DIMANA POSISI MUADZIN (?)
___________________________
Ditulis oleh: Abu Turob al-Jawiy
Markiz Ahlussunnah - Bengkulu Utara, 3 Ramadhan 1434 H
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله ومن والاه أما بعد.
Ada sebagian ikhwan menanyakan tentang posisi dan tempat muadzin ketika mengumandangkan adzan, maka inilah jawabannya, mudah-mudah memberi faedah bagi semua.
Mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi (Risalah seperti ini pernah kami tunjukkan kepada Syaikh Yahya al-Hajuri, Syaikh Jamil Assulwi, dan Syaih Ahmad Al-Wasshoobi (Imam masjid di Dammaj) حفظهم الله, dan mereka menyetujuinya, hanya saja di Dammaj tidak bisa di terapkan karena faktor keamanan dll.)
Dalil – dalil atas perkara ini sebagai berikut :
Dalil pertama :
قال الإمام البخاري رحمه الله برقم: ( 1819 )- حدثنا عبيد الله بن إسماعيل عن أبي أسامة عن عبيد الله عن نافع عن ابن عمر والقاسم بن محمد عن عائشة رضي الله عنها : أن بلالا كان يؤذن بليل فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( كلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر ) قال القاسم : ولم يكن بين أذانهما إلا أن يرقى ذا وينزل ذا .
Imam Bukhori رحمه الله meriwayatkan (1819) dengan sanadnya dari 'Aisyah rodhialloohu 'anha bahwa Bilal rodhialloohu 'anhu mengumandangkan adzan dimalam hari, maka nabi shollalloohu 'alaihi wasallam mengatakan : "Silahkan makan dan minumlah kalian sampai beradzan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidaklah beradzan sehingga terbit fajar".
Berkata Qoosim: dan tidaklah jarak antara adzan keduanya kecuali antara naik ini dan turun ini. Selesai.
Berkata Alhaafidh rohimahullooh di Al Fath (2/105) yang intinya : bahwa riwayat ini bukan mursal karena dalam riwayat lainnya di Nasai bahwa yang mengatakan naik ini dan turun ini adalah 'Aisyah rodhialloohu 'anha, maka makna riwayat Bukhori adalah berkata Qoosim dalam riwayat 'Aisyah rodhialloohu 'anha.
Dalil kedua:
قال الإمام الطحاوي رحمه الله في شرح معاني الآثار ( 782) حدثنا علي بن معبد قال ثنا روح قال ثنا شعبة قال سمعت خبيب بن عبد الرحمن يحدث عن عمته أنيسة أن نبي الله صلى الله عليه و سلم قال :" إن بلالا أو بن أم مكتوم ينادي بليل فكلوا واشربوا حتى ينادى بلال أو بن أم مكتوم فكان إذا نزل هذا وأراد هذا أن يصعد تعلقوا به وقالوا كما أنت حتى تتسحر. [إسناده صحيح رجاله ثقات.]
Imam Thohawi meriwayatkan di kitab Syarh Musyqilul Atsar (782) dengan sanad shohih dari 'Unaisah rodhialloohu 'anha berkata : bahwa Nabi shollalloohu 'alaihi wasallam berkata :"Sesungguhnya Bilal atau Ibnu Ummi Maktuum menyeru (mengumandangkan adzan) di waktu malam (adzan pertama), maka makan dan minumlah kalian sampai beradzan Bilal atau Ibnu Ummi Maktum, maka apabila yang ini turun dan yang satunya hendak naik, mereka bergelanyut kepadanya (memeganginya) sembari mengatakan : tetaplah kamu di tempatmu (jangan naik dahulu) sampai engkau bersahur."
Dalil ketiga:
قال الإمام أبو داود رحمه الله (1 / 204رقم:9) حدثنا أحمد بن محمد بن أيوب حدثنا إبراهيم بن سعد عن محمد بن إسحاق عن محمد بن جعفر بن الزبير عن عروة بن الزبير عن امرأة من بنى النجار قالت كان بيتى من أطول بيت حول المسجد وكان بلال يؤذن عليه الفجر فيأتى بسحر فيجلس على البيت ينظر إلى الفجر فإذا رآه تمطى ثم قال اللهم إنى أحمدك وأستعينك على قريش أن يقيموا دينك قالت ثم يؤذن قالت والله ما علمته كان تركها ليلة واحدة تعنى هذه الكلمات.
[ حديث حسن ، ابن إسحاق وإن كان مدلسا فقد صرح بالتحديث عند ابن هشام في السيرة (1/509) انظر الإرواء (229)]
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad yang hasan (no: 9) dari seorang Shohabiyah bani Najjar berkata: dahulu rumahku adalah rumah yang paling tinggi di sekitar masjid, dan adalah Bilal rodhialloohu 'anhu selalu mengumandangkan adzan fajar diatasnya, dia datang keatas rumahku pada waktu sahur duduk diatas rumah menunggu untuk melihat fajar, maka jika dia melihatnya dia mengulurkan nafas sembari mengatakan : Ya Allooh sungguh aku memujiMu dan aku minta pertolonganMu untuk menghadapi Quraisy untuk mengakkan agamaMu. Lalu dia beradzan, perempuan itu berkata: demi Allooh aku tidak mengetahui bahwa dia meninggalkan ucapan ini satu malampun.
[Hadits Hasan walaupun di dalamnya ada 'an'anah Ibnu Ishaq akan tetapi dia telah menyatakan tashrih dengan had
___________________________
Ditulis oleh: Abu Turob al-Jawiy
Markiz Ahlussunnah - Bengkulu Utara, 3 Ramadhan 1434 H
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله ومن والاه أما بعد.
Ada sebagian ikhwan menanyakan tentang posisi dan tempat muadzin ketika mengumandangkan adzan, maka inilah jawabannya, mudah-mudah memberi faedah bagi semua.
Mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi (Risalah seperti ini pernah kami tunjukkan kepada Syaikh Yahya al-Hajuri, Syaikh Jamil Assulwi, dan Syaih Ahmad Al-Wasshoobi (Imam masjid di Dammaj) حفظهم الله, dan mereka menyetujuinya, hanya saja di Dammaj tidak bisa di terapkan karena faktor keamanan dll.)
Dalil – dalil atas perkara ini sebagai berikut :
Dalil pertama :
قال الإمام البخاري رحمه الله برقم: ( 1819 )- حدثنا عبيد الله بن إسماعيل عن أبي أسامة عن عبيد الله عن نافع عن ابن عمر والقاسم بن محمد عن عائشة رضي الله عنها : أن بلالا كان يؤذن بليل فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( كلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر ) قال القاسم : ولم يكن بين أذانهما إلا أن يرقى ذا وينزل ذا .
Imam Bukhori رحمه الله meriwayatkan (1819) dengan sanadnya dari 'Aisyah rodhialloohu 'anha bahwa Bilal rodhialloohu 'anhu mengumandangkan adzan dimalam hari, maka nabi shollalloohu 'alaihi wasallam mengatakan : "Silahkan makan dan minumlah kalian sampai beradzan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidaklah beradzan sehingga terbit fajar".
Berkata Qoosim: dan tidaklah jarak antara adzan keduanya kecuali antara naik ini dan turun ini. Selesai.
Berkata Alhaafidh rohimahullooh di Al Fath (2/105) yang intinya : bahwa riwayat ini bukan mursal karena dalam riwayat lainnya di Nasai bahwa yang mengatakan naik ini dan turun ini adalah 'Aisyah rodhialloohu 'anha, maka makna riwayat Bukhori adalah berkata Qoosim dalam riwayat 'Aisyah rodhialloohu 'anha.
Dalil kedua:
قال الإمام الطحاوي رحمه الله في شرح معاني الآثار ( 782) حدثنا علي بن معبد قال ثنا روح قال ثنا شعبة قال سمعت خبيب بن عبد الرحمن يحدث عن عمته أنيسة أن نبي الله صلى الله عليه و سلم قال :" إن بلالا أو بن أم مكتوم ينادي بليل فكلوا واشربوا حتى ينادى بلال أو بن أم مكتوم فكان إذا نزل هذا وأراد هذا أن يصعد تعلقوا به وقالوا كما أنت حتى تتسحر. [إسناده صحيح رجاله ثقات.]
Imam Thohawi meriwayatkan di kitab Syarh Musyqilul Atsar (782) dengan sanad shohih dari 'Unaisah rodhialloohu 'anha berkata : bahwa Nabi shollalloohu 'alaihi wasallam berkata :"Sesungguhnya Bilal atau Ibnu Ummi Maktuum menyeru (mengumandangkan adzan) di waktu malam (adzan pertama), maka makan dan minumlah kalian sampai beradzan Bilal atau Ibnu Ummi Maktum, maka apabila yang ini turun dan yang satunya hendak naik, mereka bergelanyut kepadanya (memeganginya) sembari mengatakan : tetaplah kamu di tempatmu (jangan naik dahulu) sampai engkau bersahur."
Dalil ketiga:
قال الإمام أبو داود رحمه الله (1 / 204رقم:9) حدثنا أحمد بن محمد بن أيوب حدثنا إبراهيم بن سعد عن محمد بن إسحاق عن محمد بن جعفر بن الزبير عن عروة بن الزبير عن امرأة من بنى النجار قالت كان بيتى من أطول بيت حول المسجد وكان بلال يؤذن عليه الفجر فيأتى بسحر فيجلس على البيت ينظر إلى الفجر فإذا رآه تمطى ثم قال اللهم إنى أحمدك وأستعينك على قريش أن يقيموا دينك قالت ثم يؤذن قالت والله ما علمته كان تركها ليلة واحدة تعنى هذه الكلمات.
[ حديث حسن ، ابن إسحاق وإن كان مدلسا فقد صرح بالتحديث عند ابن هشام في السيرة (1/509) انظر الإرواء (229)]
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad yang hasan (no: 9) dari seorang Shohabiyah bani Najjar berkata: dahulu rumahku adalah rumah yang paling tinggi di sekitar masjid, dan adalah Bilal rodhialloohu 'anhu selalu mengumandangkan adzan fajar diatasnya, dia datang keatas rumahku pada waktu sahur duduk diatas rumah menunggu untuk melihat fajar, maka jika dia melihatnya dia mengulurkan nafas sembari mengatakan : Ya Allooh sungguh aku memujiMu dan aku minta pertolonganMu untuk menghadapi Quraisy untuk mengakkan agamaMu. Lalu dia beradzan, perempuan itu berkata: demi Allooh aku tidak mengetahui bahwa dia meninggalkan ucapan ini satu malampun.
[Hadits Hasan walaupun di dalamnya ada 'an'anah Ibnu Ishaq akan tetapi dia telah menyatakan tashrih dengan had
datsana di sisi Ibnu Hisyam di Siroh (1/509) lihat Irwaul Gholil (229)]
Dalil Keempat:
قال ابن أبي شيبة رحمه الله في مصنفه (1 / 223) باب في المؤذن يُؤَذِّنُ عَلَى الْمَوْضِعِ الْمُرْتَفِعِ الْمَنَارَةِ وَغَيْرِهَا.
2344- حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ ، عَنْ هِشَامٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : أَمَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِلاَلاً أَنْ يُؤَذِّنَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَوْقَ الْكَعْبَةِ.[ مرسل صحيح، رجاله ثقات ]
Berkata Ibnu Abi Syaibah di Mushonnafnya (1/223 no 2344): Bab mengumandangkan adzan diatas tempat yang tinggi semacam menara dan semisalnya. Kemudian dia menyebutkan dengan sanad yang shohih dari 'Urwah bin Zubair berkata : bahwa rosulullooh shollalloohu 'alaihi wasallam menyuruh Bilal rodhialloohu 'anhu untuk mengumandangkan adzan dari atas Ka'bah ketika penaklukan Makkah. [ Mursal Shohih]
Dalil kelima :
في مصنف ابن أبي شيبة رحمه الله - (1 / 224رقم: 2345) حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى ، عَنِ الْجُرَيْرِيِّ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَقِيقٍ ، قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ الأَذَانُ فِي الْمَنَارَةِ ، وَالإِقَامَةُ فِي الْمَسْجِدِ ، وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يَفْعَلُهُ. [ أثر صحيح، رجاله ثقات ، وعبد الله بن شقيق تابعي كبير يروي عن جماعة من كبار الصحابة]
Di Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah (1/224 no 2345) dengan sanad yang shohih dari 'Abdullooh bin Syaqiiq berkata: Termasuk perkara sunnah mengumandangkan adzan diatas menara dan qomat di dalam masjid, dan adalah Abdullooh selalu mengamalkannya .
[Abdullooh bin Syaqieq adalah seorang tabi'in kabir (tua) yang meriwayatkan banyak dari kalangan shohabat]
قال ابن أبي شيبة رحمه الله في مصنفه (1 / 223) باب في المؤذن يُؤَذِّنُ عَلَى الْمَوْضِعِ الْمُرْتَفِعِ الْمَنَارَةِ وَغَيْرِهَا.
2344- حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ ، عَنْ هِشَامٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : أَمَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِلاَلاً أَنْ يُؤَذِّنَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَوْقَ الْكَعْبَةِ.[ مرسل صحيح، رجاله ثقات ]
Berkata Ibnu Abi Syaibah di Mushonnafnya (1/223 no 2344): Bab mengumandangkan adzan diatas tempat yang tinggi semacam menara dan semisalnya. Kemudian dia menyebutkan dengan sanad yang shohih dari 'Urwah bin Zubair berkata : bahwa rosulullooh shollalloohu 'alaihi wasallam menyuruh Bilal rodhialloohu 'anhu untuk mengumandangkan adzan dari atas Ka'bah ketika penaklukan Makkah. [ Mursal Shohih]
Dalil kelima :
في مصنف ابن أبي شيبة رحمه الله - (1 / 224رقم: 2345) حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى ، عَنِ الْجُرَيْرِيِّ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَقِيقٍ ، قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ الأَذَانُ فِي الْمَنَارَةِ ، وَالإِقَامَةُ فِي الْمَسْجِدِ ، وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يَفْعَلُهُ. [ أثر صحيح، رجاله ثقات ، وعبد الله بن شقيق تابعي كبير يروي عن جماعة من كبار الصحابة]
Di Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah (1/224 no 2345) dengan sanad yang shohih dari 'Abdullooh bin Syaqiiq berkata: Termasuk perkara sunnah mengumandangkan adzan diatas menara dan qomat di dalam masjid, dan adalah Abdullooh selalu mengamalkannya .
[Abdullooh bin Syaqieq adalah seorang tabi'in kabir (tua) yang meriwayatkan banyak dari kalangan shohabat]
Ungkapan-Ungkapan Para Ulama
(1) Perkataan Imam Nawawi رحمه الله
Berkta Imam nawawi rohimahullooh di Majmu' Syarah Muhadzab (3/105) :
قال النووي رحمه الله في المجموع شرح المهذب (3 / 105): يستحب أن يؤذن علي موضع عال من منارة أو غيرها وهذا لا خلاف فيه.ثم ذكر حديث عائشة وابن عمر وحديث امرأة بني نجار المتقدمة.
Disunnahkan untuk mengumandangkan Adzan diatas sesuatu tempat yang tinggi dari menara dan selainnya, dan ini tidak ada perselisihan didalamnya. Kemudian dia menyebut hadits 'Aisyah dan Ibnu 'Umar dan perempuan bani Najjaar .
2- Perkataan Ibnu Qudaamah رحمه الله
Berkta Ibnu Qudamah di Mughni (1/468):
قال ابن قدامة في المغني (1 / 468): ويستحب أن يؤذن على شيء مرتفع ليكون أبلغ لتأدية صوته . ثم ذكر الحديث المتقدم
Di sunnahkan untuk mengumandangkan adzan diatas sesuatu yang tinggi supaya lebih tandas (lantang) dalam menunaikannya (mengeraskan) suaranya, kemudian beliau menyebutkan hadits diatas.
(1) Perkataan Imam Nawawi رحمه الله
Berkta Imam nawawi rohimahullooh di Majmu' Syarah Muhadzab (3/105) :
قال النووي رحمه الله في المجموع شرح المهذب (3 / 105): يستحب أن يؤذن علي موضع عال من منارة أو غيرها وهذا لا خلاف فيه.ثم ذكر حديث عائشة وابن عمر وحديث امرأة بني نجار المتقدمة.
Disunnahkan untuk mengumandangkan Adzan diatas sesuatu tempat yang tinggi dari menara dan selainnya, dan ini tidak ada perselisihan didalamnya. Kemudian dia menyebut hadits 'Aisyah dan Ibnu 'Umar dan perempuan bani Najjaar .
2- Perkataan Ibnu Qudaamah رحمه الله
Berkta Ibnu Qudamah di Mughni (1/468):
قال ابن قدامة في المغني (1 / 468): ويستحب أن يؤذن على شيء مرتفع ليكون أبلغ لتأدية صوته . ثم ذكر الحديث المتقدم
Di sunnahkan untuk mengumandangkan adzan diatas sesuatu yang tinggi supaya lebih tandas (lantang) dalam menunaikannya (mengeraskan) suaranya, kemudian beliau menyebutkan hadits diatas.
3- Perkataan Al 'Aini رحمه الله
قال العيني في شرح سنن أبي داود (2/471) : والمقصود من تبويب هذا الباب : استحباب الأذان فوق الأماكن العالية لأن الأذان إعلام الغائبين ، فكلما كان المكان أرفع كان الإعلام أبلغ. اهـ
Berkata Al-'Aini rhimahullooh di Syarh Abi Daud (2/471) : dan yang maksud dalam bab ini adalah disunnahkannya mengumandangkan adzan diatas tempat-tempat yang tinggi , karena adzan adalah pemberitahuan untuk orang-orang yang ghoib(jauh), maka semakin tinggi tempat adzan semakin tinggi jelas panggilannya.selesai.
4- di Fatwa lajnah daaimah.(6/254)
وفي فتاوى اللجنة الدائمة - المجموعة الأولى - (6 / 254) : لا حرج في إقامة المآذن في المساجد بل ذلك مستحب لما فيه من تبليغ صوت المؤذن للمدعوين إلى الصلاة ويدل على ذلك أذان بلال في عهد النبي صلى الله عليه وسلم على أسطح بعض البيوت المجاورة لمسجده مع إجماع علماء المسلمين على ذلك. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
Di Fatawa Lajnah Daaimah (6/254): Tidak mengapa mendirikan (membangun) tempat untuk adzan di masjid-masjid, bahkan itu sesuatu yang dicintai (sunnahkan), karena dengannya bisa menyampaikan suara muadzin kepada yang diseur (dipanggil) untuk sholat, dan dalil atas perkara ini adalah adzan Bilal rodhialloohu 'anhu di zaman rosulullooh shollalloohu 'alaihi wasallam diatas loteng sebagian rumah-rumah yang berdampingan dengan madjid rosulullooh shollalloohu 'alaihi wasallam , bersama ijma' ulama atas perkara ini.
قال العيني في شرح سنن أبي داود (2/471) : والمقصود من تبويب هذا الباب : استحباب الأذان فوق الأماكن العالية لأن الأذان إعلام الغائبين ، فكلما كان المكان أرفع كان الإعلام أبلغ. اهـ
Berkata Al-'Aini rhimahullooh di Syarh Abi Daud (2/471) : dan yang maksud dalam bab ini adalah disunnahkannya mengumandangkan adzan diatas tempat-tempat yang tinggi , karena adzan adalah pemberitahuan untuk orang-orang yang ghoib(jauh), maka semakin tinggi tempat adzan semakin tinggi jelas panggilannya.selesai.
4- di Fatwa lajnah daaimah.(6/254)
وفي فتاوى اللجنة الدائمة - المجموعة الأولى - (6 / 254) : لا حرج في إقامة المآذن في المساجد بل ذلك مستحب لما فيه من تبليغ صوت المؤذن للمدعوين إلى الصلاة ويدل على ذلك أذان بلال في عهد النبي صلى الله عليه وسلم على أسطح بعض البيوت المجاورة لمسجده مع إجماع علماء المسلمين على ذلك. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
Di Fatawa Lajnah Daaimah (6/254): Tidak mengapa mendirikan (membangun) tempat untuk adzan di masjid-masjid, bahkan itu sesuatu yang dicintai (sunnahkan), karena dengannya bisa menyampaikan suara muadzin kepada yang diseur (dipanggil) untuk sholat, dan dalil atas perkara ini adalah adzan Bilal rodhialloohu 'anhu di zaman rosulullooh shollalloohu 'alaihi wasallam diatas loteng sebagian rumah-rumah yang berdampingan dengan madjid rosulullooh shollalloohu 'alaihi wasallam , bersama ijma' ulama atas perkara ini.
5- perkataan Al 'Allaamah Ibnu 'Utsaimin رحمه الله
قال العلامة ابن عثيمين رحمه الله في الشرح الممتع على زاد المستقنع - (2 / 26): وقوله: «على عُلْو»، أي: ينبغي أن يكون الأذان على شيء عالٍ؛ لأنَّ ذلك أبعد للصَّوت، وأوصل إلى النَّاس، ومن هنا نأخذ أن الأذان بالمكبِّر مطلوبٌ؛ لأنَّه أبعد للصَّوت وأوصل إلى النَّاس .
Berkata Syaikh Al-'Allaamah Ibnu 'Utsaimin rohimahulllooh di Syarah Mumti' (2/26): Ucapannya (diatas tempat tinggi) : maksudnya bahwa seyogyanya adzan di kumandangkan dari tempat yang tinggi, karena hal itu lebih jauh jangkauan suaranya, dan lebih sampai ke (telinga) manusia, dari sinilah kami ambil kesimpulan bahwa adzan menggunakan pengeras suara dianjurkan, karena hal itu lebih jauh jangkauan suaranya, dan lebih sampai ke (telinga) manusia.
قال العلامة ابن عثيمين رحمه الله في الشرح الممتع على زاد المستقنع - (2 / 26): وقوله: «على عُلْو»، أي: ينبغي أن يكون الأذان على شيء عالٍ؛ لأنَّ ذلك أبعد للصَّوت، وأوصل إلى النَّاس، ومن هنا نأخذ أن الأذان بالمكبِّر مطلوبٌ؛ لأنَّه أبعد للصَّوت وأوصل إلى النَّاس .
Berkata Syaikh Al-'Allaamah Ibnu 'Utsaimin rohimahulllooh di Syarah Mumti' (2/26): Ucapannya (diatas tempat tinggi) : maksudnya bahwa seyogyanya adzan di kumandangkan dari tempat yang tinggi, karena hal itu lebih jauh jangkauan suaranya, dan lebih sampai ke (telinga) manusia, dari sinilah kami ambil kesimpulan bahwa adzan menggunakan pengeras suara dianjurkan, karena hal itu lebih jauh jangkauan suaranya, dan lebih sampai ke (telinga) manusia.
6- Perkataan Imam Albaani رحمه الله
قال الألباني رحمه الله كما في الأجوبة النافعة عن أسئلة لجنة مسجد الجامعة - (1 / 17): نعتقد أن الأذان في المسجد أمام المكبر لا يشرع لأمور منها التشويش على من فيه من التالين والمصلين والذاكرين ، ومنها : عدم ظهور المؤذن بجسمه فإن ذلك من تمام هذا الشعار الإسلامي العظيم(الأذان ) لذلك نرى أنه لابد للمؤذن من البروز على المسجد والتأذين أمام المكبر فيجمع بين المصلحتين وهذا التحقيق يقتضي اتخاذ مكان خاص فوق المسجد يصعد إليه ويوصل إليه مكبر الصوت فيؤذن أمامه وهو ظاهر للناس. ومن فائدة ذلك أنه قد تنقطع القوة الكهربائية ويستمر المؤذن على أذانه وتبليغه إياه إلى الناس من فوق المسجد كما هو ظاهر .
ولا بد من التذكير هنا بأنه لابد للمؤمنين من المحافظة على سنة الالتفاف يمنة ويسرة عند الحيعلتين فإنهم كادوا أن يطبقوا على ترك هذه السنة تقيدا منهم باستقبال لاقط الصوت ولذلك نقترح وضع لاقطين على اليمين وعلى اليسار قليلا بحيث يجمع بين تحقيق السنة المشار إليها والتبليغ الكامل .
ولا يقال : إن القصد من الالتفاف هو التبليغ فقط وحينئذ فلا داعي إليه مع وجود المكبر لأننا نقول : إنه لا دليل على ذلك فيمكن أن يكون في المر مقاصد أخرى قد تخفى على الناس فالأولى المحافظة على هذه السنة على كل حال.اهـ
Berkata Syaikh Al–Albaani rohimahullooh di kitab "Ajwibah" ( 1/17) : kami berkeyakinan bahwa adzan didalam masjid didepan pengeras suara tidak di syari'atkan, karena beberapa perkara:
1- Diantaranya : karena mengganggu terhadap yang ada di masjid dari pembaca Al-Qur'an, orang yang sedang sholat, dan orang yang sedang berdzikir.
2- Tidak nampaknya badan muadzin , karena hal itu termasuk kesempurnaan syi'ar Islam yang agung ini(yaitu adzan).
Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa bagi muadzin harus menampakkan diri diatas masjid, dan mengumandangkan adzan didepan pengeras suara, dengan demikian dia telah mengumpulkan antara dua kebaikan (kemashlahatan).
Dengan tahqiq ini maka menetapkan untuk menjadikan (membuat) tempat khusus diatas masjid yang muadzin naik keatasnya dan menyambung pengeras suara disana, dan mengumandangkan adzan didepannya, dalam keadaan dia menampakkan dirinya untuk manusia.
Dan diantara faedah melakukan hal diatas : bahwa terkadang terputus saluran listrik, maka dia tetap bisa mengumandangkan adzannya dan tetap bisa menyampaikan suaranya kepada manusia dari atas masjid karena dia nampak.
Dan semestinya perlu adanya peringatan disini yaitu : menjadi keharusan bagi kaum muslimin untuk menjaga sunnah menoleh kekanan dan kekiri ketika mengucapkan حي على الصلاة وحي على الفلاح" " karena mereka hampr-hampir dipastikan meninggalkan sunnah ini karena terikat dengan menghadap pucuk pengeras suara.
Oleh karena itu hendaknya meletakkan dua mikropon dikanan dan kiri sedikit, agar bisa menjamak (menggabung) antara mengamalkan sunnah dan menyampaikan suara secara sempurna.
Dan tidak boleh dikatakan bahwa tujuan menoleh kekanan dan kekiri sekedar untuk menyampaikan suara saja, maka ketika itu tidak ada perluanya untuk menoleh karena sudah ada pengeras suara, karenanya kita katakan : sesungguhnya tidak ada dalilnya atas hal itu, maka mungkin saja di syari'atkan menoleh adanya tujuan lain yang terkadang tersembunyi atas manusia, maka yang paling utama adalah menjaga sunnah ini pada setiap keadaan. Selesai.
قال صاحب كتاب السنن والمبتدعات محمد بن عبد السلام - (1 / 49): ( والأذان ) داخل المسجد بين يدي الخطيب يوم الجمعة بدعة ( والترقية ) بعد الأذان أمام المنبر بدعة .اهـ
قال الألباني رحمه الله كما في الأجوبة النافعة عن أسئلة لجنة مسجد الجامعة - (1 / 17): نعتقد أن الأذان في المسجد أمام المكبر لا يشرع لأمور منها التشويش على من فيه من التالين والمصلين والذاكرين ، ومنها : عدم ظهور المؤذن بجسمه فإن ذلك من تمام هذا الشعار الإسلامي العظيم(الأذان ) لذلك نرى أنه لابد للمؤذن من البروز على المسجد والتأذين أمام المكبر فيجمع بين المصلحتين وهذا التحقيق يقتضي اتخاذ مكان خاص فوق المسجد يصعد إليه ويوصل إليه مكبر الصوت فيؤذن أمامه وهو ظاهر للناس. ومن فائدة ذلك أنه قد تنقطع القوة الكهربائية ويستمر المؤذن على أذانه وتبليغه إياه إلى الناس من فوق المسجد كما هو ظاهر .
ولا بد من التذكير هنا بأنه لابد للمؤمنين من المحافظة على سنة الالتفاف يمنة ويسرة عند الحيعلتين فإنهم كادوا أن يطبقوا على ترك هذه السنة تقيدا منهم باستقبال لاقط الصوت ولذلك نقترح وضع لاقطين على اليمين وعلى اليسار قليلا بحيث يجمع بين تحقيق السنة المشار إليها والتبليغ الكامل .
ولا يقال : إن القصد من الالتفاف هو التبليغ فقط وحينئذ فلا داعي إليه مع وجود المكبر لأننا نقول : إنه لا دليل على ذلك فيمكن أن يكون في المر مقاصد أخرى قد تخفى على الناس فالأولى المحافظة على هذه السنة على كل حال.اهـ
Berkata Syaikh Al–Albaani rohimahullooh di kitab "Ajwibah" ( 1/17) : kami berkeyakinan bahwa adzan didalam masjid didepan pengeras suara tidak di syari'atkan, karena beberapa perkara:
1- Diantaranya : karena mengganggu terhadap yang ada di masjid dari pembaca Al-Qur'an, orang yang sedang sholat, dan orang yang sedang berdzikir.
2- Tidak nampaknya badan muadzin , karena hal itu termasuk kesempurnaan syi'ar Islam yang agung ini(yaitu adzan).
Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa bagi muadzin harus menampakkan diri diatas masjid, dan mengumandangkan adzan didepan pengeras suara, dengan demikian dia telah mengumpulkan antara dua kebaikan (kemashlahatan).
Dengan tahqiq ini maka menetapkan untuk menjadikan (membuat) tempat khusus diatas masjid yang muadzin naik keatasnya dan menyambung pengeras suara disana, dan mengumandangkan adzan didepannya, dalam keadaan dia menampakkan dirinya untuk manusia.
Dan diantara faedah melakukan hal diatas : bahwa terkadang terputus saluran listrik, maka dia tetap bisa mengumandangkan adzannya dan tetap bisa menyampaikan suaranya kepada manusia dari atas masjid karena dia nampak.
Dan semestinya perlu adanya peringatan disini yaitu : menjadi keharusan bagi kaum muslimin untuk menjaga sunnah menoleh kekanan dan kekiri ketika mengucapkan حي على الصلاة وحي على الفلاح" " karena mereka hampr-hampir dipastikan meninggalkan sunnah ini karena terikat dengan menghadap pucuk pengeras suara.
Oleh karena itu hendaknya meletakkan dua mikropon dikanan dan kiri sedikit, agar bisa menjamak (menggabung) antara mengamalkan sunnah dan menyampaikan suara secara sempurna.
Dan tidak boleh dikatakan bahwa tujuan menoleh kekanan dan kekiri sekedar untuk menyampaikan suara saja, maka ketika itu tidak ada perluanya untuk menoleh karena sudah ada pengeras suara, karenanya kita katakan : sesungguhnya tidak ada dalilnya atas hal itu, maka mungkin saja di syari'atkan menoleh adanya tujuan lain yang terkadang tersembunyi atas manusia, maka yang paling utama adalah menjaga sunnah ini pada setiap keadaan. Selesai.
قال صاحب كتاب السنن والمبتدعات محمد بن عبد السلام - (1 / 49): ( والأذان ) داخل المسجد بين يدي الخطيب يوم الجمعة بدعة ( والترقية ) بعد الأذان أمام المنبر بدعة .اهـ
7- Perkataan Muhammad Bin Abdis Salaam رحمه الله
قال صاحب كتاب السنن والمبتدعات محمد بن عبد السلام - (1 / 49): ( والأذان ) داخل المسجد بين يدي الخطيب يوم الجمعة بدعة ( والترقية ) بعد الأذان أمام المنبر بدعة .اهـ
Berkata Muhammad bin Abdis Salaam di kitab " As Sunan wal mubtadi'aat" (1/49) :
Dan adzan didalam masjid dihadapan khotiib pada hari Jum'at adalah bid'ah, dan naik kemimbar setelah adzan bid'ah.
-Selesai-
قال صاحب كتاب السنن والمبتدعات محمد بن عبد السلام - (1 / 49): ( والأذان ) داخل المسجد بين يدي الخطيب يوم الجمعة بدعة ( والترقية ) بعد الأذان أمام المنبر بدعة .اهـ
Berkata Muhammad bin Abdis Salaam di kitab " As Sunan wal mubtadi'aat" (1/49) :
Dan adzan didalam masjid dihadapan khotiib pada hari Jum'at adalah bid'ah, dan naik kemimbar setelah adzan bid'ah.
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar