Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan

▪️Do I pray first or listen to the khutbah▪️

🌹 بســـم اللــه الرحــمــن الـرحـــيــم 🌹


▪️Do I pray first or listen to the khutbah▪️

Answered by Shaykh Abu Hamza Hassan bin Muhammed Ba Shu'ayb - may Allah preserve him- on the 6th, Shawwaal, 1440H

📝🔹Question:

Oh sheikh Abu Hamza -may Allah preserve you-, if someone enters the masjid while the imaam is giving the khutbah (Friday sermon) should he sit down and listen to the khutbah or pray 2 rak'ah (units of prayer) first?

📩🔸Answer:

He prays 2 rak'ah due to the generality of the hadeeth:
"If one of you enters the masjid then let him not sit until he has prayed 2 rak'ah"
And the hadeeth: "If one of you comes (to the masjid) and the imaam is giving the khutbah or he has left, should pray 2 ra'kah"

____
Translated by:
Abu Huthayfah
Saami Al-hindy

◾️Does praying Dhuhā sitting down suffice for the sadaqah due on every joint◾️

🌴 بســـم اللــه الرحــمــن الـرحـــيــم 🌴


◾️Does praying Dhuhā sitting down suffice for the sadaqah due on every joint◾️


Answered by Shaykh Abu Hamza Hassan bin Muhammed Bā Shu'ayb -may Allah preserve him-


📝🔹Question: 


Does the sadaqah on every joint suffice for the person who prays the Dhuhā prayer while sitting, being that the one who prays the voluntary prayer whilst sitting (with the capability of standing) gets half the reward of the one standing.


Or is it upon him to pray four units while sitting?


📩🔸Answer:


Yes it suffices and Allāh knows best, because it is applicable to him that he prayed two rak'ah of Dhuhā.




____

Translated by:  

Abu 'Abdillāh 'Omar bin Yayha Al-'Akawi


Tertinggal 1 Rakaat sholat Jum'at

APAKAH ORANG YANG TERTINGGAL 1 REKAAT SHOLAT JUM'AT DIA MENAMBAH 1 REKAAT LAGI?


Pertanyaan :


 بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

titipan pertanyan ya syaikh

apakah orang yang sholat jum'at ketinggal 1 raka'at hanya menambah 1 raka'at lagi ? 

----------------------


Jawaban dengan memohon pertolongan pada Allah ta'ala:


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.


Ya, jika masih mendapatkan satu rekaat bersama imam, maka dia tinggal menambah satu rekaat lagi. Namun jika tidak berhasil mendapatkan satu ruku'pun bersama imam, hanya mendapatkan kurang dari itu, maka dia tidak mendapatkan sholat Jum'at, maka dia wajib melengkapinya menjadi empat rekaat zhuhur, dan dia tetap mendapatkan pahala shalat berjamaah. Itulah yang rajih in sya Allah.


والله تعالى أعلم بالصواب

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖


(Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Hafidzahullah )


Sabtu, 10 Rabi'ul Akhir 1444 / 5-11-2022

Syarat Sah Sholat Adalah Menjauhi Najis

 *MERUPAKAN SYARAT SAHNYA SHALAT ADALAH MENJAUHI NAJIS PADA BADAN, PAKAIAN DAN TEMPAT.*


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.. 

Ana ad prtnyaan ustadz.. 

Bagaimna ketentuan wanita yg sholat sambil menggendong bayi nya Apkah mengharuskan bayi ny jga suci yakni pakaian ny tdk terkena najis..? Lalu bagaimna jika di tengah sholat si bayi tadi kencing di popok celana nya yg tdk tembus apakah membatalkan sholat ustadz.. Mhon faidahnya nya?



JAWABAN :


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته


بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد:


Merupakan syarat sahnya shalat adalah menjauhi najis pada badan, pakaian dan tempat. 


Maka siapa yang shalat dan pada badan nya atau pakaian nya atau tempat nya ada najis atau menggendong bayi yang ada najisnya atau botol berisi najis, maka shalatnya batal, adapun wudhu' nya maka tidak batal. 


Ini adalah pendapat jumhur Ulama. 


••• Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah : 


لو حمل " المصلي " قارورة فيها نجاسة مسدودة , لم تصح صلاته


Sekiranya orang yang shalat membawa botol yang berisi najis dan tertutup, maka shalat nya tidak sah. 


📚 "المغني" (1/403)


Dan ini apabila ia lakukan dengan sengaja dan tahu. 


🔸 Adapun apabila ia menggendong bayi yang ada najis nya dalam keadaan lupa atau tidak tahu, maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulangi nya


🍃 An Nawawi rahimahullah berkata : 


مذاهب العلماء فيمن صلى بنجاسة نسيها أو جهلها : ذكرنا أن الأصح في مذهبنا وجوب الإعادة وبه قال أبو قلابة وأحمد ، وقال جمهور العلماء : لا إعادة عليه


Madhzab Ulama tentang orang yang shalat dengan suatu najis ia lupa atau tidak ketahui: 


Kami telah sebutkan bahwa yang paling benar pada madzhab kami adalah wajib mengulangi nya. Ini adalah madzhab nya Abu Qilabah dan Ahmad. 


Dan Jumhur Ulama berkata : tidak  harus mengulangi shalatnya. 


📚 المجموع" (3/163)


*Atas dasar ini maka* :


🔸 Apabila ditengah ia shalat, ia yakin bahwa bayinya yang memakai popok kencing atau buang air besar, maka ia harus menurunkannya dan melanjutkan shalat nya. 


••• Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari  Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu beliau berkata : 


Tatkala Rasulullah ﷺ mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, tiba tiba beliau melepaskan kedua sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Sewaktu para sahabat melihat tindakan beliau tersebut, mereka ikut pula melepas sandal mereka. Maka tatkala Rasulullah ﷺ selesai shalat, beliau bersabda:


مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ


 "Apa gerangan yang membuat kalian melepas sandal sandal kalian?"


Mereka menjawab; Kami melihat engkau melepas sandal, sehingga kami pun melepaskan sandal sandal kami. 


Rasulullah ﷺ bersabda:


إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى


 "Sesungguhnya Malaikat Jibril 'Alaihis Salam telah datang kepadaku, lalu memberitahukan kepadaku bahwa di sepasang sandal itu ada najisnya."



Barakallah fiikum



✍️ *Faedah dari Al Ustadz Abu Ubaiyd Fadhliy Al Bugisi حفظه الله تعالى di Majmu'ah روضة الطالبين منكوتانا*



Kesalahan-kesalahan Yang Kebanyakan Kaum Muslimin itu Terjatuh di Dalamnya

KESALAHAN KESALAHAN YANG KEBANYAKAN KAUM MUSLIMIN ITU TERJATUH DIDALAMNYA .


Berkata Al Imam Ibnul Qoyyim Rohimahullooh :


Dahulu Nabi ﷺ , apabila Beliau hendak bangkit menegakkan sholat maka beliau berkata : ( Alloohu Akbar )


▶️ Tanpa beliau mengucapkan kalimat apapun sebelumnya


▶️ Dan tanpa beliau melafadzkan niat sama sekali 


▶️ Dan tanpa beliau berkata : " aku akan sholat karena Allooh dengan sholat ini dan itu "

- menghadap ke arah kiblat

- empat raka'at 

- sebagai imam

- atau sebagai makmum

- dan tidak pula beliau ﷺ berkata : Diwaktu ini

- Dan tidak pula qodho

- Dan tidak pula diwaktu wajib


👉🏼 Inilah sepuluh kebid'ahan

 


▶️ Tidak ada  seorang pun yang menukilkan dari Nabi ﷺ ( hal tersebut ) sama sekali, baik itu dengan sanad yang shohih mau sanad yang dhoif ( lemah ) , baik yang bersambung sanadnya maupun yang terputus , walaupun satu lafadz sekalipun .


Bahkan tidak didapatkan dari seorangpun sahabatnya , dan tidak pula ada yang menyetujui ( perkara tersebut ) seorang pun baik itu dari kalangan para tabi'in maupun para Imam yang empat .


📚Zadul Ma'ad 1/194


✍Faidah Dari Ummu Yusuf Marwah Al-Ambooniyyah حفظها الله

Aden Yaman Selasa 9 Shafar Muharrom 1444/6.9.2022


✍Di Terjemahkan Oleh Abu Roisya Al Batamiy حفظه الله Dan Di Koreksi Ustadz Abu Sulaim Sulaiman Al-Ambooniy حفظه الله


*Hukum Membaca Ta'awudz di Dalam Sholat*

 _*HUKUM MEMBACA TA'AWUDZ DI DALAM SHOLAT*_


Assalaamu 'alaykum wa rahmatillahi wa barakaatuh

Ahsanallahu ilayka yaa ustadz hafidhakallah

'Afwan ana izin bertanya yaa ustadz

Tentang membaca ta'awudz di dalam shalat ketika akan membaca Al Fatihah,pendapat yang lebih kuat di baca di setiap reka'at atau cukup di reka'at pertama saja,ustadz

Dan bagaimana bacaan ta'awudz di dalam shalat yang sesuai Sunnah;apakah boleh membaca " a'uudzu billahi minasy syaithoonir rojiiiim.

Mohon penjelasannya ustadz

Baarakallahu fiikum


*JAWABAN :*


بسم الله الرحمن الرحيم


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته


الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد:


At taawudz sebelum memulai bacaan dalam shalat hukumnya di perselisihkan. 


1️⃣ sebagian ulama berpendapat wajib, dengan artian bahwa yang tidak membacanya berdosa, dengan dalil ucapan Allah ﷻ


 فَإِذَا قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّیۡطَـٰنِ ٱلرَّجِیمِ 


Maka apabila engkau hendak membaca Al-Qur`ān, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. [Surat An-Nahl: 98]


Dan ini merupakan pendapat Dawud Adh Dhzahiri, Ats tsauri, Ibnu Katsir dan selainnya, dan dipilih oleh Syaikh Al Albaani rahimahumullah. 


2️⃣ Dan sebagian lainnya berpendapat tidak membaca at ta'awudz, berdasarkan hadits  *Al musi' fii shalatihi* "orang yang buruk shalatnya." Dalam hadits itu Nabi ﷺ tidak mengajarkan ta'awudz kepada al musii' . Dan hadits itu dalam shahih. 


3️⃣ Adapun Jumhur Ulama maka mereka berpendapat bahwa at ta'awudz diawal shalat hukumnya sunnah/dianjurkan. Berdasarkan 2 dalil diatas. 


Ayat An Nahl adalah perintah,  dan pada asalnya perintah itu wajib. Dan wajib nya perkara itu tidak akan berubah hingga ada dalil lain yang memalingkan kewajibannya menjadi dianjurkan. 


Sementara hadits Al Musii' fii shalatihi adalah dalil yang memalingkan perintah wajibnya at ta'awudz. Sehingga jumhur berpendapat bahwa at ta'awudz hukumnya mustahab [dianjurkan]


🍃 Adapun pada raka'at raka'at yang lain maka jumhur Ulama berpendapat hal itu juga dianjurkan, berbeda dengan Syaikh Al Albaani yang mewajibkan nya pada setiap raka'at. 


✏️ Apakah hukum ini berlaku tuk makmum juga? 


Khilaf, sebagaimana adanya khilaf dalam bacaan shalat bagi makmum... 


Dan yang benar bahwa sebagaimana makmum wajib membaca Al Fatihah pada setiap raka'at, maka disyariat kan juga baginya tuk membaca at ta'awudz. 


Dan hukum ta'awudz itu sendiri telah berlalu diatas. 


🍃 Adapun teks atau bentuk at ta'awudz, maka boleh sebagai berikut:


1-  أعوذ بالله من الشيطان الرجيم .


Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk


2-  أعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم .



Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk


3-  أعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم من همزه ونفخه ونفثه


Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk berupa desakan [cekikan] nya, tiupan [keangkuhan] nya dan hembusan [syi'ir] nya. 


📚 " تفسير ابن كثير " ( 1 / 13 ) .


Barakallah fiikum



✍️ *Faedah dari Al Ustadz Abu Ubaiyd Fadhliy Al Bugisi حفظه الله تعالى di Majmu'ah روضة الطالبين منكوتانا*







#faedah

*Apakah Hukum Bersiwak Sunnah Secara Mutlak Untuk Setiap Kali Shalat Atau Tidak?


⏳ *APAKAH HUKUM BERSIWAK SUNNAH SECARA MUTLAK UNTUK SETIAP KALI SHALAT ATAU TIDAK?.*


Ada 3 pendapat dalam masalah ini : 


1️⃣. Pendapat pertama:


Disunnahkan ketika ada hajat. Maka tidak disunnahkan lagi jika ia bersiwak untuk shalat fardhu (wajib), kemudian dia bersiwak lagi untuk shalat sunnah setelahnya, dan jika dia bersiwak untuk wudhu maka tidak disunnahkan bersiwak lagi untuk shalat setelahnya.


Dan ini adalah madzhab malikiyyah dan pendapat ini yang dipilih oleh Abu Syaamah Al_Maq'dasi Asy_syafi'i.


📚 Lihat syarh sunan Abi Dawud karya Al_'Aini 1/175, At_tamhid 7/200, Ik'mal al_Mu'lim 2/56, Al_Mughni 1/78, At_tabashshur 1/15, Asy_syarh ash_shagir 1/88, Asy_syarh Al_kabir 1/102


🖋️ Berkata Abu Syamah Al_Maqdasi rahimahullah : 


اذا استاك للفريضة كفاه لما يصليه بعدها من النوافل تبعاً لها وكذا إذا توضأ لفريضة واستاك في وضوئه وصلى عقب الوضوء بحيث لم يتخلل زمان يتغير فيه الفم لا يحتاج إلى إعادة السواك عند الدخول في الصلاة... فلا يستحب تجديد السواك. كراهة ما يفعله عوام النساك من استصحابهم السواك إلى المساجد واستعمالهم فيها عند افتتاحهم لكل صلاة من فرض ونفل وبعد كل ركعتين.


"Jika ia bersiwak untuk shalat fardhu maka itu mencukupinya terhadap shalat setelahnya dari shalat sunnah, karena diikutkan pada shalat fardhu, dan demikian pula jika dia berwudhu untuk shalat fardhu dan dia bersiwak pada saat berwudhu, kemudian langsung shalat setelah wudhu dari sisi di sela waktu itu mulut tidak berubah baunya, maka tidak butuh lagi mengulangi bersiwak ketika hendak memulai shalat, ...maka tidak disunnahkan pemberbaharui sunnah bersiwak..


Dan dibenci apa yang dilakukan sebagian orang awwam dari mereka yang mengikutsertakan siwak ke dalam masjid dan menggunakan didalam masjid setiap kali pembukaan shalat fardhu atau sunnah dan selepas shalat dua rakaat.


📚 As_siwak wamaa asybaha dzaka hal 55_72.


Berdalilkan :


Dalil pertama :


Dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (7513) dan Nasa’I di Sunan Kubro (3027) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:


  لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي ، لَأَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ بِوُضُوءٍ ، ومَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ ، وَلَأَخَّرْتُ عِشَاءَ الْآخِرَةِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ


“Kalau sekiranya tidak memberatkan umatku, saya akan perintahkan mereka setiap akan shalat dengan berwudu. Pada setiap kali wudu dengan menggunakan siwak. Saya akan akhirkan waktu isya’ akhir sampai sepertiga malam.” (Dihasankan oleh Albani menghasankan di ‘Shohih Jami’ (5318))


 Sisi pendalilan :


كما ان الوضوء لا يندب للراتبة التى بعد الفريضة فكذلك السواك


Sebagaimana wudhu tidak disunnahkan untuk shalat rawatib (sunnah) yang dilakukan setelah shalat fardhu, maka demikian pula bersiwak.


📚 Fathul bari 2/376


Dail kedua :


لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم الاستياك عند كل صلاة فلم ينقل عنه أنَّه يفتتح كل صلاة بسواك


"Tidak datang dari nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersiwak setiap kali shalat dan tidak pula dinukil dari beliau bahwa beliau shalallahu alaihi wasallam mengawali shalatnya dengan bersiwak.


📚 Kasyfu Al_litsam 1/269


Dalil ketiga :


لم ينقل عن النبي صلى الله عليه وسلم أنَّه جدد الوضوء لشيء من السنن إذا كان على طهارة فكذا إذا كان على سواك لكن لو تغير فمه استاك كما لو أحدث توضأ 


"Tidak dinukil dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau memperbaharui wudhunya untuk sesuatu dari shalat ² sunnah jika beliau dalam keadaan suci, maka demikian pula jika beliau telah bersiwak, akan tetapi jika bau mulutnya berubah beliau bersiwak sebagaimana jika beliau berhadats, beliau berwudhu lagi".


📚 Lihat As_siwak wama Asybaha dzaka hal 59


Dalil yang keempat:


كما أنَّه على وضوء فهو على سواك


Sebagaimana beliau dalam keadaan wudhu maka beliau juga dalam keadaan telah bersiwak"


📚  As_siwak wama Asybaha dzaka hal 55.


Dalil kelima :


شرع السواك لإكمال التنظيف والمصلي يناجي ربه فاستحب أن يناجيه طيب الفم فإذا تغير الفم شرع له السواك


"Siwak disyariatkan untuk kesempurnaan kebersihan dan orang yang shalat itu sedang bermunajat kepada rabbnya, maka disunnahkan bermunajatnya dia dalam keadaannya mulut harum, maka jika mulut berubah baunya maka disyariatkan bersiwak.


📚 Syarh At_talqin 1/167


2️⃣ Pendapat kedua :


Bersiwak itu pada saat wudhu, maka tidak disunnahkan lagi pada shalat kecuali jika ia tidak bersiwak sebelumnya ketika berwudhu.


Dan ini adalah madzhab hanafiyyah.


🖋️ Berkata az_zubaidy rahimahullah : 


 عندنا من سنن الوضوء وعند الشافعي من سنن الصلاة وفائدته إذا توضأ للظهر بسواك وبقي على وضوئه إلى العصر أو المغرب كان السواك الأول سنة للكل عندنا وعنده يسن أن يستاك لكل صلاة، وأمَّا إذا نسي السواك للظهر ثم ذكر بعد ذلك فإنَّه يستحب له أن يستاك حتى يدرك فضيلته.


" Bersiwak di sisi kami termasuk dari sunnah wudhu dan di sisi Imam Asy_syafi'i termasuk dari sunnah shalat. Dan faedahnya : jika dia berwudhu untuk shalat Dzuhur dengan bersiwak dan masih tetap dalam keadaan wudhunya suci hingga shalat ashar atau maghrib, maka bersiwak yang pertama adalah sunnah untuk semua shalat di sisi kami, dan di sisi imam asy_syaf'ii disunnahkan dia bersiwak untuk setiap shalat. Dan adapun jika lupa bersiwak untuk shalat Dzuhur kemudian teringat setelah shalat berikutnya maka disunnahkan untuknya bersiwak sampai ia mendapatkan keutamaan bersiwak ..


📚 Al_bahr Ar_raaiq 1/42,  Hasyiah Ibnu Abidin 1/233


Dalil mereka: 


Dalil pertama : 


Dari Abu Hurairah , dari Rasulullah shalallahu alaihi wasalla, beliau bersabda:


لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ.


 “Seandainya tidak memberatkan umatku, pasti aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudlu.” (HR Malik, Ahmad, dan an-Nasa`i mengeluarkannya, Ibn Khuzaimah menshahihkannya, dan al-Bukhari menyebutkannya secara ta’liq)


Dalil kedua '


dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:


  لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي ، لَأَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ بِوُضُوءٍ ، ومَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ ، وَلَأَخَّرْتُ عِشَاءَ الْآخِرَةِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ


“Kalau sekiranya tidak memberatkan umatku, saya akan perintahkan mereka ada setiap akan shalat dengan berwudu. Pada setiap kali wudu dengan menggunakan siwak. Saya akan akhirkan waktu isya’ akhir sampai sepertiga malam.”


Jadi sisi pendalilannya : 


السواك مستحب للوضوء 


Siwak disunnahkan ketika berwudhu.


📚 Lihat As_siwak wamaa asybaha dzaaka 65, Syarh Al_hidayah 1/145, Ma'arif As_sunan 1/146.


3️⃣. Pendapat ketiga.

Disunnahkan bersiwak ketika hendak shalat secara mutlak sama saja dia telah bersiwak saat wudhu atau tidak, ataukah dia telah shalat sebelumnya dengan shalat yang dia bersiwak di situ atau tidak. Dan ini adalah pendapat sebagian dari hanafiah dan ini adalah madzhab Syafi'iiyyan dan hanabilah dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Hazm.


📚 Lihat Hasyiah Ibnu Abidin 1/234, Al_Majmu: 1/274, Al_Iq'na ma'a khasyiah Al_khatib 1/181, Al_mughni 1/78, Al_furu' 1/126, Al_inshaf 1/118, dan Al_Mum'ti' 1/165. Al_muhalla 1/147.


Dalil mereka:


Yang pertama:


Dari shahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ


“Jikalau tidak memberatkan umatku; Niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak di setiap kali hendak sholat.” (HR. Muslim)


Lafadz Bukhari: 


مع كل صلاة


"Bersama setiap kali shalat"


Sisi pendalilan : 


كل من ألفاظ العموم فيعم كل صلاة.


"Dan kullu dari lafadz umum yang mencakup semua shalat"


📚 Lihat Al_Maj'mu' 1/274, Syarh Al_'Umdah liibnil Ath_thar 1/147.


Dan pendapat yang kuat adalah pendapat ketiga :


Disunnahkan bersiwak : setiap kali shalat sama saja dia telah bersiwak sebelumnya saat berwudhu atau tidak, ataukah :


setiap kali hendak shalat sama saja didahului shalat dengan bersiwak atau tidak. Maka hadits hadits bersiwak ketika hendak shalat itu umum.


Dan ini dikuatkan oleh Syaikh Al_Allamah Ibnu baz dan Al_allamah Al_Utsaimin rahimahumallaah.


🖋️Berkata Ibnu baz rahimahullah : 


ويستحب السواك أيضًا عند الدخول في الصلاة قبل أن يكبر للإحرام يستاك، ثم يكبر، سواء كان إمامًا أو مأمومًا أو منفردًا؛ لقول النبي ﷺ: لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك مع كل وضوء وفي اللفظ الآخر: مع كل صلاة


"Disunnahkan bersiwak setiap kali masuk shalat sebelum imam bertakbiratul ihram, dia bersiwak kemudian bertakbir, sama saja dia sebagai Imam atau makmum atau sendiri. Berdasarkan hadits nabi : seandainya tidak memberatkan ummatku, aku akan memerintahkan bersiwak bersama setiap kali shalat".


📚 Fatwa Nur 'Ala Darb 9//351.


🖋️ Berkata Asy_Syaikh Al_Allamah Al_Utsaimin rahimahullah :


السواك عند الصلاة سنة كما نص على ذلك أهل العلم مستدلين بقول النبي -صلى الله عليه وسلم-: «لولا أن أشق على أمتي؛ لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة» ولا شك أن السواك إذا قرب من الصلاة كان أطهر للفم؛ لأنك لو تسوكت مثلاً قبل أن تدخل المسجد فإنه فيما بين دخولك المسجد والصلاة قد يتغير الفم، لكن السواك عند الصلاة أطهر للفم.


"Bersiwak ketika hendak shalat adalah sunnah sebagaimana telah ditegaskan oleh ahli ilmu berdalilkan dengan sabda nabi shalallahu alaihi wasallam : 

Seandainya aku tidak memberatkan ummatku pasti aku memerintahkan mereka bersiwak ketika hendak shalat. Dan tanpa diragukan lagi bahwa bersiwak ketika dekat waktu shalat maka itu lebih membersihkan mulut, sebab seandainya jika kamu bersiwak sebelum masuk dalam masjid, maka diantara masuknya kamu dalam masjid dan shalat kadang bau mulut berubah. Akan tetapi bersiwak ketika hendak shalat maka itu lebih mensucikan mulut".


📚 Liqo Asy_syahri 9.

✍ Di susun : 

Abu Hanan As_Suhaily

15 rabiul awwal 1444_12/10/2022




*Tanya Jawab Seputar Sholat Jenazah*

 _*TANYA JAWAB SEPUTAR SHOLAT JENAZAH*_


bismillah 

'afwan yaa akhiy.

apakah bacaan shalawat kepada nabi muhammad dalam shalat jenazah (usai takbir kedua), apakah bacaannya sama seperti bacaan ketika tasyahud dalam shalat ?



*JAWABAN :*


Sholawat di baca setelah takbir ke dua, na'am sholawat ibrohimiyah


*PENANYA :*


apabila kiblat adalah di posisi barat, apakah kepala jenazah yang di depan imam diletakkan di posisi utara, dan kakinya di selatan ? ataukah boleh apabila kebalikannya ?



*JAWABAN :*


Jadikan kiblat di arah kanan nya si mayyit


Jama'ah sholat sebelah kirinya mayyit



*PENANYA :*


apakah jama'ah wajib merapatkan shaf ketika shalat jenazah ?



*JAWABAN :*


Shof sholat jenazah sama dengan shof sholat jama'ah, dari sisi lurus dan rapat nya



*PENANYA :*


apabila jenazah adalah wanita yang sudah baligh.

apakah boleh apabila ada lelaki yang bukan mahramnya ikut menurunkan (memegang) badannya ke liang lahad ?



*JAWABAN :*


Hendaknya dari anggota keluarga yang paling dekat dengan si jenazah wanita, kalau tidak di jumpai maka boleh selain anggota keluarga namun dengan catatan; hendaknya lelaki tersebut semalam ia belum menyentuh istrinya (dengan kata lain: belum junub semenjak semalam).



*PENANYA :*


dan berapakah jarak antara shaf pertama dengan shaf kedua pada shalat jenazah ?



*JAWABAN :*


Karena sholat jenazah tanpa sujud tanpa ruku', maka jarak shof depan dan berikut nya hanya jarak berdiri saja



✍️ *Di jawab oleh Al Ustadz Abu Sulaim Sulaiman Al-Ambooniy حفظه الله تعالى*



*Join Channel TELEGRAM :*

https://t.me/dars_ustadz_abu_sulaim_sulaiman/1701



#tanya #jawab

🌼~*Sholat Sunnah Subuh*~

_*BISMILLAAH*_ 

🌼~*SHOLAT SUNNAH SUBUH*~  


Shalat Sunnah Fajar dengan Dua Raka’at Ringan

Dalil yang menunjukkan bahwa shalat sunnah qobliyah Shubuh atau shalat Sunnah Fajar dilakukan dengan raka’at yang ringan, adalah hadits dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar yang berkata bahwa Ummul Mukminin Hafshoh pernah mengabarkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الأَذَانِ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلاَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu diam antara adzannya muadzin hingga shalat Shubuh. Sebelum shalat Shubuh dimulai, beliau dahului dengan dua raka’at ringan.” (HR. Bukhari no. 618 dan Muslim no. 723).

Dalam lafazh lain juga menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Sunnah Fajar dengan raka’at yang ringan. Dari Ibnu ‘Umar, dari Hafshoh, ia mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ لاَ يُصَلِّى إِلاَّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ

“Ketika terbit fajar Shubuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah shalat kecuali dengan dua raka’at yang ringan” (HR. Muslim no. 723).

‘Aisyah juga mengatakan hal yang sama,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ إِذَا سَمِعَ الأَذَانَ وَيُخَفِّفُهُمَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar adzan, beliau melaksanakan shalat sunnah dua raka’at ringan” (HR. Muslim no. 724).

Dalam lafazh lainnya disebutkan bahwa ‘Aisyah berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَيُخَفِّفُ حَتَّى إِنِّى أَقُولُ هَلْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh) dengan diperingan. Sampai aku mengatakan apakah beliau di dua raka’at tersebut membaca Al Fatihah?” (HR. Muslim no. 724).

_*•🌹semoga bermanfaat•*_

Menjama' di antara dua sholat wajib ketika hujan

✯◈🔰•°• 👑 •°•🔰◈✯
📚🛡Fatwa Syaikh Yahya Al-Hajury حفظه الله🛡📚
⛈Judul Fatwa:



Menjama' di antara dua sholat wajib ketika hujan


pertanyaan:


Apa hukum menjama' sholat ketika hujan?
💦Jawaban:


Yang menjama' ketika hujan adalah berdalil dengan hadits ibnu abbas:


"nabi صلى الله عليه وآله وسلم menjama' sholat di madinah tanpa ada khouf (takut musuh) dan tanpa ada hujan",


maka disebutkan/dimaksudkan hujan pada hadis tersebut mafhumnya (yang dipahami) adalah baiknya menjama' ketika hujan,


begitulah pendapat jumhur ahlul ilmi.

✵Ketika meninjau permasalahan dari sisi dalil-dalil dari Nabi صلى الله عليه وآله وسلم dimana terjadinya hujan di zaman beliau, dilihat bahwasanya beliau tidak menjama' sholat ketika hujan,


dan tatkala beliau berdoa meminta hujan kemudian turun hujan tidak ternukilkan beliau menjama' di antara dua shalat wajib selama satu minggu turunnya hujan itu seluruhnya.
Adapun dari ahlul ilmi yang menjama' ketika hujan maka mereka berpegang atas atsar ibnu abbas di atas,

akan tetapi sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم ,

dan seandainya menjama' adalah disyariatkan maka sungguh rasululloh صلى الله عليه وآله وسلم akan melakukannya walaupun satu kali saja.

¤═════¤۩🔲۩¤═════¤

Qunut Subuh


📌 TANYA JAWAB BERSAMA MASYAIKH YAMAN

✍🏼 Dialih bahasakan oleh al Ustadz 'Utsman as-Sandakani hafidzohulloh


📜Bismillaah. Afwan ustadz, mau tanya. Apa boleh seorang ma'mum mengikuti imam yang sedang qunut, sedangkan si ma'mum ini tahu kedudukan hadits qunut shubuh. Namun, si ma'mum ini ikut melakukan qunut Shubuh berdasarkan fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh al-'Utsaimin rohimahumallooh yang memberikan keringanan untuk ikut qunut Shubuh demi menjaga persatuan dan menghindari perselisihan, sedangkan keadaan masyarakat yang ma'mum ini berada di dalamnya tidak mempermasalahkan perbedaan ini?
Mohon penjelasannya pak ustadz...

📖 Jawaban:

 *Jawaban Asy Syaikh Abu Hatim Yusuf al Jazairy hafidzohulloh:*


Bid'ah itu selalu bergandengan dengan perpecahan, sebagaimana sunnah itu selalu bergandengan dengan persatuan. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah _rohimahulloh_ dan Al Imam as Syaatibi _rohimahulloh_ dan yg selainnya.
Dan dari dalil yang menunjukkan hal tersebut, firman Alloh _subhanahu wa ta'ala_ "Maka takkala mereka melupakan apa yang mereka telah diingatkan dengannya(perintah dari alQur'an dan assunnah) maka kami(Allah _subhanahu wa ta'ala) akan tanamkan diantara mereka permusuhan dan kebencian."
Maka meninggalkan amal untuk melakukan sunnah adalah merupakan sebab terjadinya perpecahan pada ummat. Allah _subhanahu wa ta'ala_ berfirman "Dan hendaknya, segolongan ummat dari kalian itu menyeru kepada kebaikan kemudian memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah kemungkaran, merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang berpecah belah, dan bersilisih, setelah nampak pada mereka itu penjelasan. Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat siksaan yang besar". Maka pada ayat ini menunjukkan bahwa pengingkaran terhadap suatu bid'ah dan menjelaskan bahwa hal tersebut bid'ah adalah merupakan sebab keberuntungan ummat. Dan tidak adanya pengingkaran terhadap bid'ah tersebut, bersamaan itu dia melakukan bid'ah tersebut maka itu Adalah merupakan sebab perpecahan ummat.
Berkata Asy Syaikh al 'Utsaimin _rohimahullooh_ tentang ayat tersebut, "Alloh Melarang untuk berpecah belah setelah Alloh menyebutkan perintah untuk amar bil ma'ruf dan mencegah terhadap kemungkaran. Menunjukkan bahwasanya meninggalkan amar ma'ruf dan nahiy al munkar. Adalah merupakan sebab perpecahan."
Jika telah tetap seperti demikian, *maka wajib bagi orang yang sholat dibelakang imam yang mengerjakan bid'ah, yang bidah tersebut tidak membatalkan sholatnya seperti halnya doa qunut pada sholat shubuh. Untuk tidak mengikuti imam dalam doa qunut dan bid'ahnya.* Karena sungguh qunut ini, diatas sifat (yang telah kita kenal bersama) adalah merupakan bid'ah yang bukan merupakan dari sunnah. Bahkan khulafa ur rosyidin (setelah nabi _shollallohu 'alaihi wa sallam_
Bahkan datang pengingkaran dari para sahabat akan qunut tersebut. Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Ahlussunnah. Dari Sa'ad ibn Thariq al Asyja'i ia berkata , saya berkata kepada bapakku "Sungguh kamu telah sholat dibelakang Rosululloh _shollallohu 'alaihi wa sallam_dan dibelakang Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali _rodhiyallohu ta'ala 'anhum, apakah mereka itu qunut dalam sholat shubuh?" Maka bapaknya menjawab "Wahai anakku, itu adalah perkara baru dalam agama(muhdats)." Dan hadits ini shohih dalam shohihul
Musnad Syaikh Muqbil.

Dan berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah _rohimahulloh_ "Siapa yang memperhatikan hadits-hadits, maka dia akan mengetahui dengan ilmu yang pasti. Bahwasanya Nabi _shollallohu 'alaihi wa sallam_ tidak terus menerus qunut, dalam sholat-sholat 5 waktu. Tidak pula dalam sholat shubuh, dan tidak pula selainnya, karena itulah, tidak dinukil salah seorangpun dari sahabat. Bahkan mereka mengingkarinya. Dan tidak seorangpun yang menukil dari Nabi _shollallohu 'alaihi wa sallam_ satu hurufpun dari apa yang disangka bahwasanya Nabi _shollallohu 'alaihi wa sallam_ itu berdoa dalam setiap qunut shubuh. Akan tetapi yang dinukil dari Nabi _shollallohu 'alaihi wa sallam_ bahwasanya apa yang Nabi berdoa itu karena ada suatu sebab seperti mendoakan suatu kaum akan kehancuran, dan mendoakan kejelekan pada suatu kaum" (Majmu'fatawa 4/414)
Dan telah ditanyakan kepada Al Imam Asy Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi'iy _rohimahulloh_ 
Kami sholat shubuh dibelakang imam yang melakukan qunut, apa yang harus kami lakukan disela-sela qunut tersebut, terkhusus lagi jika imamnya memanjangkan doa qunut.

Maka syaikh menjawab..
Dan kami menasihatkan ahlussunnah jika mereka mampu, membedakan diri mereka dari pelaku bid'ah. Dan hendaknya mereka lakukan, Walaupun mereka harus membangun masjid mereka dari tanah liat, walaupun mereka memperbaiki masjid mereka dari seng, sampai Allah memudahkan kepada mereka dari orang-orang yang melakukan kebaikan(muhsinin) dan memperbaiki masjid mereka. Adapun jika kalian terpaksa pada perkara tersebut untuk sholat dibelakang imam yang melakukan qunut maka sholat kamu itu shohih insyaaAllah. Akan tetapi kamu tidak boleh mengikutinya dalam qunut. Walaupun manusia meng-amin kannya. Maka kamu jangan meng-amin kan. Adapun mengangkat kedua tangan dalam qunut, maka tidak benar(shohih) dari Nabi _shollallohu 'alaihi wa sallam_. Dan telah datang hadits dari 'Abdillah ibn Nafi' ibn Abil umya' dan itu adalah hadits dho'if. Dan telah datang dari Musnad Imam Ahmad, yang nampaknya hadits tersebut shohih akan tetapi dalam hadits bukhari tidak ada tambahan mengangkat kedua tangan dalam qunut. Maka atas inilah kita tetap diatas hukum asal, tidak mengangkat kedua tangan dan dho'ifnya hadits mengangkat kedua tangan. Maka kamu jangan meng-aminkan dan kamu tetap dalam keadaan berdiri. Dan sholat kamu itu shohih insyaaAllah. Dan Rosululloh _shollallohu 'alaihi wa sallam_ bersabda, "Dan sholatlah kalian, jika mereka itu benar(para imam) maka pahala untuk kalian dan untuk mereka(imam). Dan jika imam itu salah(melakukan suatu bid'ah) maka kalian tetap mendapatkan pahala dan atas mereka(imam) menanggung dosanya"
(Dari kaset pertanyaan para pemuda di kushay ar)

Bukan pada hadits ini, sebagaimana yang telah disebutkan Syaikh Muqbil untuk mengikuti imam pada bid'ahnya, akan tetapi kesalahan imam atas imam tersebut dosanya dan kita tidak terlibat dalam dari dosa tersebut selama kita tidak melakukan amalan bid'ah tersebut (qunut)
kapan akan nampak dengan jelas, dan akan terjadi pembeda antara sunnah dengan bid'ah dalam sholat dan selainnya, Jika kita mengikuti para imam atas bid'ah mereka?
Maka wajib ada pembeda terhadap bid'ah mereka, dengan diamnya kita dari qunut tersebut dan tidak boleh mengikuti dalam permasalahan tersebut. Dan keikutsertaan makmum dalam imam sholat terhadap suatu bid'ah , timbul didalamya kerusakan yang banyak diantaranya
-akan memperbanyak orang-orang mereka yang akan melakukan bid'ah-bid'ah tersebut. Dan membuat tipuan kepada manusia dengan kita melakukan terhadap bid'ah tersebut. Dan kita ikut serta mengajak kepada bid'ah tersebut dengan melakukannya.

Dan juga bentuk pengagungan terhadap pelaku bidah tersebut dengan kita mengikutinya.
Yang dengannya akan bercampur sunnah dengan bid'ah. Dan bid'ah menjadi sunnah. Allohul musta'an.


 Syaikh Hasan Basyu'aib hafidzohulloh menjawab:

Yang paling kuat (rojih) adalah tidak mengikuti imam karena telah pasti akan kelemahan hadits-hadtis qunut dan itu adalah suatu bid'ah.
Dan imam hanyalah wajib untuk diikuti pada perkara perkara yg disyariatkan (bukan perkara bid'ah seperti qunut subuh).

 Syaikh 'Abdul Hamid al Hajurri hafidzohulloh menjawab:

Dia sholat bersamanya dan tidak mengikuti imam dalam qunut (mengangkat tangan dan mengaminkan).

 Syaikh Bajmal hafidzohulloh menjawab:

Sungguh imam dijadikan untuk diikuti (al hadits). Akan tetapi pada perkara yang disyariatkan. Adapun qunut subuh adalah bid'ah , maka tidak boleh diikuti atas bid'ah tersebut.

🏮 S E L E S A I

HUKUM RINGKAS SEPUTAR QUNUT NAZILAH

Makna Qunut
Qunut dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Diantaranya mempunyai arti : “Taat, Khusyu’, Sholat, Doa, Ibadah, Berdiri, Lama berdiri dalam sholat, dan Diam.”
Al-Ambari rohimahulloh berkata : “Qunut itu ada empat macam makna : Sholat, Lama Berdiri dalam sholat, Menegakkan Ketaatan (benar-benar melakukan amal ketaatan), dan Diam.” (lihat An-Nihayah fii Goribil Hadits wal Atsar, 4/96)
Adapun yang dimaksud disini adalah doa di dalam sholat, yang dilakukan setelah bangkit dari ruku’ pada roka’at  terakhir setiap sholat-sholat fardhu, atau pada roka’at terakhir dari sholat witir.
Yang dimaksud dengan Nazilah disini adalah peristiwa atau kejadian besar (luar biasa) yang dialami oleh kaum muslimin, apakah itu berupa bencana/musibah, serangan musuh atau peperangan, dan lain-lainnya.
Dalil-Dalil tentangnya
Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan disyari’atkannya hal itu, diantaranya adalah hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata : “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mendoakan kejelakan terhadap orang-orang yang membunuh para sahabatnya di Bi’ruma’unnah selama 30 hari, beliau mendoakan kejelekan terhadap kabilah Ri’il, Dzakwan, Lihyan dan Ushoyyah, yang mereka telah durhaka kepada Alloh dan Rosul-Nya…..” (HR Muslim no. 677)
Dalam riwayat lainnya : “Bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut selama satu bulan, setelah bangkit dari ruku’, beliau mendoakan kejelekan kepada suatu kabilah dari beberapa kabilah bangsa arab, kemudian setelah itu beliau meninggalkannya.” (HR Imam Al-Bukhori no. 4089 dan Muslim no. (677) (204) )
Dalam riwayat lainnya disebutkan, beliau berdoa : “Ya Alloh, laknatlah Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan Ushoiyyah, yang mereka telah durhaka kepada Alloh dan Rosul-Nya.”Anas berkata : “Kemudian sampailah berita kepada kami bahwa beliau meninggalkan qunut nazilah tersebut ketika turun ayat :
لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (١٢٨)
“Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imron : 128) (HR  Imam Muslim no. 274)
Dalam hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata : “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut nazilah terus menerus selama satu bulan, pada sholat dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh, di akhir sholat apabila beliau mengucapkan : “Sami’allohu liman hamidah”, dari roka’at yang terakhir, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka, yakni atas kabilah Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan, dan Ushoiyyah, dan orang-orang yang di belakang beliau (yakni para makmum) mengaminkannya, (dan sebab beliau melakukan qunut ini adalah) beliau mengutus para sahabat kepada mereka (kabilah-kabilah yang tersebut di atas) untuk mendakwahi mereka kepada Islam, tetapi ternyata kemudian mereka membunuhnya.”(HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad (1/301), Ibnu Khuzaimah dalam As-Shohih (no. 618) dan yang selainnya, sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam Irwa’ul Gholil (2/163) dan juga guru kami, Syaikh Muhammad bin Hizam hafidzhohulloh dalam Fathul Allam, 1/773)   
Dan masih banyak dalil-dalil lainnya. Berdasarkan dalil-dalil tersebut, maka jumhur ulama berpendapat disunnahkannya melakukan qunut nazuilah ketika terjadi musibah yang menimpa kaum muslimin, seperti ketika terjadi peperangan yakni diserangnya kaum muslimin oleh orang-orang kafir dan yang lainnya. Qunut nazilah itu bentuknya adalah mendoakan kebaikan atau kemenangan untuk kaum muslimin, dan mendoakan kehancuran atau kekalahan di pihak kaum kafirin atau musyrikin yang memerangi kaum muslimin.
(lihat : Syarh Al-Muhadzdzab (3/494) dan Al-Mughni (2/586-587) )
Pada sholat yang manakah qunut nazilah itu dilakukan ?
Dalam masalah ini ada beberapa pendapat para ulama sebagai berikut :
Pertama : Qunut Nazilah itu dilakukan secara khusus pada waktu sholat fajr / sholat shubuh saja, bukan pada waktu sholat-sholat lainnya. Ini pendapat Imam Ahmad dan Ishaq rohimahulloh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik sebagaimana disebutkan dalam shohih Al-Bukhori dan Muslim dan yang lainnya, disebutkan dengan taqyid (kepastian) bahwa beliau melakukan itu pada saat Sholat Fajr (Sholat Shubuh). (HRImam Al-Bukhori no. 1001Muslim no. 675 dan 677 (298, 299) )
Kedua : Qunut Nazilah itu dilakukan hanya pada waktu sholat Shubuh dan Sholat Maghrib saja, karena kedua sholat ini adalah sholat yang bacaan Al-Qur’annya dibaca dengan jahr (keras/nyaring), pada kedua ujung siang. Ini adalah pendapatnya Abul Khoththob Al-Hambali rohimahulloh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dalam As-Shohihain : “Bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada sholat maghrib dan fajr (shubuh).” (HR Imam Al-Bukhori no. 1004 dan Muslim no. 678)
Ketiga : Bahwa Qunut Nazilah itu dilakukan pada semua sholat yang lima waktu. Ini adalah pendapat para ulama Syafi’iyyah. Dalilnya adalah hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, bahwa beliau berkata : “Sungguh aku akan mendekatkan (yakni menunjukkan dan mencontohkan) kepada kalian sholatnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, adalah beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam qunut pada roka’at terakhir dari sholat dhuhur, sholat isya’ yang diakhirkan, sholat shubuh …….” (HRImam Al-Bukhori no. 797 dan Muslim no. 676)
Dalil lainnya adalah hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma sebagaimana yang telah disebutkan di atas. (HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad (1/301), Ibnu Khuzaimah dalam As-Shohih (no. 618) dan yang selainnya, sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam Irwa’ul Gholil (2/163) dan juga guru kami, Syaikh Muhammad bin Hizam hafidzhohulloh dalam Fathul Allam, 1/773)   
Dari sekian pendapat di atas, yang insya Alloh rojih (kuat dan terpilih) adalah pendapat terakhir, yakni pendapat para ulama Syafi’iyyah, dan inilah yang dirojihkan oleh Al-Imam As-Syaukani rohimahulloh dalam Nailul Author.
Adapun pendapat pertama dan kedua, yang berdalil dengan hadits-hadits yang menyebutkan sebagian sholat tertentu, hal itu tidak menunjukkan bahwa beliau tidak melakukan doa qunut pada sholat-sholat yang lainnya. Hanya saja diambil faedah dari dalil-dalil tersebut, bahwa beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam menjaga betul doa qunut pada waktu sholat tersebut lebih banyak dan lebih ditekankan daripada di waktu-waktu sholat yang lainnya. Wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Syarh Al-Muhadzdzab (3/505-506), Al-Mughni (2/586-587) dan Syarhus Sunnah (2/243-245) )
Dimanakah letak Doa Qunut Nazilah yang kita lakukan dalam sholat ?
Hadits-hadits yang menjelaskan tentang Doa Qunut Nazilah, sebagian besarnya menjelaskan letaknya, yaitu ba’da ruku’ (yakni setelah bangkit dari ruku’, pada roka’at terakhir dari sholat yang kita lakukan)
Dalil yang menunjukkan hal itu diantaranya adalah hadits Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma dalam Shohih Al-Bukhori (no. 4560) : “Bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’.” Juga hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu dalam Shohih Al-Bukhori (no. 797) dan Shohih Muslim (no. 676), kemudian juga hadits Khofaf bin Ima’ Al-Ghifari rodhiyallohu ‘anhu dalam Shohih Muslim (no. 679), juga kebanyakan dari hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dalam As-Shohihain, semuanya menjelaskan bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut ba’da (setelah) ruku’.
Kemudian datang pula riwayat-riwayat lainnya dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut sebelum ruku’. Lalu mana yang benar dari riwayat-riwayat tersebut ?
Al-Imam Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh menjelaskan : “Para A’immah (imam-imam Ahlul Hadits, yakni para ulama) mengingkari riwayat dari Ashim yang meriwayatkan dari Anas bin Malik, yang menjelaskan tentang qunut sebelum ruku’. Imam Ahmad mengatakan : “Ashim menyelisihi mereka semuanya, yakni menyelisihi sahabat-sahabat Anas. Kemudian beliau juga berkata : “(Dalam riwayat) Hisyam, dari Qotadah, dari Anas, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut ba’da ruku’.” (Dalam riwayat) At-Taimi, dari Abu Majlaz, dari Anas (seperti itu juga). (Dalam riwayat) Ayyub, dari Mujahid dia berkata : “Aku bertanya kepada Anas….” (Dalam riwayat) Handholah As-Sadusi, dari Anas : Ada empat sisi.. Abu Bakar Al-Khotib berkata dalam kitab Al-Qunut : “Adapun hadits Ashim Al-Ahwal, dari Anas, maka sesungguhnya dia bersendirian dalam riwayatnya (tentang qunut sebelum ruku’), dia menyelisihi semua sahabat-sahabat Anas yang meriwayatkan tentang qunut ba’da ruku’, oleh karena itu hukumnya adalah riwayat-riwayat yang banyak itu mengalahkan riwayat yang hanya satu orang saja (sebab riwayat yang demikian itu dianggap syadz, yakni ganjil atau “nyeleh”, menyelisihi riwayat yang mayoritas, edt.). Sebagian ulama muta’akhirin membawa pengertian hadits Anas tentang qunut sebelum ruku’ itu pada pengertian/makna lain dari ruku’ itu, yakni maksudnya adalah “itholatul qiyaam”(lama berdiri sebelum ruku’, bukan bermakna melakukan doa qunut, edt.), sebagaimana dalam hadits : “Afdholus Sholati thulul qunut” (seutama-utama sholat adalah yang panjang/lama berdirinya…” (Fathul Bari, Syarh Shohih Al-Bukhori (6/276), karya Al-Hafidz Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh) Hal seperti inipun juga dijelaskan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam kitab beliau Zaadul Ma’aad.
Al-Imam Al-Baihaqy rohimahulloh berkata : “Riwayat-riwayat tentang qunut ba’da ruku’ itu lebih banyak dan lebih terjaga/terpelihara. Atas pendapat inilah para Kholifah Ar-Rosyidun rodhiyallohu ‘anhum ajma’in berjalan/berpendapat, sebagaimana riwayat-riwayat yang shohih dan masyhur dari mereka.” (As-Sunan Al-Kubro, 2/208)
Guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzohulloh berkata pula : “Jumhur ulama telah berpendapat bahwa qunut itu adalah ba’da ruku’, dan inilah pendapat yang benar.” (Fathul ‘Allam, 1/775) Wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Al-Mughni (2/581-582), Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (3/506) )
Apakah disyari’atkan dengan mengangkat tangan ketika doa qunut ?
Jawabnya : Ya benar, disunnahkan untuk mengangkat tangan tatkala melakukan doa qunut. Ini adalah pendapat para ulama, diantaranya Imam Ahmad, Ishaq, Ashabur Ro’yi, dan pendapat yang shohih dari beberapa pendapat para ulama madzhab As-Syafi’iyyah.
Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits yang menganjurkan mengangkat tangan ketika berdoa, seperti hadits Salman Al-Farisi rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Robb-mu Pemalu lagi Pemurah. Apabila hamba-Nya mengangkat tangan kepada-Nya, maka Dia malu kalau hamba-Nya tersebut mengembalikan tangannya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan doanya, edt.)” (HR Abu Dawud no. 1488, At-Tirmidzi no. 3556, Ibnu Majah no. 3865, dan Al-Hakim (1/497), dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam Shohih Ibnu Majah no. 3131 dan Al-Misykah no. 2244, tetapi guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh mengatakan : “Yang rojih hadits ini Mauquf pada Salman, adapun secara Marfu’ hadits ini Dho’if.” (Bulughul Marom, dengan Tahqiq dan Takhrij oleh guru kami tersebut, penerbit Maktabah Ibnu Taimiyyah, Darul Hadits Dammaj, Sho’dah, Yaman) Wallohu a’lamu bis showab.
Mereka juga berdalil dengan hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata :“Aku melihat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam setiap kali sholat pagi hari (yakni Sholat Shubuh) beliau mengangkat kedua tangannya mendoakan kebinasaan atas mereka, yakni orang-orang yang telah membunuh sahabat-sahabat beliau.” (HRImam Muslim)
Imam Ahmad bin hambal rohimahulloh juga menyebutkan riwayat hadits dengan sanad-sanadnya dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dalam suatu hadits yang panjang, Anas rodhiyallohu ‘anhu berkata : “Aku tidak pernah melihat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mendapati suatu permasalahan yang membuat beliau berduka/bersedih karenanya (kecuali beliau bersedih) atas mereka (para sahabatnya yang terbunuh). Sungguh, aku melihat  Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam setiap kali sholat di pagi hari (yakni sholat shubuh) beliau mengangkat kedua tangannya, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka (kaum yang telah membunuh para sahabatnya tersebut..).” (HR Imam Ahmad, no. 12.402, sanad-sanadnya shohih menurut syarat Imam Muslim)
Dan masih banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan disunnahkan untuk mengangkat tangan ketika melakukan doa qunut, baik oleh Imam maupun makmum semuanya, wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Syarh Al-Muhadzdzab (3/507)
Apakah Makmum disunnahkan untuk mengaminkan doa qunutnya Imam ?
Jawabnya : Ya, disunnahkan bagi makmum mengaminkan doa qunutnya imam. Dalilnya sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma yang telah disebutkan di atas.
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata : “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut nazilah terus menerus selama satu bulan, pada sholat dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh, di akhir sholat apabila beliau mengucapkan : “Sami’allohu liman hamidah”, dari roka’at yang terakhir, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka, yakni atas kabilah Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan, dan Ushoiyyah, dan orang-orang yang di belakang beliau (yakni para makmum) mengaminkannya, (dan sebab beliau melakukan qunut ini adalah) beliau mengutus para sahabat kepada mereka (kabilah-kabilah yang tersebut di atas) untuk mendakwahi mereka kepada Islam, tetapi ternyata kemudian mereka membunuhnya.” (HR Imam Ahmad dalamAl-Musnad (1/301), Ibnu Khuzaimah dalam As-Shohih (no. 618) dan yang selainnya, sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalamIrwa’ul Gholil (2/163) dan juga guru kami, Syaikh Muhammad bin Hizam hafidzhohulloh dalam Fathul Allam, 1/773)   
Para ulama berdalil dengan hadits tersebut di atas untuk menunjukkan disunnahkannya bagi makmum mengaminkan doa qunutnya imam. Bahkan Al-Imam Ibnu Khuzaimah rohimahulloh dalam Shohih-nya (1/313) membawakan bab dengan judul “BAB BAHWA QUNUT ITU UNTUK SEMUA SHOLAT (YANG LIMA WAKTU), DAN MAKMUM MENGAMINKAN IMAM KETIKA MELAKUKAN DOA QUNUT”. Setelah itu beliau membawakan dalil-dalil tentang masalah ini.
Al-Imam Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan : “Apabila imam melakukan doa qunut, maka orang-orang yang dibelakangnya (yakni para makmum) hendaknya mengaminkannya. Dalam masalah ini tidak ada khilaf (perselisihan diantara para ulama).” (Al-Mughni, 2/584)
Apakah ada dalil yang menunjukkan lafadz doa tertentu untuk Qunut Nazilah ?
Sepanjang yang kami ketahui, tidak ada dalil khusus yang menunjukkan lafadz tertentu untuk doa dalam qunut nazilah. Para ulama memberikan keluasan dalam masalah ini. Oleh karena itu boleh berdoa apa saja sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan sesuai keadaan orang yang tertimpa musibah.
Al-Qodhi Iyyadh rohimahulloh menukil ijma’ (kesepakatan) para ulama tentang tidak adanya doa khusus/tertentu dalam qunut nazilah ini. Al-Imam Ibnu Sholah rohimahulloh menganggap orang yang berpendapat adanya doa khusus dalam qunut nazilah ini adalah pendapat yang keliru dan menyelisihi pendapat jumhur ulama. Wallohu a’lamu bis showab.
(lihat Al-Majmu’ (3/477) karya Al-Imam An-Nawawi rohimahulloh dan Majmu’ Al-Fatawa (23/108) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh)

Abu Abdirrohman Yoyok WN
sumber : darul ilmi

Perintah untuk meluruskan shaf

بسم الله الرحمن الرحيم
Salah satu sunnah (petunjuk) Nabi yang telah banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin adalah meluruskan, merapatkan, dan menyempurnakan shaf di dalam shalat. Kita melihat ada di antara mereka yang shafnya renggang dan ada pula yang tidak sejajar. Ada pula yang shaf depannya belum penuh, lalu makmum sudah membuat shaf yang baru di belakangnya.
Pada kesempatan ini, kami akan menyampaikan beberapa dalil yang menerangkan tentang perintah untuk meluruskan dan merapatkan shaf dari hadits-hadits yang shahih. Wallahul musta’an.
A. Perintah untuk meluruskan shaf.

1.Dari An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah
صلى الله عليه عليه وسلمbersabda:

لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” [HR Al Bukhari (177) dan Muslim (436)]
Hadits ini mengandung perintah yang sangat tegas bagi kita untuk meluruskan shaf , dan ancaman yang sangat keras bagi yang tidak melakukannya.
Imam An Nawawi rahimahullah berkata:
“Yang tampak (bagi kami) -wallahu a’lam- maknanya adalah: Allah akan menimbulkan permusuhan, kebencian, dan perselisihan hati di antara kalian.”
2.Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullahصلى الله عليه عليه وسلمbersabda:

سووا صفوفكم فإن تسوية الصف من تمام الصلاة
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya kelurusan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.”[HR Muslim (433)]
Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa di antara hal yang membuat shalat kita menjadi sempurna adalah shaf yang lurus.  Artinya, jika shaf shalat tidak lurus maka shalat berjamaah kita menjadi kurang nilainya.

B. Perintah untuk merapatkan shaf.

3.Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ، فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ، فَقَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا، فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
“Shalat telah ditegakkan (iqamah), lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم menghadap kepada kami, lalu berkata: “Luruskan shaf-shaf kalian dan saling merapatlah kalian. Sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.”
[HR Al Bukhari (719)]
Di dalam hadits ini terdapat perintah tambahan, yaitu perintah untuk saling merapatkan shaf. Cara merapatkan shaf adalah adalah dengan menempelkan telapak kaki kita dengan telapak kaki orang yang ada di sebelah kanan dan kiri kita, sebagaimana yang akan dijelaskan pada hadits Anas bin Malik dan An Nu’man bin Basyir setelah ini.
Hadits ini juga mengandung petunjuk bagi imam, bahwasanya imam itu ketika meluruskan shaf harus berbalik badan menghadap ke arah makmum agar mengetahui kondisi shaf. Imam tidak cukup meluruskan shaf dengan posisi badan dan kepala tetap menghadap ke depan. Ini adalah suatu kesalahan yang sering dilakukan oleh para imam shalat.


C. Perintah untuk meluruskan dan merapatkan shaf.

4.Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah
صلى الله عليه عليه وسلمbersabda:

أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ولا تذروا فرجات للشيطان، ومن وصل صفا وصله الله ومن قطع صفا قطعه الله
“Luruskanlah shaf-shaf, sejajarkanlah pundak dengan pundak, isilah bagian yang masih renggang, bersikap lembutlah terhadap lengan teman-teman kalian (ketika mengatur shaf), dan jangan biarkan ada celah untuk (dimasuki oleh) syaithan. Barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya), dan barangsiapa yang memutus shaf maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya).”
[HR Abu Daud (666). Hadits shahih.]
Hadits ini berisi beberapa faidah, di antaranya:

a.Perintah untuk meluruskan shaf, yaitu dengan cara menyejajarkan kaki dan pundak.
b.Perintah untuk mengisi bagian shaf yang masih kosong.
c.Perintah untuk bersikap lemah dan lembut ketika mengatur barisan shaf, dan tidak asal menarik makmum ke depan atau mendorong mereka ke belakang.
d.Perintah untuk merapatkan shaf dengan serapat-rapatnya agar tidak ada celah antara dua orang yang bersebelahan untuk dimasuki oleh syaithan.
e.Menyambung shaf adalah salah satu sebab untuk mendapatkan rahmat Allah. Sebaliknya, memutuskan shaf adalah salah satu sebab terputusnya seseorang dari rahmat Allah.

D. Cara meluruskan dan merapatkan shaf yang benar.

5.Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
“Dahulu (pada masa Nabi) salah seorang dari kami menempelkan pundaknya dengan pundak teman (di sebelah)nya dan tapak kakinya dengan tapak kaki teman (di sebelah)nya.”
[HR Al Bukhari (725)]
6.Dari An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

فرأيت الرجل يلزق منكبه بمنكب صاحبه وركبته بركبة صاحبه وكعبه بكعبه
“Saya melihat seseorang menempelkan pundaknya dengan pundak teman (di sebelah)nya, lututnya dengan lutut teman (di sebelah)nya, dan mata kakinya dengan mata kaki teman (di sebelah)nya.”[HR Abu Daud (662)]
Kedua hadits di atas, yaitu hadits Anas dan hadits An Nu’man rhadhiallahu ‘anhuma, menerangkan kepada kita tentang cara merapatkan dan meluruskan shaf dengan benar.

E. Perintah untuk menyempurnakan shaf yang terdepan terlebih dahulu.

7.Dari Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah
صلى الله عليه عليه وسلمbersabda:

ألا تصفون كما تصف الملائكة عند ربها؟ فقلنا: يا رسول الله، وكيف تصف الملائكة عند ربها؟ قال: يتمون الصفوف الأول ويتراصون في الصف
“Tidakkah kalian bershaf sebagaimana para malaikat bershaf di sisi Rabb mereka?” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara para malaikat bershaf di sisi Rabb mereka?” Nabi menjawab: “Mereka menyempurnakan shaf-shaf yang terdepan dan saling merapat di dalam shaf.”[HR Muslim (430)]
8.Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullahصلى الله عليه عليه وسلمbersabda:

أتموا الصفوف فإني أراكم خلف ظهري
“Sempurnakanlah shaf-shaf, karena sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.”[HR Muslim (434)]
Kedua hadits di atas (hadits Jabir dan hadits Anas) mengandung perintah kepada kita untuk menyempurnakan shaf yang lebih depan terlebih dahulu, barulah mengisi shaf yang berikutnya, dengan tetap merapatkan barisan shaf.
Demikianlah cara para malaikat berbaris di sisi Allah ta’ala. Hadits Jabir juga mengandung perintah agar kita meneladani dan mengambil contoh kebaikan dari hamba-hamba Allah yang shalih.

F. Cara menyempurnakan shaf yang benar. 9.Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullahصلى الله عليه عليه وسلمbersabda:

أتموا الصف المقدم ثم الذي يليه، فما كان من نقص فليكن في الصف المؤخر
“Sempurnakankanlah shaf yang lebih depan, kemudian barulah yang setelahnya. Jika ada kekurangan (makmum), maka hendaklah pada shaf yang terakhir.”[HR Abu Daud (671). Hadits shahih.]
Hadits ini menerangkan bahwa shaf-shaf yang terdepan haruslah dipenuhkan dengan sempurna. Bila jumlah makmum yang belum mengatur barisan tinggal sedikit, maka hendaknya mereka membentuk barisan shaf di bagian paling belakang.
G. Larangan untuk membuat shaf sejajar dengan tiang mesjid.

10.Dari Abdul Hamid bin Mahmud, dia berkata:

صليت مع أنس بن مالك يوم الجمعة، فدفعنا إلى السواري، فتقدمنا وتأخرنا، فقال أنس: كنا نتقي هذا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Saya shalat bersama Anas bin Malik pada hari Jum’at. Kami beranjak ke tiang-tiang mesjid. Ada di antara kami yang maju dan ada pula yang mundur. Lalu Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: “Dahulu kami selalu menghindari ini pada masa Rasulullahصلى الله عليه وسلم.”
[HR Abu Daud (673) dan At Tirmidzi (229). Hadits shahih.]
Di dalam hadits di atas, terdapat larangan untuk membuat shaf yang berada sejajar dengan tiang-tiang mesjid. Alasannya adalah karena hal ini dapat membuat shaf menjadi terputus sehingga mengurangi kesempurnaan shalat. Larangan ini bersifat makruh. Demikian pendapat sebagian ulama seperti Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih.
Demikianlah beberapa hadits shahih yang menerangkan dan mengajarkan kepada kita tentang perintah dan cara untuk meluruskan, merapatkan, dan menyempurnakan shaf yang baik dan benar demi tercapainya kesempurnaan shalat berjamaah yang kita lakukan. Masih ada dalil-dalil yang lain dalam masalah ini, namun kami cukupkan sampai di sini. وبالله التوفيق

oleh ustad M Zaki Hidayat

_*NASEHAT UNTUK SEKIRANYA TIDAK MEMONDOKKAN ANAK SEBELUM MENCAPAI BALIGH*_

_*Telah Di Periksa Oleh Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy حفظه الله تعالى*_                بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَن...