Ketahuilah bahwasanya maslahat pemboikotan terhadap para pembangkang itu tidaklah terbatasi pada masalah pengobatan untuk si pembangkang yang diboikot, sebagaimana yang disangka oleh banyak orang. Bahkan di sana ada hikmah-hikmah yang lain dan maksud-tujuan-tujuan yang lain yang penting demi disyariatkannya pemboikotan, sebagaimana yang akan saya sebutkan sebagiannya –jika Allah menghendaki-.
Faidah pertama dari pemboikotan adalah:
untuk menghardik orang yang menyeleweng sampai dia berhenti dari penyelewengannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata: “Dan orang yang diketahui menampakkan sikap meninggalkan kewajiban-kewajiban, atau melakukan keharaman-keharaman, maka sungguh dia berhak untuk diboikot, dan tidak disalami, sebagai ta’zir (hukuman agar pelakunya jera –pen) untuknya dari perbuatannya tadi, sampai dia bertobat. Dan Allah سبحانه Lebih Tahu.” (“Majmu’ul Fatawa”/23/hal. 252).
Al Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy رحمه الله berkata: “Disunnahkan memboikot orang yang menampakkan maksiat-maksiat secara perbuatan, ucapan dan keyakinan.
Di dalam riwayat Hanbal (Ibnu Ishaq –pen), Ahmad (Bin Muhammad Bin Hanbal –pen) berkata: “Jika diketahui bahwasanya seseorang itu terus-menerus di atas maksiat dalam keadaan dirinya tahu yang demikian itu, maka tidaklah seseorang itu berdosa jika menjauhi pelakunya sampai dia rujuk, karena jika tidak demikian; bagaimana akan menjadi jelas bagi si pelaku tadi keadaan dirinya jika dia tidak melihat adanya orang yang mengingkari dirinya dan tidak pula menjauhinya dari kalangan sahabatnya?”
(Selesai dari “Al Adabusy Syar’iyyah”/Ibnu Muflih/hal. 289).
Al Allamah As Sindiy رحمه الله berkata: “Demikian pula jika yang membangkitkan pemboikotan tadi adalah urusan agama, maka hendaknya dia memboikot pelaku kemaksiatan tadi sampai dia berhenti dari perbuatannya dan keyakinannya itu, karena Rasulullah ﷺ telah mengidzinkan untuk memboikot tiga orang yang tertinggal (dari perang Tabuk –pen); selama lima puluh hari, sampai telah benar tobat mereka di sisi Allah.” (“Hasyiyatus Sindiy ‘Ala Sunan Ibni Majah”/1/hal. 38).
Al Allamah Syamsul Haqqil ‘Azhim Abadiy رحمه الله berkata: “Maka sesungguhnya pemboikotan terhadap pengekor hawa nafsu dan pelaku kebid’ahan adalah wajib di sepanjang waktu selama tidak nampak darinya tobat dan rujuk kepada kebenaran.” (“’Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud”/13/hal. 174).
Dan terkadang seseorang itu bukanlah murid dari si penyeleweng, akan tetapi dirinya juga punya penyimpangan seperti yang dimiliki oleh orang pertama, maka jika dia melihat hukuman syar’iy yang menimpa si penyeleweng tadi; dia akan berhenti dari itu, dengan seidzin Allah. Allah ta’ala berfirman:
﴿وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ * فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ﴾ [البقرة: 65، 66] .
“Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kalian kera-kera yang hina". Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
Al AIlamah Al Qurthubiy رحمه الله berkata: “Tankil adalah: menimpakan hukuman terhadap para musuh agar membuat jera orang yang ada di belakang mereka, yaitu: membuat mereka gentar.” (“Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an”/1/hal. 443).
Beliau رحمه الله juga berkata: “Dan bagi mereka yang datang kemudian” untuk orang yang melakukan dosa-dosa seperti tadi.” (“Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an”/1/hal. 443).
Dan masuk ke dalam faidah ini adalah: bahwasanya hukuman terhadap pelaku kebatilan akan menjadi pelajaran untuk orang-orang yang bertakwa dan berbakti, agar mereka tidak melakukan perbuatan orang yang menyimpang tadi. Dan dalilnya adalah ayat tadi.
Al Imam Al Baghawiy Asy Syafi’iy رحمه الله berkata: “Serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” Yaitu: untuk orang-orang yang beriman dari kalangan umat Muhammad ﷺ, sehingga mereka tidak berbuat seperti perbuatan orang-orang itu.” (“Ma’alimut Tanzil”/hal. 105).
(Bersambung in syaa Allah)
----------------
( “Al Hajr Fisy Syari’atil Islamiyyah, Ahkamuhu Wa Manafi’uhul Jaliyyah” | Abu Fairuz Abdurrohman Al Jawiy )
Selasa 24 Jumadil Akhir 1444 / 17-01-2023