Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan

Macam-macam Kesyirikan Yang Melanda Umat di Setiap Zaman

Bagian Pertama: Syirik Besar & Macam-macamnya

ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺤَﻤْﺪَ ﻟﻠﻪ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩُ، ﻭَﻧَﻌُﻮْﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ، ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَّ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ، ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ . ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ :

Kesyirikan adalah perkara yang sangat disukai iblis [1] ,

oleh karena itulah dia beserta bala tentaranya berusaha semaksimal mungkin untuk menjerumuskan manusia ke dalamnya. Hal ini tentunya sangat menghawatirkan orang-orang yang peduli dengan keselamatan dirinya. Sebab apabila seseorang terjatuh ke dalamnya dan belum bertaubat darinya, maka Alloh tidaklah akan memberikan ampunan kepadanya, hal ini merupakan kecelakaan yang sangat besar.

Alloh berfirman:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳَﻐْﻔِﺮُ ﺃَﻥْ ﻳُﺸْﺮَﻙَ ﺑِﻪِ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮُ ﻣَﺎ ﺩُﻭﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀ .

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain darinya (syirik) bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” [QS. An-Nisaa: 48]

Belum lagi dengan bahaya-bahaya kesyirikan lainnya yang sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk berusaha mengetahui perkara ini dan memahaminya dengan sebaik mungkin sehingga tidak terkecoh dengan tipu daya syaithon, seiring dengan doa agar Alloh memberikan keselamatan dan menghindarkan kita semua dari terjatuh dalam kesyirikan. Alloh telah berfirman:

ﻟَﻘَﺪْ ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎ ﺁﻳَﺎﺕٍ ﻣُﺒَﻴِّﻨَﺎﺕٍ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻬْﺪِﻱ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻁٍ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴﻢٍ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan, dan Allah akan memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”. (QS. An-Nur: 46)

Ketahuilah, semoga Alloh merahmatimu, bahwa kesyirikan itu amatlah banyak ragamnya. Namun secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam: Syirik besar dan syirik kecil. Pada masing-masing golongan ini, para ulama membagi lagi menjadi beberapa macam agar kaum muslimin bisa dengan mudah dalam memahami dan mengenal bentuk-bentuk kesyirikan. Sebab Ahlul batil dalam setiap zaman berusaha untuk menampilkan kebatilannya dengan pakaian dan selubung sehingga nampak seperti kebenaran. Apabila seseorang telah memiliki pemahaman yang mapan dalam suatu perkara, maka dia tidak akan terkecoh dengan hiasan-hiasan tersebut. Demikian pula dalam permasalah kita ini, kesyirikan sejak zaman dulu hakekatnya sama, oleh karena itu pahamilah penjelasan berikut ini dengan seksama, semoga Alloh memberikan taufiqNya kepada kita semua.

PEMAPARAN SECARA RINGKAS TENTANG PEMBAGIAN SYIRIK BESAR

Syirik besar terjadi pada tiga hal utama:

Pertama: Syirik dalam Rububiyyah

Kedua: Syirik dalam Uluhiyyah. Syirik ini terbagi lagi menjadi empat macam: Syirik dalam ibadah dan doa, Syirik dalam tujuan dan niatan, syirik dalam ketaatan, dan terakhir; syirik dalam kecintaan.

Ketiga: Syirik dalam Asma’ wa Shifat (nama-nama Alloh dan sifat-sifat Nya), yang terbagi menjadi dua: Syirik Ta’thil dan Syirik Tamtsil.

Inilah pembagian syirik besar secara global yang perinciannya akan pembaca dapatkan pada ulasan di bawah ini. Semoga Alloh memberikan pertolonganNya kepada kita semua.

SYIRIK BESAR, PENGERTIAN & PEMBAGIANNYA

Syirik besar adalah semua perkara yang telah ditetapkan oleh syareat bahwa hal tersebut merupakan kesyirikan yang berakibat keluarnya orang yang melakukannya dari agama islam. Bentuk Syirik jenis ini adalah dengan menjadikan tandingan bagi Alloh pada perkara-perkara yang merupakan kekhususan Alloh. [Syarh Tsalatsatul Ushul-Al ‘Utsaimin: 42]

Sebagaimana tauhid terbagi menjadi tiga macam, yaitu tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma wa Shifat, maka syirik besar ini juga terjadi pada ketiga perkara yang merupakan kekhususan Alloh tersebut.

Pertama: Syirik Besar pada Rububiyyah

Syirik besar pada Rububiyyah adalah penyerupaan selain Alloh dengan Alloh pada perkara-perkara yang merupakan kekhususan Rububiyyah.

Bentuk penyerupaan ini adalah dengan memberikan kepada selain Alloh salah satu dari perkara-perkara yang berkaitan dengan Rububiyyatulloh, seperti: penciptaan, pemberian rizki, pengaturan jagad raya, kekuasaan untuk menghidupkan dan mematikan, penurunan hujan, penurunan bala dan malapetaka, serta perkara-perkara lainnya yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh semata.

Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: “Sesungguhnya Robb yang maha suci, dialah yang merajai (segala sesuatu), yang mengatur, memberi, mencegah, menimpakan kemadhorotan, memberikan kemanfaatan, merendahkan, meninggikan, memuliakan, dan menghinakan. Barangsiapa yang bersaksi bahwa yang memberi atau mencegah atau menimpakan kemadhorotan atau memberikan kemanfaatan atau memuliakan atau menghinakan itu selain-Nya, maka sungguh dia telah berbuat syirik pada Rububiyyah.” [Majmu’ Fatawa: 1/ 92]

Hal ini akan semakin jelas bila kita datangkan contoh nyata yang banyak terjadi pada masyarakat kita, semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada mereka.

Diantara contohnya adalah: Keyakinan sebagian orang bahwa mbah wali A atau yang lainnya bisa mendatangkan rezki yang melimpah, atau bisa memberikan anak sehingga mereka berduyun-duyun mendatangi kuburannya untuk meminta hal tersebut darinya. Padahal hanya Allohlah Dzat pemberi rizki yang sesungguhnya. Dia berfirman:

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻭْﺛَﺎﻧًﺎ ﻭَﺗَﺨْﻠُﻘُﻮﻥَ ﺇِﻓْﻜًﺎ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜُﻮﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﺭِﺯْﻗًﺎ ﻓَﺎﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮِّﺯْﻕَ ﻭَﺍﻋْﺒُﺪُﻭﻩُ ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭﺍ ﻟَﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥ

Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu telah membuat kedustaan (-dengan pernyataanmu bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat di sisi Allah-). Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidaklah mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan”.

(QS. Al-Ankabut: 17)

Contoh lain: Keyakinan sebagian orang bahwa danyang penunggu tempat tertentu, seperti laut kidul, gunung bromo, telaga sarangan, jembatan-jembatan tertentu atau tempat- tempat lainnya, bisa memberikan kecelakaan jika tidak diberikan sesajian atau tumbal, sehingga mereka pun diliputi kekhawatiran bahwa makhluk-makhluk tersebut akan mencelakakannya.

Sekedar adanya keyakinan dan ketakutan ini seseorang telah terjatuh dalam syirik Rububiyyah. Adapun jika keyakinan tersebut membuahkan amalan berupa pemberian sesajian kepadanya maka dia telah masuk pada syirik jenis lain yaitu syirik uluhiyyah, sebagaimana yang akan datang penjelasannya –Insya Alloh-. Padahal hanya Allohlah dzat yang bisa memberikan kecelakaan dan keselamatan. Dia berfirman:

ﻭَﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﺁﻟِﻬَﺔً ﻟَﺎ ﻳَﺨْﻠُﻘُﻮﻥَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻳُﺨْﻠَﻘُﻮﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜُﻮﻥَ ﻟِﺄَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ ﺿَﺮًّﺍ ﻭَﻟَﺎ ﻧَﻔْﻌًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜُﻮﻥَ ﻣَﻮْﺗًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺣَﻴَﺎﺓً ﻭَﻟَﺎ ﻧُﺸُﻮﺭًﺍ

Kemudian mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain-Nya, yang mereka itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. Al-Furqon: 3)

Contoh lain: Keyakinan sebagian orang bahwa benda tertentu bisa menolak bala dan malapetaka, yang hal ini biasa disebut oleh orang-orang dengan jimat. Sehingga karena keyakinan ini mereka menggantungkannya di leher atau tangan atau rumah atau barang-barang lainnya yang ditakutkan terkena melapetaka. Keyakinan yang seperti ini juga termasuk dalam jenis syirik ini yang banyak sekali dari kaum muslimin yang tidak menyadarinya.

Demikian pula keyakinan bahwa orang-orang tertentu yang telah mati, seperti Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jaelany, sunan-sunan tertentu, jin-jin atau yang lainnya bisa menyelamatkan dari bahaya, sehingga mereka ber-istighotsah (meminta pertolongan dari petaka yang menimpanya) dengan memanggil-manggil mereka, padahal orang-orang tersebut telah meninggal dan tidak bisa mendengar seruan mereka apalagi untuk memenuhi panggilan mereka.

ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻮِﻱ ﺍﻟْﺄَﺣْﻴَﺎﺀُ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﺕُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺴْﻤِﻊُ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﺑِﻤُﺴْﻤِﻊٍ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺒُﻮﺭ

Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (Fathir: 22)

Inilah Rosululloh –Shollallohu ‘alaihi wa sallam-, makhluk yang paling mulia secara mutlak menyatakan bahwa dirinya tidaklah mampu untuk mendatangkan manfaat atau mencegah madhorot sedikitpun, lalu bagaimana dengan selain beliau??!! Alloh berfirman:

ﻗُﻞْ ﻟَﺎ ﺃَﻣْﻠِﻚُ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻲ ﻧَﻔْﻌًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺿَﺮًّﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻟَﻮْ ﻛُﻨْﺖُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐَ ﻟَﺎﺳْﺘَﻜْﺜَﺮْﺕُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻣَﺎ ﻣَﺴَّﻨِﻲَ ﺍﻟﺴُّﻮﺀُ ﺇِﻥْ ﺃَﻧَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻧَﺬِﻳﺮٌ ﻭَﺑَﺸِﻴﺮٌ ﻟِﻘَﻮْﻡٍ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ

Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Sekiranya saja aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (Al-A’raf: 188)

Inilah beberapa contoh konkret yang kita dapati banyak terjadi, baik di masa-masa terdahulu atau pada masa kita ini. Tentunya masih banyak contoh-contoh lainnya, tapi apabila penjelasan di atas telah dipahami, tentu dengan mudah seseorang dapat mengetahui bahwa suatu perkara termasuk dalam syirik jenis ini atau bukan.

Satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa perbuatan-perbuatan di atas digolongkan pada syirik besar yang mengakibatkan pelakunya keluar dari islam dan di akherat mereka kekal di dalam neraka adalah karena keyakinan bahwa makhluk-makhluk itulah yang memberi manfaat dan mengangkat madhorot dan perkara-perkara lainnya yang telah disebutkan di depan. Adapun jika berkeyakinan bahwa mereka itu hanyalah sebab, sedangkan yang menurunkan dan mengangkat madhorot secara hakiki adalah Alloh, maka yang demikian ini termasuk dalam syirik kecil, sebagaimana yang akan datang penjelasannya –Insya Alloh- .

Jenis syirik besar yang kedua: Syirik besar pada

Uluhiyyah .

Yaitu penyerupaan selain Alloh dengan Alloh pada perkara-perkara yang merupakan kekhususan uluhiyyah.

Alloh adalah satu-satunya dzat yang berhak diibadahi, barangsiapa memberikan peribadatan kepada selainNya, berarti telah memberikan sesuatu yang merupakan kekhususan Alloh kepada selain-Nya. Inilah yang dimaksudkan dengan Syirik pada Uluhiyyah.

Syirik jenis ini adalah syirik yang paling besar dan paling banyak didapati, sebagaimana dikatakan oleh imam Al-Qurthuby:

Asal kesyirikan yang diharamkan adalah keyakinan adanya sekutu bagi Alloh dalam hal peribadatan. Inilah syirik terbesar. Dan inilah kesyirikan yang dilakukan orang-orang jahiliyyah. Kemudian tingkatan dibawah kesyirikan jenis ini adalah keyakinan adanya sekutu bagi Alloh pada perbuatannya, yaitu perkataan seseorang: bahwa ada sesuatu selain Alloh yang berdiri sendiri dalam mengadakan dan menciptakan suatu perbuatan, walaupun orang tersebut tidak meyakini sesuatu (yang berdiri sendiri itu) sebagai sesembahannya. (Inilah yang dimaksud dengan syirik Rububiyyah sebagaimana yang telah lewat penjelasannya-pen). [lihat: Taisirul ‘Azizil Hamid: 27]

Karena banyaknya bentuk kesyirikan yang masuk dalam jenis ini, para ulama membaginya membaginya menjadi empat golongan.

Pertama: Syirik dalam ibadah dan do’a.

Doa adalah sebesar-besar ibadah, bahkan ia merupakan inti dari ibadah, sebagaimana perkataan Nabi kita:

ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻫﻮ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ

Doa adalah ibadah” (HR. At-Tirmidzy (223) dan dishohihkan oleh: Imam Al-Albani dan Imam Muqbil Alwadi’y)

Bahkan semua ibadah bisa dikatakan sebagai doa. Sebab tidaklah seseorang beribadah dengan ibadah yang benar kecuali dia berharap untuk dimasukkan dalam surgaNya dan diselamatkan dari api nerakaNya. Barangsiapa memalingkan doa ini kepada selain Alloh dengan berdoa kepada nabi, malaikat, wali, kuburan, batu-batu atau makhluk-makluk lainnya maka dia telah terjerumus ke dalam syirik besar pada Uluhiyyah, sehingga dengannya dia keluar dari agama Islam, sebagaimana firman Alloh:

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺪْﻉُ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻟَﻬًﺎ ﺁﺧَﺮَ ﻟَﺎ ﺑُﺮْﻫَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺑِﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﺣِﺴَﺎﺑُﻪُ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺑِّﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳُﻔْﻠِﺢُ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮُﻭﻥ

Barangsiapa berdoa kepada sesembahan selain Alloh bersamaan dengan doanya kepada Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Robb-nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidaklah beruntung.” (Al-Mu’minun: 117)

Contohnya: doa-doa sebagian orang kepada para wali meminta untuk diberikan rizki yang melimpah, atau diberikan anak, dan permintaan-permintaan lainnya, padahal mereka itu telah mati.

Demikian pula sesajian yang diberikan kepada tempat-tempat tertentu. Hal ini termasuk dalam syirik jenis ini karena adanya unsur ketundukan dan harapan serta permintaan agar tertolak madhorot atau yang lainnya, baik secara langsung atau tidak.

Jadi dengan ini kita bisa ketahui hubungan erat antara syirik dalam rububiyyah dan uluhiyyah. Orang-orang yang melakukan doa-doa syirik ini tidaklah akan melakukannya kecuali ada keyakinan pada mereka bahwa para wali itu punya hak rububiyyah. Dan orang yang jatuh dalam syirik rububiyyah konsekuensinya akan terjatuh dalam syirik uluhiyyah. Nas alulloh al-‘afiyah.

Contoh lain: Thowaf yang dilakukan di kuburan orang-orang yang dianggap wali, sebagaimana yang pernah penulis saksikan sendiri di kuburan orang yang dinamakan sunan Kalijaga. Mereka berdesak-desakan seperti berdesak-desakannya para jamaah haji di sekeliling ka’bah. Sungguh pemandangan yang sangat memilukan, belum lagi dengan doa-doa dan seruan-seruan untuk si sunan yang penuh dengan kesyirikan. Segala puji bagi Alloh yang telah menyelamatkan kita dari bencana yang menimpa mereka.

Kedua: Syirik dalam tujuan dan niatan

Hal ini terjadi ketika seseorang meniatkan amalannya

semata-mata untuk dunia atau karena ingin dilihat atau didengar manusia.

Inilah yang didapati pada amalan orang-orang munafiq tulen. Mereka sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya keridhoan Alloh dan keselamatan di negeri akherat.

Barangsiapa yang melakukan hal yang demikian berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan jenis ini dan dihukumi kafir, keluar dari agama Islam. Alloh telah mengancam mereka dalam firmanNya:

ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺮِﻳﺪُ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺯِﻳﻨَﺘَﻬَﺎ ﻧُﻮَﻑِّ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻬُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻟَﺎ ﻳُﺒْﺨَﺴُﻮﻥَ ^ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﻭَﺣَﺒِﻂَ ﻣَﺎ ﺻَﻨَﻌُﻮﺍ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻭَﺑَﺎﻃِﻞٌ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥ

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh bagian di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Huud: 15-16)

Sungguh celaka orang yang demikian, capek dan lelah di dunia, neraka dan siksaan Alloh yang menyambutnya di akhir hayatnya.

Sebagai contoh: Orang yang masuk Islam semata-mata karena ingin keselamatan dunia, agar tidak dibunuh atau yang lainnya. Orang seperti ini telah terjatuh dalam syirik besar pada niatannya dan hukumnya tetap dalam kekafiran, walaupun kita di dunia menghukumi mereka sebagai bagian kaum muslimin berdasarkan perkara yang nampak dari mereka. Inilah yang didapati pada islamnya orang-orang munafiq, mereka menunjukkan secara lahir keislaman namun batinnya penuh dengan kekafiran.

Contoh lain: seseorang yang melakukan amalan sholeh seperti sholat, haji atau yang lainnya. Namun sejak awal melakukannya dia tidaklah sama sekali meniatkannya karena Alloh, tapi karena ingin mendapatkan pujian atau karena malu dari manusia. Orang seperti ini telah terjatuh dalam syirik besar dan keluar dari islam. Sebab seorang muslim tidaklah mungkin melakukan amalan

tanpa ada harapan sedikitpun untuk mendapat keridhoan dan pahala dari Pencipta-Nya. Hal seperti ini tidaklah ada kecuali pada orang yang hatinya penuh dengan kemunafikan. Para ulama menyebut perbuatan seperti ini dengan Riya’ Akbar. [lihat: Syarh Kitabut tauhid oleh ‘Allamah Ahmad An-Najmy]

Perlu dibedakan dengan orang yang beramal karena Alloh juga karena selain-Nya, karena pembahasan yang demikian itu –Insya Alloh- akan datang pada permasalahan Syirik kecil. Adapun pembahasan kita saat ini adalah orang yang membangun amalannya semata-mata karena selain Alloh.

Kemudian ketahuilah, semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua, bahwa syirik dalam niatan ini sangatlah tersembunyi karena berhubungan dengan hati yang tidak dapat melihatnya seorangpun. Bahkan terkadang seseorang tidak merasa bahwa dirinya telah terjatuh di dalamnya. Karena itulah ia sangat berbahaya yang hendaknya setiap muslim senantiasa waspada serta mengoreksi niatan-niatan yang ada di dalam hatinya.

Ibnul Qoyyim berkata: “Adapun syirik dalam tujuan dan niatan, itu adalah lautan yang tak bertepi, sangat sedikit orang yang bisa selamat darinya. Barangsiapa yang beramal tidak mengharapkan wajah Alloh, meniatkan selain untuk mendekatkan diri kepadaNya dan mengharap balasan dari-Nya, maka sungguh dia telah melakukan kesyirikan dalam tujuan dan niatannya.” (Al-Jawabul Kafi:135)

Ketiga: Syirik dalam ketaatan

Barangsiapa mentaati makhluk dalam menghalalkan apa-apa yang diharamkan Alloh, atau mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Alloh, serta meyakini di dalam hatinya bahwa boleh bagi mereka untuk menghalalkan dan mengharamkan, serta berkeyakinan bahwa boleh baginya untuk mentaati yang demikian itu padahal dia mengetahui bahwa hal tersebut bertentangan dengan agama Islam, maka orang yang seperti ini telah menjadikan orang-orang yang ditaati itu sebagai sesembahan selain Alloh, sehingga dengannya dia telah terjatuh dalam syirik besar yang mengeluarkannya dari keislaman.

Kesyirikan jenis inilah yang terjadi pada orang-orang Nashrani, sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Adi bin Hatim –Rodhiyallohu ‘anhu-, beliau berkata: “Aku menemui Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wasallam- dan di leherku saat itu tergantung salib dari emas, maka aku mendengar beliau berkata:

ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍ ﺃَﺣْﺒَﺎﺭَﻫُﻢْ ﻭَﺭُﻫْﺒَﺎﻧَﻬُﻢْ ﺃَﺭْﺑَﺎﺑًﺎ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪ

Mereka (orang-orang Nashrani) telah menjadikan alim-alim mereka dan pendeta-pendeta mereka sebagai Rabb-rabb (yang disembah) selain Alloh”

Akupun menjawab: “Wahai Rosululloh, mereka itu tidaklah beribadah kepada (pendeta-pendeta itu)!”

Beliau berkata:

ﺃَﺟَﻞْ، ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻳُﺤِﻠُّﻮﻥَ ﻟَﻬُﻢْ ﻣَﺎ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪ ﻓَﻴَﺴْﺘَﺤِﻠُّﻮﻧَﻪُ، ﻭَﻳُﺤَﺮِّﻣُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻣَﺎ ﺃَﺣَﻞَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻓَﻴُﺤَﺮِّﻣُﻮﻧَﻪُ، ﻓَﺘِﻠْﻚَ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗُﻬُﻢْ ﻟَﻬُﻢْ

Ya, akan tetapi mereka (para pendeta) menghalalkan untuk (orang-orang Nashrani) apa-apa yang diharamkan Alloh maka (orang-orang Nashrani) itu pun ikut menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan bagi (orang-orang Nashrani) apa-apa yang dihalalkan Alloh, maka (orang-orang Nashrani)-pun mengharamkannya, inilah bentuk peribatan (orang-orang Nashrani) itu kepada (para pendeta mereka). [HR. al-Baihaqy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany di Ash-Shohihah: 3293]

Syirik ini juga terjadi pada umat ini, sebagaimana yang kita dapati pada sebagian kelompok-kelompok islam yang menyimpang, mereka mentaati segala yang ditentukan oleh pemimpin-pemimpin mereka tanpa memperdulikan hukum yang telah Alloh tentukan padanya. Misalnya: nikah mu’tah atau yang dikenal dalam bahasa kita dengan kawin kontrak. Pernikahan seperti ini telah jelas pengharamannya dalam syariat islamiyah, tapi karena pemimpin sekte yang dianutnya mengatakan halal maka diapun mentaatinya.

Keempat: Syirik dalam kecintaan

Imam Ibnul Qoyyim berkata ketika menjelaskan definisi syirik ini: “Syirik kepada Alloh dalam kecintaan dan pengagungan adalah kecintaan seseorang kepada makhluk sebagaimana kecintaannya kepada Alloh. Syirik ini termasuk dalam syirik yang tidak diampuni oleh Alloh, yaitu syirik yang Alloh telah berfirman tentangnya:

ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﺨِﺬُ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻧْﺪَﺍﺩًﺍ ﻳُﺤِﺒُّﻮﻧَﻬُﻢْ ﻛَﺤُﺐِّ ﺍﻟﻠَّﻪِ

Diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Alloh sebagai tandingan-tandingan (Nya); mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Orang-orang yang jatuh dalam kesyirikan jenis ini berkata kepada sesembahan-sesembahan mereka ketika neraka telah mengumpulkan mereka:

ﺗَﺎﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥْ ﻛُﻨَّﺎ ﻟَﻔِﻲ ﺿَﻠَﺎﻝٍ ﻣُﺒِﻴﻦٍ ^ ﺇِﺫْ ﻧُﺴَﻮِّﻳﻜُﻢْ ﺑِﺮَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦ

Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kalian dengan Rabb semesta alam.” (Asy-Syu’ara: 97-98)

Dan merupakan hal yang telah diketahui bahwa mereka tidaklah menyamakan (sesembahan-sesembahan itu) dengan (Alloh) yang Maha Suci dalam penciptaan, pemberian rizki, dalam mematikan dan menghidupkan, dalam kepemilikan dan kekuasaan. Akan tetapi, mereka menyamakannya dengan (Alloh) dalam kecintaan dan pengagungan serta ketundukan dan perendahan diri kepada (sesembahan-sesembahan) itu.” [Al-jawabul Kafi: 92]

Syirik jenis ini kembalinya ke permasalahan hati, karena kecintaan dan pengagungan itu kembalinya ke hati seseorang. Dan perlu diketahui bahwa tidaklah seseorang memalingkan suatu peribadahan kepada selain Alloh atau berdoa selain kepada Alloh kecuali karena adanya kecintaan di dalam hatinya kepada sesuatu yang dia ibadahi itu. [Lihat: Nawaqidhul Iman Al-I’tiqidiyyah: 1/ 414]

Oleh karena itulah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa asal segala amalan-amalan kesyirikan adalah syirik dalam kecintaan. [Lihat: Qo’idatun fil Mahabbah: 69]

Wahai saudaraku, tatalah dan bersihkanlah hatimu, jangan sampai engkau menjadikannya penuh dengan kecintaan kepada selain Alloh, karena jika hal ini menimpamu, sungguh kecelakaan telah menyambutmu. Alloh telah berfirman:

ﻗُﻞْ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺁﺑَﺎﺅُﻛُﻢْ ﻭَﺃَﺑْﻨَﺎﺅُﻛُﻢْ ﻭَﺇِﺧْﻮَﺍﻧُﻜُﻢْ ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟُﻜُﻢْ ﻭَﻋَﺸِﻴﺮَﺗُﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻣْﻮَﺍﻝٌ ﺍﻗْﺘَﺮَﻓْﺘُﻤُﻮﻫَﺎ ﻭَﺗِﺠَﺎﺭَﺓٌ ﺗَﺨْﺸَﻮْﻥَ ﻛَﺴَﺎﺩَﻫَﺎ ﻭَﻣَﺴَﺎﻛِﻦُ ﺗَﺮْﺿَﻮْﻧَﻬَﺎ ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻴْﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﺟِﻬَﺎﺩٍ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻠِﻪِ ﻓَﺘَﺮَﺑَّﺼُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﺄَﻣْﺮِﻩِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﻬْﺪِﻱ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔَﺎﺳِﻘِﻴﻦَ

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya”. Dan Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)

Penjelasan di atas tidak boleh dipahami bahwa seseorang sama sekali tidak boleh mencintai sesuatu selain Alloh. Sebab, Alloh telah menjadikan hati manusia itu cenderung untuk mencintai hal-hal yang mereka tidak bisa terlepas darinya, seperti anak, istri, orang tua, saudara-saudara, dan perkara-perkara lainnya. Mencintai perkara seperti ini pada asalnya adalah diperbolehkan, bahkan apabila seseorang mencintai hal-hal tersebut karena Alloh maka jadilah kecintaan itu ibadah tersendiri yang seseorang mendapatkan pahala karenanya.

Namun apabila kecintaan tersebut menghalanginya dari perintah-perintah Alloh, bahkan menyebabkannya terjerumus dalam larangan-laranganNya maka inilah kecintaan yang terlarang. Dan lebih parahnya, apabila kecintaan kepada hal-hal di atas mendominasi dirinya sehingga melebihi kecintaannya kepada Alloh, inilah kecintaan syirik yang sekarang sedang menjadi pembahasan kita. [ Lihat: Al-Irsyad ila Shihihil I’tiqod: 63 ]

Syirik Besar jenis ketiga adalah Syirik pada Nama-nama dan Sifat-sifat Alloh.

Yaitu penyerupaan selain Alloh dengan Alloh pada salah satu dari nama-nama dan sifat-sifat Nya.

Syirik jenis ini terbagi menjadi dua macam:

Pertama: Syirik Ta’thil , yaitu pengingkaran terhadap adanya Alloh, sebagaimana yang terjadi Fir’aun. Alloh berfirman:

ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻓِﺮْﻋَﻮْﻥُ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟْﻤَﻠَﺄُ ﻣَﺎ ﻋَﻠِﻤْﺖُ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺇِﻟَﻪٍ ﻏَﻴْﺮِﻱ ﻓَﺄَﻭْﻗِﺪْ ﻟِﻲ ﻳَﺎ ﻫَﺎﻣَﺎﻥُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻄِّﻴﻦِ ﻓَﺎﺟْﻌَﻞْ ﻟِﻲ ﺻَﺮْﺣًﺎ ﻟَﻌَﻠِّﻲ ﺃَﻃَّﻠِﻊُ ﺇِﻟَﻰ ﺇِﻟَﻪِ ﻣُﻮﺳَﻰ ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﻟَﺄَﻇُﻨُّﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜَﺎﺫِﺑِﻴﻦ

Fir’aun berkata: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui sesembahan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat sesembahan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”. (Al-Qoshosh: 38)

Syirik jenis ini adalah sejelek-jelek kesyirikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Sulaiman bin Abdillah Alu Syaikh. [lihat: Taisirul ‘Azizil Hamid: 26]

Kedua: Syirik Tamtsil, yaitu penyerupaan antara Alloh dan selainNya dalam sifat-sifatNya. Syirik ini terbagi menjadi dua macam:

Pertama : Penyerupaan makhluk dengan Alloh, sebagaimana yang terjadi pada orang-orang Nashrani yang menyerupakan ‘Isa dengan Alloh sehingga mereka mengangkatnya sebagai sesembahan.

Contoh yang terjadi pada umat ini adalah apa yang terjadi pada kelompok syi’ah ekstrim, yang mereka mengangkat ‘Ali -Rodhiyallohu ‘anhu- sampai menyerupai Alloh, sehingga mereka menyerahkan peribadatan kepadanya, padahal ‘Ali sendiri berlepas diri dari mereka.

Kedua : kebalikan yang pertama, yaitu penyerupaan Alloh dengan makhluk. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kelompok Musyabbihah yang mengatakan bahwa sifat-sifat Alloh itu seperti sifat-sifat makhluk.

Misalnya: perkataan mereka bahwa Alloh mempunyai mata seperti matanya makhluk, mempunyai tangan seperti tangannya makhluk, dan perkataan-perkataan kekafiran yang lainnya.

Inilah pembagian syirik besar beserta beberapa contohnya, semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Janganlah seseorang merasa aman dari terjatuh ke dalamnya, tapi hendaknya setiap muslim senantiasa khawatir dan merasa takut untuk terjerumus ke dalamnya.

Adapun untuk pembahasan tentang syirik kecil –Insya Alloh- pada artikel yang akan datang.

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ .


Ditulis Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy

Darul Hadits, Rabu sepertiga akhir Rojab 1433

Semoga Alloh Menjaganya


[1] Lihat kembali artikel: “Apa itu syirik?”


Sumber: ahlussunnah.web.id


DIANTARA KESESATAN FIRANDA ANDIRJA

Di antara kesesatan dan penyimpangan firanda mengikuti ahlul bida' sebelumnya (abul hasan al mishri ketika hendak membela al mighrowi dan ali alhalabi ktk ingin membela abul hasan dan muhammad al imam ketika hendak membela al adeni) dia menyatakan dalam tulisannya:

 

Memang benar dalam buku yang saya tulis "Lerai xxxx" saya menyebutkan kebaikan-kebaikan yayasan tersebut dan beberapa tazkiyah para ulama terhadap yayasan tersebut tidak lain untuk menjelaskan bahwa masalah ini adalah masalah ijtihadiah, dalam mempraktekan muwaazanah dalam menghukumi yayasan tersbut hizbi atau tidak. Akan tetapi bangaimanapun ini bukanlah permasalahan inti.

 

KAMI KATAKAN:

 

Pada ucapannya ini terkumpul kesesatan manhaj muwazanah, dan pengitlakan bahwa perselisihan dalam jarh wat ta'dil adalah masalah ijtihadiyyah tanpa perincian.

 

Sementara jarh yang dijdikan sandaranx adalah sebab2 yg menjadikan seseorang dihukumi dgn kefasikan berupa amalan dosa besar, dan melakukan perbuatan yg diharamkan atau melakukan kebid'ahan dan kekufuran dan riddah, dan sebab2 ini tidak diketahui kcl dgn sandaran nash, dan vonis/jarh berasaskan atas nash taufiqi bukan ijtihadi, krn dia sesuai dgn sebab2 taufiqiyyah dan dalil2x jelas dan terang tiada kesamaran padax.

 

Krn itu tidaklah dihukumi suatu tindakan atau ucapan atau keyakinan bahwasanya itu adalah kekufuran atau bid'ah atau dosa besar atau maksiat kcl dgn taufiq (brdsarkan dalil) sebab ini termasuk bab al ahkam dan bukanlah merupakan masalah ijtihadiyyah.

 

Berkata ibnu Qudamah: "Kami tidaklah memvonis dgn kebid'ahan kcl siapa yg dihukumi as sunnah dgn kebid'ahan, dan kami tidak mengatakan dr diri kami sendiri. "Tahrimun Nadzor fi kutubil Kalam 1/59".

 

Dan sesungguhnya kebanyakan khilaf ahlul hadits dalam jarh wat ta'dil para perawi dr sisi hafalan dan ketsiqohan mereka re dan hampir2 tidak didapati khilaf antar para imam sunnah dan ahlul hadits pada kondisi yg di jarh/divonis dr sebab2 yg telah lewat berupa kebid'ahan hizbiyyah perpecahan dan semisalnya.

 

Sementara kita ketahui bersama bahwa sebab jarh atas yayasan ihya at turots adalah kesalahan2 yg fatal sprti seruannya utk demokrasi, menimbulkan perpecahan di tengah ahlus sunnah di setiap negri dgn senjata harta yg dikumpulkan atas nama faqir miskin kmdn dijadikan senjata utk memerangi ahlus sunnah dan tidaklah seorang da'i meler liurx kpd harta mereka melainkan engkau akan dapati dia  menjadi tentara2 yg memerangi ahlus sunnah, memuji ahlul bida' ikhwan muflisin, ta'awun dgn rafidhah, parlemen, seruan kpd Pemilu, dan tempat persinggahan ahlul bida' dr sururiyyun quthbiyyun jamaah tabligh bahkan ahlut takfir (khawarij) ikhwanul muflisin, serta pujian2 at turots thdp ahlul bida'.

 

Apakah semua yg telah lewat merupakan khilaf ijtihadiyyah??


@markiztoraut


catatan:

x = nya

Apa itu Syirik ?

 Apa itu Syirik ?

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺤَﻤْﺪَ ﻟﻠﻪ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩُ، ﻭَﻧَﻌُﻮْﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ، ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَّ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ، ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ . ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ :

Merupakan perkara yang hendaknya terpatri dalam diri setiap muslim bahwa dirinya diciptakan oleh Alloh untuk semata beribadah kepadaNya, yang hal ini merupakan realisasi dari persaksian “ laa ilaaha illalloh ”.

Untuk tujuan yang agung ini pulalah Alloh turunkan kitab-kitab dan utus para rosul. Sebab tidaklah mungkin seorang hamba bisa beribadah dengan benar kecuali dengan tuntunan kitab dan penjelasan para Rosul. Dari sini pula kita ketahui bahwa suatu ibadah tidaklah bisa diterima kecuali jika terpenuhi padanya dua syarat utama:

Syarat pertama adalah ikhlas, yaitu memurnikan peribadatan semata-mata kepada Alloh dengan mengharap keridhoanNya dan dimasukkan ke dalam jannah-Nya serta mengharap untuk dijauhkan dari Neraka yang penuh dengan adzab dan siksa-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

ﻗُﻞْ ﺇِﻧِّﻲ ﺃُﻣِﺮْﺕُ ﺃَﻥْ ﺃَﻋْﺒُﺪَ ﺍﻟﻠﻪَ ﻣُﺨْﻠِﺼًﺎ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪِّﻳﻦ

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama semata-mata kepada-Nya.” (QS. Az Zumar: 11)

Syarat kedua adalah kesesuaian amalan tersebut dengan petunjuk Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam yang telah Alloh utus untuk menjelaskan bagaimana cara ibadah yang benar sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Alloh Dzat Pencipta alam. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ

“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak”.

(HR. Bukhory-Muslim)

Inilah dua syarat yang tidak boleh tidak harus terpenuhi dalam setiap amalan. Kapan saja salah satu dari keduanya terluputkan maka tidaklah bermanfaat susah payah yang dia curahkan. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan keduanya, dengan senantiasa meneliti niatannya untuk siapa dia beramal, dan meneliti amalan yang akan dia amalkan sudahkah sesuai dengan petunjuk Rosululloh

Shollallohu ‘alaihi wasallam atau belum?

Dari sini pula diketahui bahwa menuntut ilmu agama yang dengannya seorang hamba bisa mengetahui cara beribadah dengan benar merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Bagaimana bisa benar jika tidak tahu tuntunan agama pada permasalahan yang dia kerjakan??! Bagaimana bisa sesuai tuntunan jika tidak mau duduk mendengarkan kajian atau meluangkan waktu untuk membaca kitab-kitab yang dengannya hilang kebodohan??!

Jika penjelasan yang telah lewat kita pahami, maka ketahuilah –semoga Alloh memberikan taufiq-Nya kepada kita semua- bahwa jalan yang ditempuh seorang muslim dalam mewujudkan tujuan dirinya diciptakan tidaklah mulus tanpa ujian dan hambatan, tapi jalan tersebut penuh dengan onak, duri dan hambatan yang melintang serta musuh yang siap untuk mengobarkan peperangan. Alloh berfirman tentang tekad iblis yang terlaknat:

ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺒِﻤَﺎ ﺃَﻏْﻮَﻳْﺘَﻨِﻲ ﻟَﺄَﻗْﻌُﺪَﻥَّ ﻟَﻬُﻢْ ﺻِﺮَﺍﻃَﻚَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴﻢَ ۞ ﺛُﻢَّ ﻟَﺂﺗِﻴَﻨَّﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﻦِ ﺃَﻳْﺪِﻳﻬِﻢْ ﻭَﻣِﻦْ ﺧَﻠْﻔِﻬِﻢْ ﻭَﻋَﻦْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧِﻬِﻢْ ﻭَﻋَﻦْ ﺷَﻤَﺎﺋِﻠِﻬِﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺠِﺪُ ﺃَﻛْﺜَﺮَﻫُﻢْ ﺷَﺎﻛِﺮِﻳﻦَ .

“Iblis menjawab: “Karena engkau telah menghukumi saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”

(QS. Al A’ Rof: 16-17)

Cermati benar-benar ayat di atas, wahai saudaraku muslim, semua arah telah iblis usahakan untuk menyimpangkanmu dari jalan keridhoan Rabbmu. Disebutkan dalam ayat empat arah tanpa menyebut arah bawah dan atas karena dari keempat arah itulah kebanyakan musuh datang menyerang. [Fathul Qodir]

Imam As-Sa’dy Rohimahulloh berkata: “Alloh mengingatkan kita tentang apa-apa yang diucapkan dan ditekadkan (iblis) untuk dilakukan tidak lain agar kita waspada dari musuh kita dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, serta mengambil perlindungan darinya dengan pengetahuan kita akan jalan-jalan yang dia datang darinya dan celah yang dia masuk melaluinya.”

[Tafsir As-Sa’dy: 285]

Sungguh, pernyataan iblis di atas tidak boleh dianggap remeh, sebab Alloh telah menjelaskan bahwa persangkaannya itu tidaklah meleset, Alloh berfirman:

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺻَﺪَّﻕَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺇِﺑْﻠِﻴﺲُ ﻇَﻨَّﻪُ ﻓَﺎﺗَّﺒَﻌُﻮﻩُ ﺇِﻟَّﺎ ﻓَﺮِﻳﻘًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ

“Sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman”. (QS. Saba’: 20)

Bahkan Alloh telah mengabarkan bahwa mayoritas manusia terjatuh dalam perangkapnya dan mengikutinya dalam kesesatan. Alloh berfirman:

ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟَﺎ ﻳَﺸْﻜُﺮُﻭﻥ

“Akan tetapi kebanyakan manusia tidaklah bersyukur.”

(QS. Al-Baqoroh: 243)

ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟَﺎ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ

“Akan tetapi kebanyakan manusia tidaklah beriman.” (QS. Hud: 17)

ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻟَﻮْ ﺣَﺮَﺻْﺖَ ﺑِﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ

“Tidaklah kebanyakan manusia itu beriman walaupun kamu (wahai Muhammad) sangat menginginkannya.”

(QS. Yusuf: 103)

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺻَﺮَّﻓْﻨَﺎﻩُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻟِﻴَﺬَّﻛَّﺮُﻭﺍ ﻓَﺄَﺑَﻰ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺇِﻟَّﺎ ﻛُﻔُﻮﺭًﺍ

“Sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya), maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat).” (QS. Al-Furqon: 50)

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺿَﻞَّ ﻗَﺒْﻠَﻬُﻢْ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺍﻟْﺄَﻭَّﻟِﻴﻦَ

“Sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) kebanyakan orang-orang yang dahulu.” (QS. Ash-Shoffat: 71)

Adakah jalan selamat..? Tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada Alloh dengan meminta pertolongan, hidayah dan taufiq-Nya, serta mengikhlaskan seluruh peribadatan hanya kepada-Nya. Jika engkau bisa melaksanakannya maka bergembiralah karena engkau telah menang dalam medan pertempuran. Alloh telah mengabarkan tentang ketidakkuasaan iblis dari orang-orang yang ikhlas dalam firmanNya:

ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺒِﻌِﺰَّﺗِﻚَ ﻟَﺄُﻏْﻮِﻳَﻨَّﻬُﻢْ ﺃَﺟْﻤَﻌِﻴﻦَ ۞ ﺇِﻟَّﺎ ﻋِﺒَﺎﺩَﻙَ ﻣِﻨْﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺨْﻠَﺼِﻴﻦَ

“Iblis menjawab: “Demi kekuasaanMu aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (QS. Shod: 82-83)

Diantara sebab yang dengannya seseorang bisa selamat adalah dengan mempelajari apa-apa yang telah Alloh dan RosulNya jelaskan tentang tipu daya si iblis terlaknat ini, sehingga dengannya seorang hamba bisa memilah dan memilih, jalan mana yang benar-benar akan mengantarkannya ke tempat tujuan dan mana yang menjerumuskannya ke jurang kesesatan.

Dengarkanlah penuturan Imam Robbany Ibnul Qoyyim

Rohimahulloh berikut ini, sehingga tergambar padamu betapa dahsyatnya permusuhan Syaithon serta semangatnya mereka dalam usaha menyesatkan manusia, beliau berkata:

“Banyaknya kejelekan-kejelekan syaithon yang menimpa seorang hamba, sehingga tidak bisa si hamba itu menghitung jenis-jenis kejelekan tersebut, terlebih lagi untuk menghitungnya satu persatu. Sebab, segala kejelekan yang terjadi di alam ini dialah sebabnya. Akan tetapi kejelekan tersebut dapat dibatasi pada enam jenis. (Syaithon) ini akan terus menggoda anak adam sampai dia jatuh pada salah satunya atau lebih.

Kejelekan yang pertama : kejelekan kekafiran dan kesyirikan serta permusuhan kepada Alloh dan Rosul-Nya. Apabila dia bisa mengalahkan anak adam pada tahapan ini berhentilah rintihannya dan lega dari capeknya bersama si hamba tadi. Inilah hal pertama kali yang dia inginkan dari seorang hamba. Dia akan terus-menerus menggodanya sampai berhasil, dan jika telah berhasil maka diapun menjadikan si hamba tadi) sebagai anak buah dan bala tentaranya, serta menggantikan kedudukannya untuk menggoda orang-orang yang semisalnya sehingga jadilah para hamba itu sebagai juru-juru dakwah iblis dan para penggantinya….”

Kemudian beliau menyebutkan langkah-langkah selanjutnya yang ditempuh syaithon apabila langkah pertama ini tidak berhasil:

Langkah kedua : menjerumuskan dalam kebid’ahan.

Langkah ketiga: menjerumuskan dalam dosa-dosa besar.

Langkah keempat: menjerumuskan dalam dosa-dosa kecil.

Langkah kelima: menjerumuskan dalam perkara-perkara yang diperbolehkan tapi tidak mengandung keutamaan.

Langkah keenam: memalingkan hamba dari perkara-perkara ynag utama pada perkara-perkara yang lebih rendah keutamaannya, sehingga hamba tadi terluputkan dari keutamaan yang banyak. [Badai’ul Fawaid: 1/ 483]

Lihatlah saudaraku –semoga Alloh jaga kita dari kejelekan Syaithon dan bala tentaranya- bagaimana musuh satu ini begitu sabar berpindah dari satu cara ke cara yang lain, tidak mengenal lelah, walaupun terkadang dia harus berpenampilan seakan-akan menyeru kebaikan demi menyeret manusia kepada kejelekan, atau paling tidak menghalangi mereka dari kebaikan. Siapakah diantara kita yang mengaku bahwa dirinya selamat dari enam tahapan ini???

Kalau dalam tahapan pertama saja sudah banyak manusia terjerembab jatuh apalagi pada tahapan-tahapan yang berikutnya yang lebih samar dan penuh dengan tipuan. Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan.

Saudaraku, semoga Alloh memberikan hidayahNya kepada kita semua, dari ulasan di atas kita dapat ambil kesimpulan bahwa mengetahui jalan-jalan yang ditempuh syaiton merupakan perkara yang tidak boleh dikesampingkan. Oleh karena itu dalam tulisan ini marilah kita pelajari beberapa hal penting tentang sesuatu yang paling diinginkan syaithon yaitu kesyirikan, dengan harapan agar kita semua bisa menghindari dan menjaga diri dari terjatuh di dalamnya. Sebab kebanyakan manusia yang terjatuh peda kesyirikan sebab utamanya adalah kebodohan mereka tentang hal yang mencelakakan tersebut.

Pengertian Syirik dan Hakekatnya:

Syirik adalah penyamaan selain Alloh dengan Alloh pada hal-hal yang merupakan kekhususan Alloh. [Hasyiyah Kitabit Tauhid Libni Qosim]

Dalilnya adalah perkataan Alloh tentang orang-orang musyrik yang ada di neraka, mereka mengatakan:

ﺗَﺎﻟﻠﻪ ﺇِﻥْ ﻛُﻨَّﺎ ﻟَﻔِﻲ ﺿَﻠَﺎﻝٍ ﻣُﺒِﻴﻦٍ ۞ ﺇِﺫْ ﻧُﺴَﻮِّﻳﻜُﻢْ ﺑِﺮَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦ

“Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kalian (sesembahan selain Alloh) dengan Rabb semesta alam”. (QS Asy-Syu’aro: 97-98)

Syirik bentuknya banyak sekali, seperti penyerahan peribadatan kepada kepada selain Alloh; baik itu malaikat, para nabi, jin maupun para wali. Demikian pula permintaan sebagian manusia kepada mereka perkara-perkara yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh, seperti; rezki, anak, hujan dan lain sebagainya. [1]

Akan tetapi, bentuk yang bermacam-macam itu semuanya kembali kepada hakekat yang satu. Apabila seorang muslim memahami hakekat ini mudahlah baginya untuk mengetahui suatu perkara itu syirik atau bukan, walaupun ditutup dan dihias oleh syaithon dengan warna-warni yang beraneka ragam. Hakekat tersebut adalah adanya penyerupaan makhluq dengan Alloh Dzat Pencipta semesta alam pada hal-hal yang merupakan kekhususan-Nya. [Jawabul Kafi: 94]

Bahaya Kesyirikan:

Tidaklah mengherankan jika iblis sangat berambisi agar manusia terjatuh dalam kesyirikan, karena syirik merupakan perkara yang sangat dimurkai Alloh. Tidaklah para Rosul itu diutus kecuali untuk mengentaskan manusia dari jurang kesyirikan menuju peribabadatan yang benar yang akan mengantarkan pada syurga-Nya yang kekal dan penuh kesenangan.

. ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻌَﺜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺭَﺳُﻮﻟًﺎ ﺃَﻥِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕَ ﻓَﻤِﻨْﻬُﻢْ ﻣَﻦْ ﻫَﺪَﻯ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣَﻦْ ﺣَﻘَّﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻀَّﻠَﺎﻟَﺔُ ﻓَﺴِﻴﺮُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻓَﺎﻧْﻈُﺮُﻭﺍ ﻛَﻴْﻒَ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﺎﻗِﺒَﺔُ ﺍﻟْﻤُﻜَﺬِّﺑِﻴﻦَ .

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (segala sesuatu ayng disembah selain Alloh) itu.” Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS Qn Nahl: 36)

Dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah menunjukkan bahwa syirik mempunyai bahaya yang sangat besar dan akibat yang sangat fatal.

Pertama: Syirik adalah sebesar-besar dosa dan kedholiman.

Alloh berfirman:

ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥُ ﻟِﺎﺑْﻨِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻌِﻈُﻪُ ﻳَﺎ ﺑُﻨَﻲَّ ﻟَﺎ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠﻪ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙَ ﻟَﻈُﻠْﻢٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ

“(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu men-syirikkan Allah, sesungguhnya syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13)

Berkata Syaikhul Islam Rohimahulloh : Sesungguhnya puncak keadilan adalah peribadatan kepada Alloh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana puncak kezholiman adalah syirik. Sebab kzholiman adalah peletakan sesuatu bukan pada tempatnya, dan tidaklah ada yang lebih zholim dari orang yang meletakkan ibadah bukan pada tempatnya dengan beribadah kepada selain Alloh. [Jami’ Masail libni Taimiyah: 5/ 165]

Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda ketika beliau ditanya: “Dosa apakah yang paling besar di sisi Alloh.” Beliau menjawab:

ﺃَﻥْ ﺗَﺠْﻌَﻞَ ﻟِﻠﻪ ﻧِﺪًّﺍ ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻠَﻘَﻚَ

“(Yaitu) engkau membuat bagi Alloh tandingan, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” (HR. Bukhory-Muslim)

Beliau juga bersabda:

ﺃَﻟَﺎ ﺃُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﺑِﺄَﻛْﺒَﺮِ ﺍﻟْﻜَﺒَﺎﺋِﺮِ .. ؟

“Maukah kalian kuberi tahu tentang dosa besar yang paling besar?”

Mereka (para sahabat) menjawab: “Tentu, wahai Rosululloh.”

Beliau bersabda:

ﺍﻟْﺈِﺷْﺮَﺍﻙُ ﺑِﺎﻟﻠﻪ، ﻭَﻋُﻘُﻮﻕُ ﺍﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ

“(Dosa besar yang paling besar) adalah Syirik kepada Alloh dan durhaka terhadap kedua orang tua.” (HR. Bukhory-Muslim)

Kedua: Syirik adalah dosa yang tidak diampuni oleh Alloh kecuali dengan taubat.

Alloh berfirman:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻟَﺎ ﻳَﻐْﻔِﺮُ ﺃَﻥْ ﻳُﺸْﺮَﻙَ ﺑِﻪِ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮُ ﻣَﺎ ﺩُﻭﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀ .

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain darinya (syirik).”

(QS. An-Nisaa: 48)

Ketiga: Syirik menghapuskan segala amalan orang yang terjatuh ke dalamnya.

Alloh berfirman:

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺃُﻭﺣِﻲَ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻭَﺇِﻟَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻚَ ﻟَﺌِﻦْ ﺃَﺷْﺮَﻛْﺖَ ﻟَﻴَﺤْﺒَﻄَﻦَّ ﻋَﻤَﻠُﻚَ ﻭَﻟَﺘَﻜُﻮﻧَﻦَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮِﻳﻦ

“Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az Zumar: 65)

Keempat: Pelaku kesyirikan amalnya tidaklah akan diterima di sisi Alloh sampai dia meninggalkan kesyirikannya.

Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits Qudsi:

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪ ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ : ﺃَﻧَﺎ ﺃَﻏْﻨَﻰ ﺍﻟﺸُّﺮَﻛَﺎﺀِ ﻋَﻦ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙِ، ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﺃَﺷْﺮَﻙَ ﻓِﻴﻪِ ﻣَﻌِﻲ ﻏَﻴْﺮِﻱ ﺗَﺮَﻛْﺘُﻪُ ﻭَﺷِﺮْﻛَﻪُ .

“Alloh –Tabaroka wa Ta’ala- telah berfirman: Aku adalah sekutu yang paling tidak butuh dengan sekutu (selain Ku). Barangsiapa melakukan suatu amalan dalam keadaan dia mensekutukan Ku pada amalan itu dengan selain Ku, maka Aku akan tinggalkan dia dan sekutunya.”

(HR. Muslim)

Kelima: Barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa syirik akbar, maka dia tidak akan masuk ke dalam syurga dan kekal di neraka.

Alloh berfirman:

ﺇِﻧَّﻪُ ﻣَﻦْ ﻳُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻘَﺪْ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻭَﻣَﺄْﻭَﺍﻩُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﻭَﻣَﺎ ﻟِﻠﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﺼَﺎﺭٍ .

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (Al Maidah: 72)

Saudaraku muslim, semoga Alloh berikan hidayahNya kepada kita semua, inilah sebagian dari bahaya kesyirikan dan akibat yang ditimbulkannya. Tentunya orang yang mempunyai kepedulian dengan keselamatan dirinya di akherat kelak tidaklah menginginkan dirinya termasuk orang-orang yang terjerumus dalam kesyirikan. Bahkan merupakan kewajiban untuk merasa takut dan khawatir dari terjatuh di dalamnya.

Inilah Nabi Ibrohim, bapaknya orang-orang yang bertauhid berkata, sebagaimana yang dikabarkan Alloh dalam firman Nya:

ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﺭَﺏِّ ﺍﺟْﻌَﻞْ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒَﻠَﺪَ ﺁﻣِﻨًﺎ ﻭَﺍﺟْﻨُﺒْﻨِﻲ ﻭَﺑَﻨِﻲَّ ﺃَﻥْ ﻧَﻌْﺒُﺪَ ﺍﻟْﺄَﺻْﻨَﺎﻡَ ۞ ﺭَﺏِّ ﺇِﻧَّﻬُﻦَّ ﺃَﺿْﻠَﻠْﻦَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻓَﻤَﻦْ ﺗَﺒِﻌَﻨِﻲ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣِﻨِّﻲ ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﺼَﺎﻧِﻲ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﻏَﻔُﻮﺭٌ ﺭَﺣِﻴﻢٌ .

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan

jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala . Ya Rabb-ku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau adalah (Ghofur) Maha Pengampun lagi (Rohim) Maha Penyayang.” (QS. Ibrohim: 35-36)

Berkata Al ‘Allammah Ibnu Qosim Rohimahulloh : “Apabila Al-Kholil (yakni Ibrohim) imamnya orang-orang yang cenderung pada tauhid dan meninggalkan syirik, yang Alloh telah menjadikannya umat seorang diri dan Alloh telah mengujinya dengan perintah dan larangan kemudian dia menyempurnakannya, serta dialah yang telah menghancurkan berhala-berhala dengan tangannya, dia takut terhadap dirinya dari terjatuh dalam kesyirikan, maka bagaimana seseorang yang lebih rendah kedudukan darinya beberapa derajat merasa aman?! Bahkan orang yang seperti ini tentu lebih berhak untuk merasa takut dan tidak merasa aman dari terjatuh di dalamnya.” [Hasyiyah kitabit Tauhid Libni Qosim: Bab Khouf minasy Syirk]

Memang demikianlah keadaan manusia, ketika tidak tahu besarnya bahaya suatu perkara maka kesalahan dalam menyikapinya pun sesuai dengan kadar ketidak tahuannya itu.

Al-‘Allamah Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh Rohimahulloh mengatakan: “Tidaklah seseorang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan kecuali orang yang tidak tahu tentang kesyirikan dan tentang apa saja yang bisa menyelamatkan darinya yang berupa: ilmu tentang Alloh dan tentang perkara-perkara yang dibawa oleh rosulNya berupa: tauhid dan larangan dari syirik. [Fathul Majid: 131]

Perkara selanjutnya yang hendaknya diketahui bahwa ketakutan dari terjatuh dalam kesyirikan bukanlah sekedar perasaan takut belaka yang tidak membuahkan darinya amalan yang diinginkan oleh Alloh dan Rosul-Nya. Sebab hal yang seperti ini tidaklah bermanfaat. Akan tetapi hakekat takut yang diinginkan adalah sebagaimana yang dijelaskan Al ‘Allammah Ibnu Qosim

Rohimahulloh dalam perkataan beliau:

“Hakekat takut dari kesyirikan adalah sungguh-sungguh dalam kembali kepada Alloh dan bersandar kepadaNya, serta bersungguh-sungguh dan merendahkan diri kepada-Nya (dalam meminta keselamatan). Juga dengan melakukan pembahasan dan penelitian tentang syirik dan jalan-jalannya serta perkara-perkara yang mengantarkan kepadanya agar bisa selamat dari terjatuh ke dalamnya.” [Hasyiyah kitabit Tauhid Libni Qosim: Bab Khouf minasy Syirk]

Inilah hakekat takut dari kesyirikan yang dituntut ada pada diri setiap muslim, yang darinya pula seorang muslim hendaknya semakin bersemangat dalam menuntut ilmu agama. Semoga Alloh menyelamatkan kita dari kesyirikan dan memberikan kepada kita kekokohan untuk tetap istiqomah di atas dakwah tauhid yang mulia ini sampai ajal menjemput.

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ .


PENTINGNYA MEMPELAJARI AQIDAH YANG BENAR

 باسم الله
PENTINGNYA MEMPELAJARI AQIDAH YANG BENAR


Saudaraku kaum muslimin, berikut ini adalah pembahasan materi aqidah Islam secara sederhana yang dikemas dalam bentuk tanya jawab, agar lebih mudah untuk dipahami, khususnya oleh kebanyakan kaum muslimin yang baru semangat untuk mempelajari dasar-dasar pengetahuan tentang aqidah Islam yang benar. Insya Alloh pembahasan materi aqidah ini, akan kita bahas secara berkala dan berkesinambungan. Semoga Alloh Ta’ala senantiasa memudahkannya.

1. Tanya : “Apa yang dimaksud dengan aqidah itu ?”
Jawab :
Secara bahasa, aqidah diambil dari kata “aqd”, yang artinya ikatan. Sehingga kalau dikatakan : “Saya beri’tiqod begini”, maka maksudnya saya mengikatkan hati saya terhadap sesuatu tersebut. Jadi, aqidah itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan di hati seseorang. Dan aqidah itu termasuk amalan hati, yang berupa keyakinan dan pembenaran hati terhadap sesuatu.
Adapun aqidah dalam pengertian menurut syari’at, adalah keimanan terhadap pokok-pokok keyakinan agama Islam ini, yang berupa Rukun-Rukun Islam yang enam perkara itu. (lihat : Aqidatut Tauhid (hal. 8), karya Syaikh Sholih Al-Fauzan hafidzhohulloh)
2. Tanya : “Apa yang dimaksud dengan aqidah yang benar itu ?”
Jawab :
Aqidah yang benar itu adalah aqidah yang berisi ajakan/dakwah agar beribadah itu hanyalah kepada Alloh Ta’ala saja, dan memurnikan semua ibadah hanyalah untuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Aqidah yang benar adalah juga aqidah yang murni dan bersih dari segala kotorannya, yaitu kesyirikan dan kekufuran. Aqidah seperti inilah inti dari dakwahnya seluruh Nabi dan Rosul (utusan) Alloh.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)
“Dan sungguh Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat itu seorang Rosul (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut“. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS An-Nahl : 36)
Alloh Ta’ala juga berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ (٢٥)
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku“. (QS Al-Anbiya’ : 25)
Alloh Ta’ala juga berfirman tentang dakwah para Rosul semuanya, yang mana mereka berkata kepada kaumnya :
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (٥٩)
“Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan (yang benar) bagimu selain Dia.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (yakni kiamat).” (QS Al-A’rof : 59, 65, 73 dan 85)
Itulah dakwah dan ajakan segenap para Nabi dan Rosul kepada umat manusia, dan inilah aqidah yang benar. Disamping itu, aqidah yang benar merupakan pondasi agama seseorang, dan juga merupakan syarat sahnya (diterimanya) suatu amalan.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Alloh Ta’ala :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٦٥)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (wahai Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam) dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : “Jika kamu mempersekutukan (Alloh), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az-Zumar : 65)
Alloh Ta’ala juga berfirman :
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٨٨)
“Seandainya mereka mempersekutukan (Alloh), niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An’am : 88)
Alloh ta’ala juga berfirman :
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠)
“Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Robb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu apapun dalam beribadat kepada Robb-nya.” (QS Al-Kahfi : 110)
Ayat-ayat tersebut menunjukkan, aqidah yang benar (yang bersih dari kesyirikan), menentukan diterimanya suatu amalan. Sedangkan aqidah yang tidak benar/bathil (yakni yang dikotori oleh kesyirikan dan kekufuran), menjadikan amalan seseorang sia-sia dan tidak akan diterima oleh Alloh Ta’ala.
3. Tanya : “Apa sumber rujukan Aqidah yang benar itu ?”
Jawab :
Mengingat bahwa aqidah itu termasuk perkara Tauqifiyyah (yakni sesuatu yang tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil-dalil syar’i), oleh karena itulah sumber-sumber rujukannya hanya terbatas kepada apa yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Jadi, apa yang ditetapkan oleh keduanya, maka kita wajib mengimaninya, meyakininya dan beramal dengannya. Sedangkan apa yang tidak ditetapkan oleh keduanya, maka kitapun tidak mengimaninya, dan hendaknya menafikannya (meniadakannya) dari Alloh Ta’ala.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (٣)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Robb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS Al-A’rof : 3)
Alloh Ta’ala juga berfirman :
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٥١)
“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasannya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (yakni Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka ?. Sesungguhnya di dalam (Al Quran) itu benar-benar terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-Ankabut : 51)
Alloh Ta’ala juga menegaskan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia (hukumnya) kepada Allah (yakni kepada Al Quran) dan Rasul (yakni sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa’ : 59)
4. Tanya : “Bagaimana cara memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang benar, agar bisa melahirkan pula aqidah yang benar ?”
Jawab :
Memahaminya dan mengamalkannya itu hendaknya sebagaimana apa yang dipahami dan diamalkan oleh para Salafus Sholih, yakni para pendahulu kita dalam beragama Islam ini, yang pada mereka terdapat kesholihan dan banyak keutamaannya.
Lalu, siapakah yang dimaksud dengan salafus Sholih itu ?
Lajnah Ad-Daimah (Lembaga Tetap untuk Urusan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) pernah ditanya tentang apa itu As-Salafiyyah, maka mereka menjelaskan sebagai berikut : “(Istilah) As-Salafiyyah, adalah nisbah (disandarkan) pada kata As-Salaf, mereka itu adalah para Sahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan A’immatul Huda (para imam-iman kaum muslimin yang memberikan petunjuk dengan benar kepada umat manusia), mereka adalah yang termasuk orang-orang yang hidup pada masa generasi yang utama – semoga Alloh Ta’ala meridhoi mereka semuanya, yang mana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menyaksikan kebaikan/keutamaan mereka, sebagaimana dalam sabda beliau :
خير الناس قرني, ثم الذين يلونهم, ثم الذين يلونهم
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yakni orang-orang yang hidup di jamanku), kemudian (generasi) setelah mereka, kemudian (generasi) setelah mereka….” (HR Imam Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim)
(lihat : Fatawa Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah (2/165-166) no. 1361)
As-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rohimahulloh juga pernah menjelaskan : “Sesungguhnya As-Salaf itu adalah mereka yang hidup pada masa generasi yang utama….”
(lihat : Ta’liq As-Syaikh Hamd bin Abdil Muhsin At-Tuwaijiry pada kitab Al-Aqidah Al-Hamuwiyyah (hal. 203), lihat pula Irsyadul Bariyyah (hal. 17), karya As-Syaikh Abu Abdis Salam Hasan bin Qosim Ar-Roimy hafidzhohulloh)
Jadi, yang dimaksud dengan para Salafus Sholih disini adalah tiga generasi pertama dalam Islam, yakni :
Para Sahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, yakni orang-orang yang hidup sejaman dengan Nabi, bertemu dengan beliau, beriman terhadap agama yang beliau bawa, serta mati dalam keadaan mukmin.
Para Tabi’in, yaitu orang-orang yang “mengikuti” para Sahabat Rosululloh, yakni orang-orang yang hidup sejaman dengan sahabat, belajar dan mengambil agama ini dari mereka, dan mati dalam keadaan mukmin.
Para Tabi’ut Tabi’in, yakni orang-orang yang “mengikuti” para Tabi’in, yakni orang-orang yang hidup sejaman dengan Tabi’in, belajar dan mengambil agama ini dari mereka, dan mati dalam keadaan mukmin.
Lalu, apa kebaikan dan keutamaan mereka ?

Tentang hal ini, banyak dijelaskan oleh Alloh Ta’ala dalam Al-Qur’an, diantaranya :
1. Mereka adalah As-Sabiqunal Awwalun (orang-orang yang pertama kali dan terdepan dalam keimanan dan keislaman), dan mereka adalah orang-orang yang diridhoi oleh Alloh Ta’ala, sebagaimana dijekaskan dalam firman alloh Ta’ala :
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٠٠)
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah : 100)
2. Jalan hidup mereka (dalam memahami dan Al-Qur’an dan As-Sunnah), adalah jalan yang paling layak untuk ditempuh generasi setelahnya. Siapa saja yang berpaling dari jalan yang mereka tempuh, pasti akan tersesat. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (١١٥)
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS An-Nisa’ 115)
3. Beriman seperti keimanan mereka, adalah jalan untuk mendapatkan hidayah dari Alloh Ta’ala, sedangkan enggan untuk beriman dengan keimanan mereka, akan menimbulkan perpecahan dan berbagai kesesatan. Sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya :
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (١٣٧)
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqoroh : 137)
4. Mengingat keutamaan mereka yang sangat banyak itulah, Alloh Ta’ala memerintahkan kita untuk mendoakan kebaikan pada mereka, dan tidak boleh memiliki kebencian sedikitpun di hati kita terhadap mereka. Sebagaimana hal itu dijelaskan dalam firman-Nya :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٠)
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami. Dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hasyr : 10)
Dan masih banyak dalil-dalil lainnya yang menjelaskan keutamaan mereka. (lihat Irsyadul Bariyyah, hal. 36-39)
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga banyak memuji mereka, sebagaimana dalam sabda beliau : “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yakni orang-orang yang hidup di jamanku), kemudian (generasi) setelah mereka, kemudian (generasi) setelah mereka….” (HR Imam Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim)
Mengingat keutamaan yang banyak seperti tersebut di atas dan masih banyak yang lainnya, tentunya sangat layak bagi kita untuk meneladani jalan hidup mereka, terutama ilmu dan pemahaman mereka, dan juga cara mereka dalam mengamalkan agama ini. Termasuk dalam hal ini cara dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta cara mengamalkannya.
Al-Imam Al-Auza’i rohimahulloh pernah mengatakan : “Wajib atas kalian untuk mengikuti jejak para ulama Salaf, meskipun (kebanyakan) manusia menjauhimu. Dan berhati-hatilah dari pendapat-pendapat akal manusia, meskipun mereka menghias-hiasi (memperindah) perkataannya terhadapmu.” (Syarh Aqidah At-Thohawiyyah, hal. 24)
Karena itu pula, Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh, ketika menjelaskan dan menafsirkan firman Alloh Ta’ala dalam QS Al-Ahqof : 11, diantaranya beliau mengatakan : “Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka mengatakan : “Setiap ucapan dan perbuatan (yang terkait dalam masalah ibadah, edt.) yang tidak tsabit dari para Sahabat rodhiyallohu ‘anhum, maka itu adalah bid’ah. Karena sesungguhnya, seandainya pada sesuatu itu (dalam masalah ibadah) ada kebaikan, tentu mereka akan mendahului kita (dalam mengamalkannya). Karena sesungguhnya mereka tidaklah meninggalkan satu pun perangai dari berbagai perangai kebaikan, kecuali mereka adalah orang-orang yang paling bersegera/paling cepat dalam melakukannya.” (Tafsir Al-Qur’anul Adzim, 4/200 )
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh menyatakan : “Maka kebahagiaanlah bagi orang yang berpegang teguh dengan apa yang ditempuh para ulama Salaf, dan menjauhi apa-apa yang diada-adakan/dibuat-buat oleh kholaf (orang-orang belakangan).” (Fathul Bari, 13/253)
As-Syaikh Al-‘Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rohimahulloh juga pernah menyatakan : “Jalan yang benar untuk menuju Islam adalah jalannya para Salaf, (yaitu) orang-orang yang beribadah kepada Alloh di atas bashiroh (ilmu dan hujjah yang kokoh), yang tidak ada di dalamnya jidal-nya (berdebatnya) orang-orang Mu’tazilah dan tidak ada ghuluw-nya (sikap berlebih-lebihan/melampaui batas) orang-orang Syi’ah dan Shufiyyah. Tetapi jalan mereka itu (hanyalah) Al-Qur’an dan As-Sunnah.” Lalu beliau membawakan dalil :
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (٣)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Robb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS Al-A’rof : 3) (lihat : Tuhfatul Mujib, hal. 217)
Demikianlah. Kesimpulannya, cara yang benar dalam memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah dengan mengikuti cara para Salafus Sholih dalam memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut.
Selama ini telah terbukti, jalan hidup yang mereka tempuh adalah jalan yang terbaik, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah dan sebagainya. Maka meneladani jalan hidup mereka, adalah jalan keselamatan dari berbagai penyimpangan dan kesesatan.
Maka benar pula apa yang pernah disampaikan oleh seorang Sahabat Rosululloh yang mulia, yaitu Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu, beliau menyatakan : “Barangsiapa ingin mengambil sunnah/contoh/teladan, maka ambillah sunnah-nya orang yang telah mati (maksudnya adalah para sahabat Nabi, edt.). Karena sesungguhnya orang yang masih hidup itu tidaklah aman dari fitnah (ujian/cobaan, yang dengannya bisa saja seseorang menjadi menyimpang, edt.). Mereka itulah para Sahabat Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam (yang patut diteledani). Mereka adalah yang paling utamanya (afdhol-nya) umat ini, paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, dan paling sedikit pembebanan dirinya (yakni tidak suka membebani diri/memberat-beratkan diri dengan sesuatu yang tidak ada asalnya dalam agama ini, edt.)…..” (Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah, hal. 432) Wallohu a’lam bis showab.
(Penyusun : Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby)

_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_

_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_                بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَن...