SAUDARAKU, MULAILAH
DARI DIRIMU SEBELUM ANAKMU.......
"Metode Salaf dalam Mendidik Anak"
Tidak syak bahwa orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. Maka
kesholehan orang tua pun mempunyai andil besar dalam usaha untuk mewujudkan
kesholehan anak. Oleh karena itu, ketika Maryam datang kepada kaumnya dengan
membawa Isa yang masih bayi, dengan serentak mereka mengingkarinya. Hal ini
dikarenakan bahwa orang tua Maryam adalah orang-orang yang sholeh yang
terjauhkan dari perbuatan keji yang mereka sangkakan kepada Maryam.
Alloh w berfirman:
فَأَتَتۡ
بِهِۦ قَوۡمَهَا تَحۡمِلُهُۥۖ قَالُواْ يَٰمَرۡيَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ شَيۡٔٗا
فَرِيّٗا ٢٧ يَٰٓأُخۡتَ هَٰرُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ ٱمۡرَأَ سَوۡءٖ وَمَا
كَانَتۡ أُمُّكِ بَغِيّٗا ٢٨ فَأَشَارَتۡ إِلَيۡهِۖ قَالُواْ كَيۡفَ
نُكَلِّمُ مَن كَانَ فِي ٱلۡمَهۡدِ صَبِيّٗا ٢٩
“ Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya.
Kaumnya berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu
yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah
seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina." [QS.
Maryam: 28-29]
Imam As-Sa’diy mengatakan dalam tafsir ayat ini: “Yang demikian itu
(yakni sebab pengingkaran mereka terhadap Maryam) dikarenakan suatu keturunan
pada mayoritasnya mengambil dari (orang tua) pada kesholehan maupun
kebalikannya. [Tafsir As-Sa’diy: 492]
Diriwayatkan dari Abdulloh bin Buroidah, berkata: “Ayahku melihat
manusia, sebagiannya lewat di depan sebagian yang lain yang sedang sholat, maka
beliau berkata: “Engkau akan melihat anak-anak mereka apabila telah besar akan
mengatakan: “Sesungguhnya kami dapati bapak-bapak kami perbuatannya demikian.”
[Mushonnaf Ibni Abi Syaibah: 1/ 282-283]
Demikian pula dalam menuntut ilmu. Apabila orang tua ingin menjumpai
anak-anak semangat dalam menuntut ilmu dan menjadi pengembannya, maka hendaknya
dia pun menghiasi dirinya dengan perkara tersebut.
Al-Fudhoil bin ‘Iyadh berkata: “Malik bin Dinar melihat seorang
laki-laki yang jelek sholatnya, maka beliaupun berkata: “Betapa kasihannya aku
kepada keluarganya…”
Dikatakan kepada beliau: “Wahai Abu Yahya, orang tersebut jelek
sholatnya, tapi engkau malah kasihan terhadap keluarganya?! Beliaupun menjawab:
“Sesungguhnya dia adalah tetua mereka, dan darinyalah mereka belajar. (Kalau
yang mengajari demikian keadaan sholatnya, maka bagaimana dengan
keluarganya?!)” [Al-Hilyah: 2/ 383]
Telah kita lewati di depan bahwa Alloh memerintahkan kepada kita untuk
menjaga diri-diri kita sebelum yang lainnya dari api neraka.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا ….٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka...” [At-Tahriim: 6]
Jangan sampai seseorang memerintahkan kepada anak kebaikan tapi malah
membiarkan dirinya bergelimang dosa dan kemaksiatan.
Alloh telah berfirman:
۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ
بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا
تَعۡقِلُونَ ٤٤
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan
diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Tidaklah kamu itu
berpikir?!” [QS. Al-Baqoroh: 44]
Sungguh, seorang yang demikian ini dikhawatirkan mendapatkan kemurkaan
yang dahsyat dari Alloh, sebagaimana dalam firman Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا
تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا
تَفۡعَلُونَ ٣
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” [As-Shoff: 2-3]
Ketahuilah, bahwa kesholehan orang tua merupakan sebab penjagaan Alloh
terhadap keturunannya. Walaupun orang tua tersebut telah meninggal. Hal ini
sebagaimana yang Alloh tunjukkan pada kisah perjalanan Nabi Musa bersama Nabi
Khidhir ketika melewati sebuah tembok yang hampir roboh, maka merekapun segera
memperbaikinya walau tanpa mendapat imbalan sedikitpun. Dan ketika Nabi Musa
bertanya tentang sebab pendorong perbuatan tersebut, Nabi khidhir menjawab:
وَأَمَّا
ٱلۡجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيۡنِ يَتِيمَيۡنِ فِي ٱلۡمَدِينَةِ وَكَانَ تَحۡتَهُۥ
كَنزٞ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحٗا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبۡلُغَآ
أَشُدَّهُمَا وَيَسۡتَخۡرِجَا كَنزَهُمَا رَحۡمَةٗ مِّن رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلۡتُهُۥ
عَنۡ أَمۡرِيۚ ذَٰلِكَ تَأۡوِيلُ مَا لَمۡ تَسۡطِع عَّلَيۡهِ صَبۡرٗا ٨٢
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Robb-mu menghendaki agar supaya mereka
sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat
dari Robb-mu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.
Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya." [QS. Al-Kahfi: 82]
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata: “Maka sebagai bentuk kesyukuran
Alloh kepada seorang bapak yang sholeh tersebut adalah dengan mengasihi
anak-anaknya. Dan ini merupakan berkah dari kesholehan yang ada pada orang tua,
sehingga Alloh menjaga anak-anaknya.” [Tafsir Al-‘Utsaimin- al Kahfi: 123]
Oleh:Abu
Zakaria Irham,
Diposting di group WA “ الأُخُوَّة
الإسْلامِيَّة
“ oleh Abu Jundi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar