaklah dibenarkan seseorang mengambil kesimpulan dan menarik suatu hukum dari perbuatan yang mereka lakukan dengan serta-merta tanpa meminta penjelasan. Terlebih lagi jika perbuatan yang dilakukannya itu terdapat pertentangan dengan perkara yang dikenal darinya.

 

Imam Asy-Syatiby –Rohimahulloh- berkata: “(Para ulama) mengatakan: “Janganlah kamu melihat perbuatan seorang ‘alim, tapi tanyalah dia maka dia akan membenarkan (dugaanmu atau menyalahkannya).” [Al-I’tishom: 2/605]

 

Beliau juga mengatakan: “(Para ulama) mengatakan: ilmu yang paling lemah adalah (yang didapat dari) penglihatan, yaitu seseorang melihat orang lain melakukan sesuatu kemudian dia melakukan yang semisalnya, padahal mungkin saja orang (yang dilihat tersebut) melakukannya karena lupa.” [Al-I’tishom: 3/109]

 

Inilah kaidah dalam menyikapi perbuatan ulama. Sebab perbuatan itu memiliki kemungkinan yang banyak; terkadang tidak disengaja, terkadang karena lupa, terkadang karena terpaksa, terkadang karena menghindari kemadhorotan yang lebih besar….dan kemungkinan-kemungkinan lainnya. [lihat penjelasan Syaikh Sholeh Alu Syaikh dalam Syarh Aqidah Thohawiyyah]

 

Demikian pula pada kasus kita ini, kita tidak boleh langsung mengambil kesimpulan dan menetapkan suatu hukum hanya dengan sekedar melihat munculnya Syaikh Al-Fauzan di layar TV. Namun kita harus mencari penjelasan; apa yang menjadi dasar beliau sehingga melakukan perbuatan tersebut??[1]

 

♻️Penjelasan tentang Pendapat Syaikh Al-Fauzan dalam Permasalahan Shuroh dan Televisi.

 

1️Pertama: Fatwa beliau tentang haramnya shuroh (gambar makhluk bernyawa) baik digambar dengan tangan maupun dengan kamera

 

Syaikh Sholeh Fauzan –hafidzohulloh- ketika menjelaskan hadits:

 

كلُّ مصوِّرٍ في النّار، يُجعل له بكلّ صورة صوّرها نفسٌ يعذّب بها في جهنّم

 

Setiap orang yang menggambar (makhluk bernyawa akan masuk) neraka. Gambar-gambar yang telah mereka buat itu akan dijadikan bernyawa sehingga menyiksa mereka di Jahannam”.

 

Beliau berkata: “(Sabda beliau ini) juga umum mencakup seluruh gambar makhluk yang bernyawa, baik itu dihasilkan dengan digambar atau dipahat atau dengan memencet alat. Perbedaannya hanyalah bahwa pengguna alat lebih cepat kerjanya daripada orang yang menggambar (dengan tangan), adapun hasilnya sama, masing-masing mereka menginginkan untuk menghasilkan ‘shuroh’.

Orang yang mengukir atau membikin patung tujuannya terciptanya ‘shuroh’. Orang yang melukis tujuannya juga ‘shuroh’. Orang yang memotret dengan kamera tujuannya juga ‘shuroh’. Lalu, kenapa kita membedakan-bedakan mereka??! Padahal Rosul Shollallohu ‘alahi wa sallam telah bersabda:

 

كلُّ مصوِّرٍ في النّار

 

Semua orang yang menggambar makhluk bernyawa di neraka”?!.

 

(Mereka) tidaklah punya  dalil kecuali falsafat yang mereka buat-buat dan teori-teori yang mereka ada-adakan. Mereka ingin membatasi cakupan makna sabda Rosululloh Shollallohu ‘alahi wa sallam (di atas) dengan kepala mereka….(Padahal) merupakan suatu perkara yang dimaklumi bahwa perkataan Alloh dan Rosul-Nya tidaklah boleh dibatasi cakupan maknanya kecuali dengan dalil dari perkataan Alloh dan Rosul-nya juga. Bukan dengan ijtihad atau teori-teori buatan manusia. (“I’anatul Mustafid”: 2/ 369)

 

Perkataan di atas sangat jelas bahwa Syaikh Fauzan berpendapat bahwa shuroh itu haram secara mutlak. Tidak dibedakan apakah shuroh dihasilkan dengan tangan atau dengan kamera. Tidak pula dibedakan apakah shuroh itu dua dimensi atau tiga dimensi. Inilah yang benar dalam perkara shuroh yang tidak ada pilihan selainnya. [lihat kembali penjelasan secara terperinci dalam tulisan kami: “Televisi dalam Timbangan Syar’i”]

 

2️Kedua: Pendapat beliau tentang Televisi dan video

 

Dalam permasalahan ini, Syaikh Fauzan mempunyai beberapa fatwa yang berbeda, sehingga kita harus mencermati dengan benar fatwa-fatwa tersebut dan menempatkan sesuai porsinya.

 

Pada awalnya beliau berpendapat bahwa shuroh yang ada di layar televisi hukumnya haram secara mutlak. Hal ini nampak nyata dari fatwa-fatwa serta perbuatan beliau. Oleh karena itu beliau dengan tegas menolak untuk keluar ke studio-studio TV. Beliau berkata: “Aku tidak akan keluar ke studio-studio TV dan belum pernah keluar serta tidak akan keluar insya Alloh.”

 

Demikian pula ketika beliau diberitahu bahwa shuroh beliau muncul di TV atau majalah, dan ditanya apakah hal tersebut merupakan bukti bahwa beliau berpendapat bolehnya menggambar makhluk hidup?? Beliau menjawab:

 

Tidak, hal ini bukan dalil! Saya tidak memerintahkan mereka, tidak pula meminta mereka. Merekalah yang datang. Dulu mereka mengambil gambar Syaikh Bin Baz padahal beliau mengharamkannya dan meminta dengan keras agar orang yang melakukan tersebut mencabut gambar beliau (yang telah disebar itu) dari masyarakat. Semua ini dosanya kembali kepada mereka. Adapun kami, kami tidaklah ridho dengan perbuatan tersebut dan kami tidak memerintahkan mereka untuk melakukannya. Mereka tidak pula meminta pertimbangan kami dalam perkara ini.”

 

Masih banyak lagi fatwa-fatwa beliau yang senada, bagi yang menginginkan lebih lengkap silakan kunjungi situs resmi beliau: http://www.alfawzan.ws/node/10233. Juga: 10243, 10209.

 

Kemudian ijtihad beliau dalam permasalahan ini berubah. Hal ini terlihat dengan munculnya beliau pertama kali di studio TV resmi Saudi pada tahun-tahun terakhir ini. Kemunculan beliau inilah yang menimbulkan kontradiksi di antara salafiyyin. Adapun para hizbiyyun mereka dengan girang menyambutnya dan menyatakan bahwa Syaikh Al-Fauzan membolehkan gambar. Namun apakah demikian kenyataannya??

 

Akhirnya pada pelajaran kitab “Ad-Durrun Nadhid” [Selasa, 18-1-1433H] beliau menjelaskan alasan kenapa beliau muncul di TV sekaligus membantah orang-orang yang menyatakan bahwa beliau telah membolehkan shuroh.

 

Inti dari penjelasan beliau bahwa hukum gambar yang ada di TV itu tidak termasuk dalam shuroh yang dilarang jika terjadi siaran secara langsung dan hasil shoting dari siaran tersebut tidak disimpan, baik dalam kaset video atau yang semisalnya.  Sebab, jika terjadi siaran secara langsung maka hal ini ibarat pemindahan bayangan yang terjadi pada cermin.[2] Bayangan akan hilang dengan selesainya siaran. Oleh karena itu beliau mensyaratkan agar siaran tersebut tidak disimpan dan mengingkari dengan keras proses perekaman video. Beliau mencontohkan dengan siaran langsung sholat di masjidil haram dan masjid Nabawy, juga siaran langsung manasik haji di Arofah. Semua ini, jika memenuhi persyaratan di atas bukanlah termasuk perkara yang terlarang. Namun, apabila gambar hasil shoting tersebut disimpan baik dalam kaset video atau yang semisalnya maka jelas bahwa hal ini termasuk dalam proses manggambar makhluk hidup bernyawa yang diharamkan. [lihat: Majalah Ma’rifat As-Sunan wal Atsar]

 

Jadi, Syaikh Al-Fauzan tetap dalam fatwanya tentang haramnya shuroh, baik itu berupa lukisan tangan atau kamera, baik itu diam atau bergerak. Adapun yang dibolehkan menurut ijtihad beliau adalah proses siaran langsung yang pada hakekatnya hanya sekedar pemindahan gambar hidup belaka.

 

♻️Mengkritisi pendapat Syaikh Al-Fauzan tentang Pembolehan ‘siaran langsung.’

 

Sebagai seorang sunny salafy, tentunya tidaklah boleh bagi kita untuk menerima pendapat seseorang yang tidak ma’shum sampai kita menimbangnya dengan timbangan syar’i. Rosululloh –Shollallohu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:

 

لَيْسَ أَحَدٌ إِلَّا يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيَدَعُ غَيْرَ النَّبِيِّ –صلى الله عليه وسلم-

 

Tidaklah ada seorangpun kecuali perkataannya (bisa) diambil dan ditinggalkan, kecuali Nabi –Shollallohu ‘alaihi wa sallam.” [HR Thobrony: 11/ 339 dengan sanad hasan dari Ibnu Abbas]

 

Imam Malik –Rohimahulloh- berkata: “Tidaklah setiap seseorang mengatakan suatu perkataan –meskipun orang tersebut punya keutamaan- lantas perkataannya itu diikuti, Alloh telah berfirman:

 

الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه

 

(Yaitu) orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang paling baiknya.” [Jami’ Bayanil ‘Ilm: 2/995]

 

Dengan ini semua, jelaslah bagi kita bahwa apa yang disebut dengan ‘siaran langsung’ itu hukumnya tidaklah berbeda dengan siaran tunda maupun kaset video. Barangsiapa mau membedakannya maka dituntut untuk mendatangkan bukti serta dalil. Oleh karena itulah Syaikh Muqbil Al-Wadi’y –rohimahulloh- menyatakan haramnya seorang da’I muncul di TV secara mutlak. Demikian pula Syaikhuna Yahya Al-Hajury –hafidzohulloh. Wallohu a’lam

 

♻️Sebagai penutup, kami ingatkan bahwa perkara yang sedang kita bicarakan ini adalah perkara yang diperselisihkan oleh ulama, yang masing-masing mereka berijtihad dengan ilmu yang Alloh bukakan pada mereka.  Barangsiapa yang benar dalam ijtihadnya Alloh berikan dua pahala padanya, dan apabila keliru maka Alloh berikan satu pahala baginya atas usahanya yang sungguh-sungguh untuk mencapai kebenaran. Yang dituntut dari seorang sunny adalah mengikuti dalil yang dijadikan pijakan masing-masing mujtahid, bukan mengikuti perasaan dan ta’ashshub golongan. Kita menghormati Syaikh Sholeh Fauzan sebagai seorang ulama yang memperjuangkan sunnah dan manhaj salaf, akan tetapi dalam permasalahan ini kita tidak sepakat dengan beliau.

 

Kita memohon kepada Alloh agar menjaga beliau dan seluruh ulama Ahlissunnah dimanapun mereka berada, sebagaimana kita memohon kepadaNya agar memberikan keistiqomahan kepada kita semua sampai datang ajal yang telah Alloh tetapkan.

 

سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

 

Footnote :

🔃[1] Hal inilah yang menyebabkan kami menunda beberapa lama untuk berbicara tentang permasalahan ini, agar bisa mendapatkan sumber-sumber yang meyakinkan dari fatwa-fatwa Syaikh Fauzan sehingga jelas perkaranya bagi kami.  Wallohul Muwaffiq

 

🔃[2] Orang yang berpendapat dengan pendapat ini menamakan proses siaran langsung itu dengan “Mir-ah Muthowwaroh” (cermin modern) dan menamakan siaran tunda dengan “alat lukis modern.”

 

🔃[3] Diantara bukti adanya jeda waktu ini: sampainya suara yang terkadang lebih cepat daripada gambar, terlihatnya roda mobil yang berjalan berputar ke arah belakang.

Alhamdulillah aqidah kami sunny salafy.

 Alhamdulillah aqidah kami sunny salafy.

 

Maknanya kami lebih mengedepankan sunnah daripada pendapat manusia, siapapun itu selain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Krn itu yang Allah perintahkan.

Siapapun yg menyisihi Al Qur an dan Sunnah walaupun tinggi kadarnya maka Al Haqq lebih tinggi dan besar dihadapan  kami.

Dan inilah yg telah ditempuh oleh generasi terbaik umat ini, dan kami berusaha berjalan dibelakang mereka. Karena aqidah kami salafy.

Abu Hanifah, Malik, Asy Syafiì dan Ahmad bin Hanbal 4 imam yg terkemuka dan terkenal sampai hari ini pun menempuh jalan yg kami sebutkan.


Berkata Muhammad bin Said Al Hanafy:

 

وقول أعلام الهدى لا يعمل

Ucapan para tokoh hidayah tidak diamalkan

بقولنا بدون نص يقبل

Berdasarkan pendapat kami tanpa adanya nash yg bisa diterima

فيه دليل الأخذ بالحديث

Disana ada dalil mengharuskan mengambil hadits

وذاك في القديم والحديث

Dan hal itu berlaku dimasa lalu dan sekarang

قال أبو حنيفة الإمام

Abu Hanifah Al Imam berkata

لا ينبغي لمن له الإسلام

Tidak pantas bagi yg menganut dien islam

أخذ بأقوالي حتى تعرضا

Mengambil ucapanku hingga dicocokkan

على الكتاب والحديث المرتضى

Dengan Al Kitab dan Al Hadits yg diridhoi

ومالك إمام دار الهجرة

Dan Malik Imam Darul Hijrah

قال وقد أشار نحو الحجرة

Berkata seraya menunjuk ke arah kamar(Nabi)

كل كلام منه ذو قبول

Semua pendapat diantaranya bisa diterima

ومنه مردود سوى الرسول

Dan bisa ditolak selain Rasul

والشافعي قال إن رأيتم

Dan Syafiì berkata bila kalian melihat

قولى مخالفا لما رويتم

Pendapatku menyelisihi yg kalian riwayatkan

من الحديث فاضربوا الجدار

Berupa hadits maka lemparkanlah tembok

بقولي المخالف الأخبار

Ucapanku yg menyelisihi khobar itu

وأحمد قال لهم لا تكتبوا

Dan Ahmad berkata janganlah kalian tulis

ما قلته بل أص ذالك فاطلبو

Ucapanku melainkan dasarnyalah yg kalian cari

فاسمع مقالات الهداة الأربعه

Dengarkanlah ucapan 4 tokoh tersebut

واعمل بها فإن فيه منفعه

Dan amalkanlah karena padanya manfaat

لقمعها لكل ذي تعصب

Tuk mematahkan setiap yg berfanatik(membebek)

والمنصفون يكتفون بالنبي

Dan yang  bijak/patut merasa cukup dengan Nabi.

 

Dan ucapan mereka bisa dirujuk dalam kitab Sifat Sholat Nabi shallallahu alaihi wasallam karya Syaikh Al Albani rahimahullah.

 

Kami memandang bahwa tidak ada yg mencari-caridan menyebarkan fatwa yg disebutkan diatas dari Ulama yg mulia selain orang yg Maftun _semoga Allah berikan hidayah atau memalingkannya dari Ahlis Sunnah_.

 

Dan tidak ada yg mengikuti fatwa tersebut kecuali dikawatirkan kemunafikan padanya, sebagaimana yg dikatakan oleh salaf

 

من تتبع رخص العلماء تزندق

 

Siapa yg mencari-cari keringanan ulama maka akan menjadi zindiq(munafiq).

 

Dan fatwa yg disebutkan secara pribadi ana ragukan kebenarannya, toh kalaulah benar maka mereka telah bertaqwa dengan yg menentang fatwa yg disebutkan tersebut.

 

Allahul Musta'an

 

 

Faedah dari Al Ustadz

Abu Ubaiyd Fadhliy

Al Bugisi حَفِظَهُ اللّٰه

Perkara yang yang meremukkan punggung2 mubtadi'ah

Berkata 'Allamatul Yaman dan ahli haditsnya Muqbil Al-Wadi'iy -rohimahulloh-:

 Sesungguhnya bahu membahu bersama ahlul bida' adalah yang melembekkan dakwah, dan inilah yang menjadikan Afganistan sebagai tempat pembantaian bagi kaum muslimin, disebabkan karena mereka campur aduk, ini hizby, ini shufy, dan ini ikhwany, maka mesti dari pembeda, dan menjauh dari setiap mubtadi', maka yang kami nasehatkan dengannya adalah menjauh dari mereka karena mereka orang yang menyimpang, sebagaimana dikatakan Abu Qilabah: Jangan kalian membaur dengan ahlul ahwa dan ahlul bida', sesungguhnya aku tidak merasa aman mereka akan menenggelamkan kalian dalam kesesatan mereka dan merancukan sebagian apa yang kalian ketahui.


Dan aku mengamati bahwa yang meremukkan punggung2 mubtadi'ah adalah dua perkara:

Perkara pertama, jarh wat ta'dil
Perkara kedua, tamayyuz yaitu memisahkan diri dari mereka, maka jangan kalian duduk2 bersama mereka, dan jangan menghadiri muhadloroh mereka. 

[Nubdzatun Mukhtashoroh Min Nashoihi Al-'Allamah Muqbil/61].


 *📌 قال علامة اليمن و محدثها مقبل الوادعي – رحمه الله - :*


*[ إن التعاون مع أهل البدع هو الذي ميّع الدعوة ،*
*وهو الذي جعل أفغانستان مجزرة المسلمين بسبب أنهم كانوا خليطا ،*
*فهذا حزبي وهذا صوفي وهذا إخواني ،*
*فلابد من تميّز وابتعاد عن كلّ مبتدع ،*
*فالذي ننصح به هو الابتعاد عنهم فهم من ذوي الزيغ ،*
*كما قال أبو قلابة : ( لا تجالسوا أهل الأهواء والبدع ، فإني لا آمن أن يغمسوكم في ضلالهم ويلبسوا عليكم بعض ما تعرفون )*
*و قد رأيتُ أنَّ الذي يقصِم ظهور المبتدعة أمرين :*
*الأمر الأول : الجرح و التعديل*
*الأمر الثاني : التميُّز أي :* *الانفصال عنهم , فلا يُجالسون , و لا يُحضَر محاضراتهم ].*

*📓[نبذة مختصرة من نصائح العلاّمة مقبل ( 61 )]*



Diterjemakan oleh al-faqir ilalloh: Abu Saif Mufti semoga Alloh mengokokan kita semua di atas jalanNya.


*Faedah dari Al Ustadz Abu Saif Mufti Jombang حَفِظَهُ اللّٰه*

_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_

_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_                بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَن...